Begini Hubungan Batin Waliyullah Saat Wafat dengan Muridnya

 
Begini Hubungan Batin Waliyullah Saat Wafat dengan Muridnya

LADUNI.ID, Jakarta - Hubungan guru dan murid secara lahiriah terputus setelah sang guru wafat. Tetapi kelompok Ahlussunnah wal Jamaah meyakini bahwa hubungan keduanya tetap langgeng meski secara fisik keduanya sudah tidak lagi bersama.

Syekh Ihsan M Dahlan Jampes mengutip pandangan Sayid Ahmad Zaini Dahlan yang mengatakan bahwa seorang wali akan tetap terhubung dengan batin para pengikutnya. Hubungan batin keduanya membawa keberkahan tersendiri bagi muridnya.

قال سيدي العلامة أحمد دحلان رحمه الله في تقريب الأصول لتسهيل الوصول قد صرح كثير من العارفين أن الولي بعد وفاته تتعلق روحه بمريديه فيحصل لهم ببركاته أنوار وفيوضات

Artinya, “Sayyid Ahmad Zaini Dahlan Rahimahullah dalam Taqribul Ushul li Tashilil Wushul mengatakan bahwa banyak orang saleh dengan makrifat kepada Allah menyatakan secara jelas bahwa batin seorang wali Allah sesudah ia wafat akan terhubung dengan para muridnya sehingga berkat keberkahan gurunya itu mereka mendapatkan limpahan cahaya dan aliran anugerah Allah SWT,” (Lihat Syekh Ihsan M Dahlan Jampes, Sirajut Thalibin ala Minhajil Abidin, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 466).

Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad bahkan menambahkan bahwa hubungan seorang wali dan para muridnya lebih erat pada saat wali tersebut telah wafat. Pasalnya, wali tersebut memiliki perhatian dan kesempatan lebih lapang setelah ia wafat. Sementara seorang wali ketika hidup disibukkan oleh kewajiban dan tanggung jawab manusiawinya.

Sisi keistimewaan seorang wali kadang tidak terlalu dominan ketika ia masih hidup karena tertutup oleh sisi manusiawinya. Tetapi ada juga seorang wali yang semasa hidupnya memiliki sisi keistimewaan yang cukup dominan.

وممن صرح بذلك قطب الإرشاد سيدي عبد الله بن علوى الحداد فإنه قال رضي الله عنه الولي يكون اعتناؤه بقرابته واللائذين به بعد موته أكثر من اعتنائه بهم في حياته لأنه كان في حياته مشغولا بالتكليف  وبعد موته طرح عنه الأعباء والحي فيه خصوصية وبشرية وربما غلبت إحداهما الأخرى وخصوصا في هذا الزمان فإنها تغلب البشرية والميت ما فيه إلا الخصوصية فقط

Artinya, “Salah satu orang saleh yang menjelaskan masalah ini secara terbuka Quthbul Irsyad Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Ia mengatakan bahwa perhatian seorang wali setelah ia wafat terhadap kerabat dan orang-orang yang ‘bersandar’ kepadanya lebih besar disbandingkan perhatiannya terhadap mereka seketika ia hidup. Hal demikian terjadi karena saat ia masih hidup sibuk menunaikan pelbagai kewajiban. Sementara setelah wafat, beban kewajiban itu sudah diturunkan dari pundaknya. Wali yang hidup memiliki keistimewaan dan memiliki sisi manusiawi. Bahkan terkadang salah satunya lebih dominan dibanding sisi lainnya. Terlebih lagi di zaman sekarang ini, sisi manusiawinya lebih dominan. Sementara seorang wali yang telah meninggal dunia hanya memiliki sisi keistimewaan,” (Lihat Syekh Ihsan M Dahlan Jampes, Sirajut Thalibin ala Minhajil Abidin, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 466).

Keyakinan semacam ini yang bagi banyak orang menguatkan hubungan murid dan guru meski gurunya telah wafat sekian tahun dan bahkan ratusan tahun. Oleh karenanya, seorang wali atau sang guru ini–meski telah wafat–akan tetap hidup di hati para murid dan pengikutnya. Wallahu a‘lam.(*)

***

Sumber: Nunu Isco
Editor: Muhammad Mihrob