Pintu Ijtihad ditutup, Dunia Jadi Stagnan dan Redup

 
Pintu Ijtihad ditutup, Dunia Jadi Stagnan dan Redup
Sumber Gambar: foto (ist)

Laduni.ID Jakarta - Kemarin malam aku kedatangan serombongan tamu, laki-laki dan perempuan, dalam rangka silaturrahim. Diantara mereka aku melihat seorang pemuda yang wajahnya aku kenal. Dia mengaku berasal dari daerah Lubuklinggau. Sumatera Selatan, tetapi lama tinggal di Jawa dan mesantren di Jawa Timur. Dia seorang budayawan muda sekaligus peminat tarekat dan sastra. Konon dia tengah menulis buku sejarah Tarekat-tarejat di Indonesia.

Baca Juga: KH. Husein Muhammad: Ketidaktahuan, Akar Intoleran

Sesudah ramah tamah dan celoteh ringan dengan semua, perbincangan berlangsung antara aku dan dia. Tamu yang lain menjadi pendengar yang baik. Aku bicara tentang geneologi keilmuan masyarakat pesantren. Dia menyebutnya "Sanad". Ini khas model keilmuan  Pesantren. Aku menyebutnya khas masyarakat tradisional.

Lalu bicara soal Islam masuk ke Indonesia berikut fase-fasenya. Gus Dur menyebutnya gelombang-gelombang. Dari Islam Sufistik ala Wihdah al Wujud, lalu Fiqih Sufistik, ala al-Ghazali, lalu Fiqih plural dan kini tengah menghadapi Fiqih Tunggal ala Wahabisme.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN

Masuk dengan Google
Dan dapatkan fitur-fitur menarik lainnya.
 

 

Tags