Belajar Moderasi Agama dari Pengalaman Andy Purnomo Jadi Imam Masjid di UEA

 
Belajar Moderasi Agama dari Pengalaman Andy Purnomo Jadi Imam Masjid di UEA

LADUNI.ID, Jakarta - Dalam catatan sejarah, ada tiga ulama besar asal Indonesia yang pernah menjadi Imam masjid di Timur Tengah, tepatnya di Masjidil Haram Kota Makkah pada kurun waktu 1980-an. Antara lain Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani, Syekh Junaid al-Batawi, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi.

Putra-putra Indonesia di era sekarang ini juga banyak yang berkesempatan menjadi imam masjid di Timur Tengah meskipun bukan di dua masjid suci umat Islam, tepatnya berada di beberapa masjid Negara UEA, Negara yang bertetangga dengan Arab Saudi.

Satu di antaranya adalah Andy Purnomo, santri asal Tegal ini menjadi Imam Masjid di UEA berawal dari informasi yang didapat dari salah satu dosen di kampus tempatnya belajar yakni Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta. Tepatnya tahun 2016 lalu, Kementerian Agama RI bekerja sama dengan Kementerian Urusan Wakaf Abu Dhabi UEA, mengadakan seleksi imam masjid untuk ditempatkan pada beberapa masjid di UEA.

Informasi itu tidak disia-siakan oleh Andy, bersama beberapa teman lainnya dia mengikuti proses seleksi hingga akhirnya Andy lolos seleksi bersama dengan sembilan peserta seleksi lainnya.

Andy ditempatkan di Masjid Malik bin Abi Salim Kota Fujairah tepatnya satu setengah jam dari Dubai mulai tahun 2016 hingga sekarang. Tidak hanya menjadi imam, Andy juga menjadi khatib shalat Jumat, menurut penuturannya teks khutbah di seluruh masjid UAE diseragamkan dan ditentukan oleh Kementerian urusan Islam dan Wakaf Abu Dhabi, selain teks khutbah yang sama, ketika berkhutbah diharuskan untuk direkam, hasil dari rekamannya diserahkan kepada Kementerian Urusan Islam dan Wakaf untuk meghindari, mencegah dan mengawasi paham-paham yang ekstrim.

Khutbah jum'at di negara ini memakai beberapa bahasa di antaranya: Bahasa Arab, Inggris, Urdu, Spanyol dan bahasa isyarat, hampir 95% dalam Bahasa Arab tetapi ada beberapa masjid yang telah ditentukan menggunakan bahasa selain Arab. Awal kedatangan Andy disana diberi tugas berkhutbah dalam bahasa arab beberapa bulan kemudian oleh salah satu atasan kantor dites membaca teks khutbah berbahasa inggris, dari hasil tes tersebut hingga sekarang Andy menyampaikan khutbah dalam bahasa Inggris.

Penyampaian khutbah dalam bahasa Inggris dilaksanakan di masjid yang berdekatan dengan kawasan perumahan orang-orang Eropa dan Amerika. Hal ini merupakan strategi dakwah yang dilakukan oleh pemerintahan setempat.

UEA berpenduduk kurang lebih 10 juta jiwa, penduduk asli UEA sangat sedikit kalah dengan ekspatriat yang sudah mencapai 85%, yang kebanyakan dari beberapa negara seperti India, Pakistan, Bangladesh, Maroko dan Mesir. Gaya hidup orang UEA pada umumnya, sudah seperti masyarakat Eropa dan Amerika. Penduduknya dimanjakan dengan berbagai fasilitas oleh Negara antara lain subsidi untuk kebutuhan sehari-hari dari sejak lahir, pendidikan dan hunian juga sudah dijamin oleh Negara.

Penduduk UEA sangat sedikit yang menjadi imam masjid kebanyakan dari mereka bisnis dan berdagang, itulah alasan mengapa UEA sampai mengambil imam dari Indonesia. Masyarakatnya sangat moderat, tidak mempertentangkan salah satu dari empat madzhab dalam tata cara sholatnya. Meskipun madzhab resmi Negara adalah Madzhab Imam Malik, dalam praktiknya mereka menyerahkan kepada masing-masing individu. Biasa-biasa saja, seperti mereka menerima kenyataan bahwa gula itu manis dan garam itu asin, tidak sampai menimbulkan kehebohan yang tidak perlu.

Moderasi Agama

Tidak berbeda dengan Indonesia, di UAE sangat moderat dalam menyikapi keberadaan beberapa agama, di sini juga terdapat tempat ibadah beberapa agama seperti Kristen, Budha, Shind dan Yahudi. Sikap moderat masyarakatnya juga berlaku untuk semua sendi-sendi kehidupan, terutama cara berpakaian.

Anak ke-9 dari sebelas bersaudara ini adalah santri yang berkesempatan belajar di Madrasah Tsanawiyah Madrasatul Quran Tebuireng pada tahun 2000 hingga 2003 berkawan dengan Choirul Kurniawan, Achmad Nasrullah Plandi Nabil Azka Pratama, Gus H. Ihban Abd. Shomad, Dr. Saifuddin Noer dan lainnya. Di pesantren ini, Andi belajar membaca dan menghafal Al-Quran di bawah bimbingan ustadz-ustadz senior pesantren, antara lain Alm. KH. Wiji Basuki/KH. Rozikin, Ust. Jalaludin Sy (sekarang Ketua Unit Tahfidh), Ust. Sya'roni Mu'thi Sakroni (Kepala Kantor BPRS lantabur Gresik), dan Ust. Ahmad Nur Qomari (anggota lajnah pentashihan mushaf Al Quran).

Saat ini, Andy kuliah secara online pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan sedang berjuang menyelesaikan tesisnya.

Andy yang berperawakan seperti orang Timur Tengah ini belajar hanya tiga tahun di Madrasatul Quran Tebuireng. Meskipun demikian, apa yang dihasilkan dari pesantren ini mampu memudahkan dan membantu dirinya melangkah ke tahapan-tahapan berikutnya dalam pengembaraannya mencari pengetahuan, seperti ketika melanjutkan pendidikannya di SMA NU Wahid Hasyim, Kabupaten Tegal, Pondok Pesantren Rahmatillah Kudus, maupun saat kuliah di Institut PTIQ Jakarta,  hingga sampai pada capaiannya saat ini.

Hidup bersama istri dan anaknya di negeri orang membuatnya kaya akan pengalaman, memperluas wawasan, memahami ragam pola pikir, cerita, dan budaya, serta meningkatkan konektivitas global karena bisa berkawan dengan beragam manusia dari berbagai belahan dunia. Kesemua itu semakin membuat dirinya bertambah bijak dalam menerima sebuah keragaman dan perbedaan.

Semoga langkahnya bisa menjadi inspirasi banyak anak muda terutama kalangan santri di pesantren-pesantren seluruh negeri terutama santri Madrasatul Quran Tebuireng, Jombang.(*)

***

Editor: Muhammad Mihrob