Indonesia dan Dunia Minta Myanmar Tidak Brutal Hadapi Demonstran

 
Indonesia dan Dunia Minta Myanmar Tidak Brutal Hadapi Demonstran

LADUNI.ID, Jakarta - Sebuah video aksi brutal yang dilakukan aparat Myanmar yang beredar, membuat reaksi kemarahan dan desakan agar Myanmar tak gunakan cara kekerasan untuk menghadapi demonstran. Pasalnya, video tersebut menampilkan polisi yang menembaki demonstran, mengejar dan menyiksa pengunjuk rasa.

Tercatat, sehari sebelum video itu beredar, Rabu (3/3/2021) sudah ada sekitar 38 orang demonstran yang tewas. Sementara berdasarkan keterangan Save the Children, empat anak menjadi korban tewas dalam peristiwa brutal itu. Bahkan, dari lansiran Sky News, total 54 orang tewas dalam aksi unjuk rasa sejak militer melakukan kudeta pada 1 Februari.

Kendati mendapat tekanan keras dari aparat, para demonstran pada Kamis (4/3/2021) kemarin tetap turun ke jalan. Para aktivis setempat menegaskan bahwa peluru takkan menghalangi mereka untuk menggulingkan junta militer.

Dewan Keamanan PBB, dengan Inggris adalah presiden periode ini, diminta untuk melihat rekaman itu sebelum bertemu pada Jumat (5/3/2021), sebagaimana dilansir Kompas.com. Sementara di Myanmar, AS menyatakan, video itu meresahkan, dan menyerukan sudah waktunya cengkeraman militer dalam demokrasi Myanmar diakhiri.

Sebelumnya, Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengeluarkan pernyataan sikap resmi menanggapi situasi keamanan dalam aksi unjuk rasa antikudeta di Myanmar pada Minggu (28/2) lalu. Indonesia sebagai negara menyerukan agar aparat tidak menggunakan kekerasan sehingga tak menimbulkan korban lebih banyak lagi.

"Indonesia menyerukan agar aparat keamanan tidak menggunakan kekerasan dan menahan diri guna menghindari lebih banyak korban jatuh. Serta mencegah situasi tidak semakin buruk," tulis Kemenlu dalam pernyataan resminya, Minggu (28/2) sore.

Kemenlu mengatakan Indonesia sangat prihatin atas meningkatnya kekerasan di Myanmar yang telah memakan korban jiwa. "Ucapan duka cita dan bela sungkawa yang mendalam kepada korban dan keluarganya," tulisnya.

Sementara itu, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, China dilaporkan bakal didesak untuk berperan lebih aktif dalam menyelesaikan krisis. Beijing menolak mengecam kudeta, dengan media pemerintah menyebutnya sebagai "reshuffle kabinet skala besar".

Sebagaimana diketahui, ratusan ribu orang turun ke jalan ketika Tatmadaw, nama kantor militer, menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi. Untuk membubarkan demonstrasi, aparat menembakkan mulai dari peluru karet, gas air mata, hingga peluru tajam.

Seorang aktivis, Maung Saungkha, menekankan sikap keras pihak berwenang tidak menggoyahkan langkah mereka. "Kami tahu bahwa kami akan ditembak dan terbunuh. Namun, kami tidak mau terus hidup di bawah junta," tuturnya sebagaimana dilansir Reuters.(*)

***

Editor: Muhammad Mihrob