Khutbah Jumat: Makna dan Batasan Taat Kepada Ulil Amri

 
Khutbah Jumat: Makna dan Batasan Taat Kepada Ulil Amri
Sumber Gambar: Foto Ist

KHUTBAH PERTAMA:

 

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ 

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mari kita senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Pemimpin atau penguasa mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia dalam syari’at Islam. Hal ini berkaitan dengan tinggi tugas dan besaranya tanggung jawab serta beratnya beban yang mereka pikul, menjaga agama dan mengatur dunia sebagai pengganti tugas kenabian. Kedudukan dan derajat yang tinggi diberikan kepada mereka sebagai hikmah dan maslahat yang harus direalisasikan, sehingga tidak timbul kekacauan, kerusakan dan musibah-musibah yang menyebabkan hilangnya kebaikan-kebaikan dan rusaknya agama dan dunia.

Baca juga: Khutbah Jumat: Etos Kerja Seorang Muslim

Diantara dalil yang menunjukkan tingginya kedudukan pemimpin dalam syari’at Islam adalah Allah mengandengkan kata ketaatan kepada-Nya dan ketaatan kepada Rasul-Nya dengan ketaatan kepada penguasa sebagaimana firman Allah SWT Qur’an surat An Nisa ayat 59,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً -٥٩-

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya"

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mendiskusikan  tentang siapa,  apa,  dan  bagaimana  sebenarnya ulil al-amri merupakan masalah yang selalu menarik dan tidak habis-habisnya, dari dahulu hingga sekarang. Hal ini dapat dilihat bagaimana mulai  organisasi  Islam,  perguruan  tinggi,  lembaga  kajian  Islam  dan lain  sebagainya  berulang  kali  melakukan  diskusi,  seminar  dan  kajian yang  mendalam  tentang  ulil al-amri.

Baca juga: Khutbah Jumat: Akan Datang Hari Mulut Dikunci

Secara bahasa Ulīl adalah bentuk jamak dari wali yang berarti pemilik atau yang mengurus dan menguasai. Bentuk jamak dari kata tersebut menunjukkan bahwa mereka itu banyak. Sedangkan kata al-amr adalah perintah atau urusan. Dengan demikian Ulil Amri adalah orang-orang yang berwenang mengurus urusan kaum muslim. Mereka adalah orang-orang yang bertanggungjawab dalam urusan kemasyarakatan

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam Tafsir at-Thabari disebutkan bahwa para ahli ta’wil berbeda pandangan mengenai arti ulil amri. Satu kelompok ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ulil amri adalah umara. Sekelompok ulama lain menyebutkan, bahwa ulil amri itu adalah ahlul ilmi wal fiqh (mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqih). Sebagian ulama lain berpendapat bahwa yang dimaksud ulil amri adalah sahabat-sahabat Rasulullah. Sebagian lainnya berpendapat ulil amri itu adalah hanya Abu Bakar dan Umar.

Imam al-Mawardi dalam kitab tafsirnya menyebutkan ada empat pendapat dalam mengartikan kalimat “ulul amri” pada QS An-Nisa:59. Pertama, ulil amri bermakna umara (para pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin masalah keduniaan). Kedua, ulil amri itu maknanya adalah ulama dan fuqaha. Ini menurut pendapat Jabir bin Abdullah, al-Hasan, Atha, dan Abi al-Aliyah. Ketiga, Pendapat yang mengatakan bahwa ulil amri itu adalah sahabat-sahabat Rasulullah saw. Dan pendapat keempat, yang berasal dari Ikrimah, lebih menyempitkan makna ulil amri hanya kepada dua sahabat saja, yaitu Abu Bakar dan Umar.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Menurut sebagian ulama, karena kata al-amr yang berbentuk ma‘rifah atau definite memiliki wewenang kekuasaan yang terbatas hanya pada persoalan-persoalan kemasyarakatan semata, bukan persoalan akidah atau keagamaan murni. Untuk persoalan akidah dan keagamaan murni harus dikembalikan kepada nash-nash agama (Al-Quran dan as-Sunnah).

Jika terjadi perbedaan pendapat dalam persoalan pemahamaan nash-nash agama, diselesaikan dengan menggunakan kaidah-kaidah perbedaan pendapat yang sudah ada dan biasa dalam sejarah pemikiran hukum Islam. Pemerintah tidak dapat melakukan intervensi dalam persoalan pemahaman terhadap nash, karena hal itu bukan wilayah kewenangannya. Tetapi jika terjadi perbedaan pendapat dalam persoalan kemasyarakatan yang bersifat ijtihadiyah, maka pemerintah dapat memutuskan pendapat mana yang akan diikuti.

Baca juga: Memaknai Dua Nikmat yang Sering Terlupakan, Sehat dan Waktu Luang

Siapapun yang masuk kategori Ulil Amri dalam wewenang terbatas sesuai dengan fungsi dan kompetensi masing-masing wajib melaksanakan tugasnya dengan jujur, amanah, adil, bertanggungjawab dan sifat-sifat baik lainnya yang relevan dengan kondisi masyarakatnya. Kepemimpinan Ulil Amri tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah. Kepatuhan kepada Ulil Amri bersifat relatif, tergantung sejauh mana Ulil Amri patuh pada Allah dan Rasul-Nya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam nash Qur’an kita memang diperintah oleh Allah untuk taat kepada ulil amri. Namun perlu dipahami bahwa perintah taat kepada ulil amri tidak digandengkan dengan kata “taat” sebagaimana kata “taat” yang digandengkan dengan Allah dan Rasul. Dalam hadits disebutkan,

Patuh dan taat pada pemimpin tetap ada selama bukan dalam maksiat. Jika diperintah dalam maksiat, maka tidak ada kepatuhan dan ketaatan.” (HR. Bukhari, no. 2955).

Muhammad Quraish Shihab, menjelaskan bahwa “Tidak disebutkannya kata “taat” pada ulil amri untuk memberi isyarat bahwa ketaatan tersebut tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul, dalam arti bila perintahnya bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka. Dalam kaidah lain yang sangat populer yaitu: “La thaat li makhluqin fi ma’shiyat al-Khaliq“. Tidak dibenarkan adanya ketaatan kepada seorang makhluk dalam kemaksiatan kepada Khaliq (Allah). Hal inilah yang menjadi batasan kita taat kepada Ulil Amri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikianlah khotbah singkat kali ini, semoga hal ini dapat menjadi bahan renungan yang mendalam, bagi kita semua amin.

بارَكَ اللهُ لِي ولَكُمْ فِي الْقُرْءانِ الْعَظِيمِ  ونَفَعَنِي وإِيَّاكُمْ مِنَ الْآياتِ  وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ أَقُلُ قَوْلِي  هذا وَأَسْتَغفِرُ اللهَ لِيْ ولَكُمْ ولِجَمِيعِ الْمٌسلِمِين فاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّه تعالى جَوادٌ كَرِيمٌ مَلِكُ بَرٌّ رَءُوْفٌ رَحِيمٌ.

KHUTBAH 2

سَيِّدُ الْإِنْسِ والْبَشَرِ.اللَّهمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ على سيِّدِنا على عَبْدِكَ  ورَسُولِك محمَّدٍ وآلِه وصَحْبِه مَااتَّصَلَتْ عَينٌ بِنَظَرٍ وأُذُنٌ بِخَبَرٍ. ( أمّا بعدُ ) فيَآايُّهاالنّاسُ اتَّقُوا اللهَ تعالى وَذَرُوا الْفَواحِشَ ما ظهَرَ مِنْها وما بَطَنَ وحافَظُوا على الطَّاعَةِ وَحُضُورِ الْجُمُعَةِ والجَماعَةِ . وَاعْلَمُوا  أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ  فِيه بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلائكةِ قُدْسِهِ. فَقالَ تعالى ولَمْ يَزَلْ قائِلاً عَلِيمًا: إِنَّ اللهَ وَملائكتَهُ يُصَلُّونَ على النَّبِيِّ يَآ أَيّها الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا اللَّهمَّ صَلِّ وسَلِّمْ على سيِّدِنا محمَّدٍ وعلى آلِ سيِدِنَا محمَّدٍ  كَما صَلَّيْتَ على سيِّدِنا إِبراهِيمَ وعلى آلِ سيِّدِنَا إِبراهِيمَ في الْعالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاء الرّاشِدِينَ الَّذينَ قَضَوْا بِالْحَقِّ وَكانُوا بِهِ يَعْدِلُونَ أَبي بَكْرٍ وعُمرَ وعُثْمانَ وعلِيٍّ وَعَنِ السَتَّةِ الْمُتَمِّمِينَ لِلْعَشْرَةِ الْكِرامِ وعَنْ سائِرِ أَصْحابِ نَبِيِّكَ أَجْمَعينَ وَعَنِ التَّابِعِينَ وتَابِعِي التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسانٍ إِلَى يَومِ الدِّينِ. اللَّهمَّ لا تَجْعَلْ لِأَحَدٍ مِنْهُمْ فِي عُنُقِنَا ظَلَامَة ونَجِّنَا بِحُبِّهِمْ مِنْ أَهْوالِ يَومِ الْقِيامَةِ. اللَّهمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ والمُسلمينَ وأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ والمُشْركِينَ. ودَمِّرْ أَعْداءَ الدِّينِ. اللَّهمَّ آمِنَّا فِي دُوْرِنا وأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنا. وَاجْعَلِ اللَّهمَّ وِلَايَتَنا فِيمَنْ خافَكَ وَاتَّقَاكَ  اللَّهمَّ آمِنَّا فِي دُوْرِنا وأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنا. وَاجْعَلِ اللَّهمَّ وِلَايَتَنا فِيمَنْ خافَكَ وَاتَّقَاكَ

DOA KHUTBAH

اللَّهمَّ اغْفِرْ لِلمُسلِمينَ والمُسلماتِ والمُؤْمنينَ والمُؤْمِناتِ الْأَحْياءِ مِنْهُمْ والْأَمْواتِ بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اللَّهمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ والوَباءَ والزِّنا والزَّلَازِلَ وَالمِحَنَ وَسُوءَ الفِتَنِ ما ظَهَرَ مِنْها وما بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا هَذا خاصَّةً وعَنْ سائِرِ بِلَادِ الْمُسلمينَ عامَّةً يا رَبَّ الْعَالَمِينَ.رَبَّنا آتِنا في الدّنيا حَسَنَةً وَفي الآخرة حَسَنَةً  وقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ والْإِحْسان وإِيتاءَ ذِي الْقُرْبَى  ويَنْهَى عَنِ الْفَحْشاءِ والْمُنْكَرِوَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ على نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ أَكْبَرُ.

 

_________________________________
Oleh: Oleh: Ahmad Baedowi, M.Si.

Referensi:
Shihab, M. Quraish, 2000,  Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati.
Aṭ-Ṭabarī, Abū Ja‘far Muhammad ibn Jarīr, 1988, Jāmi‘ al-Bayān ‘an Ta’wīl Āyi al-Qur’ān, Beirut: Dār al-Fikr.