Refleksi Sikap Politik Sahabat Nabi

 
Refleksi Sikap Politik Sahabat Nabi
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Saat Sayyidah Aisyah r.ha. beda pendapat soal pilihan politik dengan Sayyidina Ali k.w. dalam menyikapi manuver politik Mu'awiyah, timbullah gesekan fisik bahkan terjadi Perang Jamal. Peristiwa ini tercatat dalam sejarah Islam yang tak bisa dipungkiri oleh siapapun. Tapi merupakan sikap yang tidak bijak jika harus menyalahkan satu sama lainnya.

Tapi ada satu hal yang menarik, bahwa ternyata mengenai hal itu, mayoritas sahabat senior memilih diam. Kenapa?

Sahabat senior tahu banyak tentang siapa itu Sayyidina Ali k.w. maupun Sayyidah Aisyah r.ha. Pertama, Sayyidina Ali k.w. dan Sayyidah Aisyah r.ha. sama-sama keluarga terdekat Nabi Muhammad SAW. Kedua, Sayyidina Ali k.w. dan Sayyidah Aisyah r.ha. sama-sama pejuang Islam. Beliau berdua meriwayatkan banyak Hadis Nabi. Kredibelitas keilmuan keduanya tidak bisa diragukan sama sekali. ​Ketiga, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu menegakkan kebenaran dan keadilan, walaupun pada praktiknya sering kali harus berbeda, karena kebenaran selalu relatif kecuali kebenaran wahyu yang bersifat mutlak.

Dengan demikian, bisa dipahami alasan mayoritas sahabat senior memilih untuk diam mengenai persoalan tersebut. Bahwa memang sikap diam juga merupakan sikap politik yang dimaksudkan agar mendapatkan kebaikan atau kemaslahatan.

Diam terkadang lebih efektif dalam menyelesaikan masalah, karena terlalu reaktif walaupun niatnya baik, malah akan menambah rumit sebuah persoalan, apalagi yang berseteru keduanya sama-sama orang yang kita hormati, bisa keluarga, guru atau atasan  sendiri.

Momentum pileg, pilkada, pilpres sering sekali kita berbeda pilihan dengan siapapun, bahkan dengan guru sendiri, keluarga atau teman kantor. Maka, dalam menyikapi hal itu tidak boleh berlebihan. Biarkan saja semuanya berjalan sebagaimana biasa sesuai dengan yang seharusnya. 

Jadi, beda pilihan boleh, selama niat kita baik hasilnya pasti baik. Niatkan semua itu dengan tulus dan ikhlas agar berbuah kebaikan, termasuk niat memilih pasangan calon pemimpin atau apapun yang kita yakini terbaik. Jika menang bersyukurlah, jika kalah bersabarlah.

Dalam sebuah riwayat dari Umar bin Khathab, disampaikan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

 إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat; dan sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sekali lagi, beda pilihan itu sah-sah saja, asal tidak memaksakan pilihan itu pada orang lain. Tulisan ini bukan hendak menjustifikasi pihak manapun, melainkan hanya diperuntukkan bagi mereka yang memilih pasangan calon tanpa sogok. Sebab jika memilih paslon tertentu hanya karena duit, maka sebaik apapun niatnya, tentu tetap akan merugikan kita sendiri. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 10 Desember 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Fauzan Amin

Editor: Hakim