Motivasi dalam Memanfaatkan Waktu dengan Kebaikan dan Ketaatan

 
Motivasi dalam Memanfaatkan Waktu dengan Kebaikan dan Ketaatan
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Jika diibaratkan, waktu itu laksana pedang. Jika kita tidak mampu memanfaatkannnya, bisa jadi waktu itu sendiri yang akan menebas kita. Karenanya, kita harus bersemangat dalam memanfaatkan waktu yang kita punya. Kita harus mengisinya dengan kebaikan dan ketaatan, bukan untuk kemaksiatan atau perbuatan yang sia-sia belaka tanpa membawa manfaat.

Banyak nikmat yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT kepada semua makhluknya, termasuk kita sebagai manusia. Jika kita mencoba untuk menghitung nikmat tersebut niscaya tidak akan pernah mampu melakukannya. 

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak mampu untuk menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah.”  (QS. Ibrahim: 34)

Rasulullah SAW telah mengabarkan kepada kita, bahwa waktu luang merupakan salah satu di antara dua kenikmatan yang telah diberikan Allah SWT kepada manusia. Tetapi sangat disayangkan, banyak di antara kita yang sering kali terlena dan melupakan hal itu.

Rasulullah SAW bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيْهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحََّةُ وَالْفَرَاغُ

“Ada dua kenikmatan yang banyak dilupakan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam Kitab Fathul Bari menukil perkataan Ibnu Baththal yang menjelaskan makna Hadis tersebut. Disebutkan bahwa seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya juga sehat. Barang siapa yang mendapatkan seperti ini, maka bersemangatlah agar tidak tertipu dengan kelalaian diri, dan segeralah bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat. Dan di antara bentuk syukur adalah melakukan ketaatan serta menjauhi larangan. Barang siapa yang luput dari syukur semacam ini, maka dialah orang yang tertipu.

Lalu ada juga keterangan dari Ibnul Jauzi dalam kitab yang sama. Bahwa terkadang manusia berada dalam kondisi sehat, namun dia tidak memiliki waktu luang karena sibuk dalam aktivitas dunia. Dan terkadang pula seseorang memiliki waktu luang, namun dia dalam keadaan sakit. Apabila tergabung kedua nikmat ini, maka akan datang rasa malas untuk melakukan ketaatan. Itulah manusia yang telah tertipu dan terperdaya. Banyak yang telah terbuai dengan kenikmatan ini. Padahal setiap nikmat yang telah Allah SWT berikan, kelak pasti akan ditanyakan.

Allah SWT berfirman:

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

“Kemudian kamu pasti akan ditanya tentang kenikmatan yang kamu bermegah-megahan di dunia itu.” (QS. At-Takasur: 8)

Kita pasti sadar, bahwa waktu yang telah berlalu tidak mungkin dapat kembali lagi. Penyesalan terhadap waktu yang telah berlalu adalah penyesalan yang sia-sia belaka. Seorang bijak bestari menyatakan:

اَلْوَقْتُ أَنْفَاسٌ لَا تَعُوْدُ

“Waktu adalah nafas yang tidak mungkin akan kembali.”

Dalam Risalah Al-Waqutu Anfas La Ta'ud, Syaikh ‘Abdul Malik Al Qasim berkata, “Waktu yang sedikit adalah harta berharga bagi seorang Muslim di dunia ini. Waktu adalah nafas yang terbatas dan hari-hari yang dapat terhitung. Jika waktu yang sedikit itu yang hanya sesaat atau beberapa jam bisa berbuah kebaikan dan ketaan, maka ia sangat beruntung. Sebaliknya jika waktu disia-siakan dan dilalaikan, maka sungguh ia benar-benar merugi. Dan namanya waktu yang berlalu tidak mungkin kembali selamanya.”

Karena itu, dengan penjelasan tersebut hendaknya kita menyadari bahwa waktu adalah anugerah yang berharga. Sangat disayangkan jika waktu berlalu begitu saja tanpa digunakan untuk melakukan kebaikan dan ketaatan kepada Allah SWT, Dzat yang telah banyak memberikan berbagai nikmat kepada kita.

Berhati-hatilah, jika kita tidak memanfaatkan anugerah waktu untuk berbuat ketaatan kepada-Nya, niscaya waktu akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri dan membuat kita menyesal di kemudian hari.

Dalam Kitab Al-Jawabul Kafi karya Ibnul Qayyim disebutkan, bahwa Imam Syafi’i pernah mendapatkan pelajaran dari seorang sufi. Inti nasihat tersebut terdiri dari dua penggalan kalimat berikut:

اَلْوَقْتُ كَالسَّيْفِ فَإِنْ لَمْ تَقْطَعْهُ قَطَعَكَ، وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلْتَهَا بِالْحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالْبَاطِلِ

“Waktu laksana pedang. Jika engkau tidak menggunakannya, maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak tersibukkan dalam kebaikan, pasti akan tersibukkan dalam hal yang sia-sia.”

Sahabat Ibnu Mas’ud pernah mengatakan berikut ini:

ﻣَﺎ ﻧَﺪِﻣْﺖُ ﻋَﻠَﻰ ﺷَﻲْﺀٍ ﻧَﺪَﻣِﻲ ﻋَﻠَﻰ ﻳَﻮْﻡٍ ﻏَﺮَﺑَﺖْ شَمْسُهُ ﻧَﻘَﺺَ ﻓِﻴْﻪِ ﺃَﺟَﻠِﻲْ وَلَمْ يَزِدْ فِيْهِ عَمَلِي

“Tiada yang pernah kusesali selain keadaan ketika matahari tenggelam, ajalku semakin berkurang, namun amalanku tidak bertambah.”

Sementara itu, Syaikh Hasan Al-Bashri berkata:

مِنْ عَلَامَاتِ إعْرَاضِ اللهِ عَنِ الْعَبْدِ اِشْتِغَالُ الْعَبْدِ بِمَا لَا يَعْنِيْهِ

“Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia (sebagai tanda Allah menelantarkannya).”

Tidak ada alasan waktu kita terbuang sia-sia. Banyak kebaikan yang bisa dilakukan. Meski nilainya tampak kecil, tetapi terkadang kebaikan yang dilakukan dengan ikhlas akan berdampak besar dan bisa menjadi wasilah kita mendapatkan ridho dari Allah SWT. Dan satu hal yang sangat penting adalah menjauhi segala bentuk larangan Allah SWT dalam setiap waktu yang kita jalani. 

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 15 Desember 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim