Gus Mus Ibaratkan Koruptor sebagai Orang Paling Melarat

 
Gus Mus Ibaratkan Koruptor sebagai Orang Paling Melarat

LADUNI.ID, Jakarta - Korupsi adalah tindakan yang sangat dibenci oleh semua agama, tidak terkecuali Islam. Manipulasi atau mengambil sesuatu yang bukan haknya bukan hanya melanggar fitrah kemanusiaan, tetapi juga melanggar hukum negara dan hukum Islam.

KH. Mustofa Bisri menyindir pelaku korupsi (koruptor) sebagai sosok orang yang paling melarat, karena mengambil hak atau uang rakyat dan selalu merasa kekurangan. Meski koruptor terlihat memiliki banyak harta, namun kerakusannya membuatnya paling melarat.

"Orang yang rumahnya bagus, ubinnya marmer, namun masih mengantre bantuan langsung tunai itu menunjukkan dia miskin," ujar Gus Mus, sapaan takdzim KH. Mustofa Bisri, ketika memberi tausiyah "Membangun Akhlakkul Kharimah", di Semarang, Jawa Tengah pada tahun 2012 lalu yang dikutip kembali oleh Laduni.id.

Gus Mus juga menyampaikan bahwa koruptor itu digambarkan sebagai orang yang selalu merasa butuh dan menunjukkan rasa kekurangan yang berlebihan. Hal tersebut berbeda dengan orang yang selalu merasa cukup dengan apa yang dimiliki di dalam hidupnya, sehingga orang ini digambarkan sebagai orang kaya.

"Orang yang tidak punya apa-apa, namun juga tidak butuh apa-apa menurut saya itu termasuk kaya, dibanding mereka yang secara materi kaya, rumahnya banyak, punya 500 mobil, namun masih saja merasa kekurangan," tutur Gus Mus.

Gus Mus menceritakan pernah bertemu petani yang sederhana kemudian menawarinya makan nasi putih hanya dengan lauk ikan asin dan sambal. "Sehabis makan lalu glegekan (bersendawa), disusul ucapan Alhamdulillah. Hal itu menunjukkan betapa nikmatnya makan meski hanya dengan lauk seadanya, sebab petani itu selalu bersyukur dengan apa yang dimilikinya," katanya.

Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibien Rembang ini juga menyampaikan bahwa hal tersebut berbeda dengan orang kaya yang bisa membeli makanan apa saja, namun tak bisa menikmati kelezatannya karena punya penyakit yang membatasinya makan, bahkan mengharuskannya untuk selalu mengonsumsi obat.

Oleh karena itulah, Gus Mus mengingatkan agar kita tidak bersikap berlebih-lebihan sebagaimana koruptor yang dunia secara berlebihan. Berlebihan di sini juga termasuk pada orang beribadah secara berlebihan. Tapi, menurut Gus Mus, lakukan segala sesuatunya secara wajar-wajar saja.

"Ada filosofi Jawa yang menyebut hidup sekadar mampir ngombe (minum), esensinya sama juga yang diajarkan di Islam menyiratkan bahwa hidup di dunia hanya sementara. Jangan disikapi secara berlebihan," jelasnya.(*)

***

Sumber: Liputan6
Editor: Muhammad Mihrob