Wong NU dan Kopi

 
Wong NU dan Kopi
Sumber Gambar: foto (ist)

Laduni.ID Jakarta - Walaupun saya bukan golongan من الراقعين atau ahli hisap namun saya penikmat kopi. Sejak dulu di pondok.

Di awal mondok sudah biasa di kantin, di depan kamar, di lapangan belakang pondok menikmati wedang hitam ini diminum bareng-bareng, padahal gelasnya cuma satu.

Baca Juga: Asian Coffee and Tea Festival Acara untuk Penikmat Kopi

Setelah masuk jenjang awal Bahtsul Masail, kopi selalu menemani untuk mencari teks-teks hukum dalam kitab-kitab klasik untuk dijadikan jawaban persoalan kekinian. Ini sama seperti mencari jarum yang terjatuh dalam jerami. Sulit dan lama. Tapi menjadi tidak terasa karena ada kopi.

Setelah aktif di Kepengurusan Bahtsul Masail, saya sering diajak survei lokasi untuk perhelatan Bahtsul Masail. Saat rapat teknis dengan panitia lokal selalu ada titipan untuk kenyamanan para kiai dan ustaz sebuah kalimat "Tolong di ruang Bahtsul Masail disediakan kopi".

Rupanya hal semacam ini "ngopi bareng" sudah dijelaskan oleh para ulama mutaakhirin dalam Hasyiah Tuhfah atau Nihayah:

ﻭﻣﻦ اﻟﻤﺒﺎﺡ اﻻﺟﺘﻤﺎﻉ ﻓﻲ اﻟﻘﻬﻮﺓ اﻟﺘﻲ ﻟﻢ ﺗﺸﺘﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﺃﻣﺮ ﻣﺤﺮﻡ

"Diantaranya sesuatu yang diperbolehkan adalah kumpulan ngopi, selama tidak ada unsur yang haram"

Baca Juga: Tingkatkan Nilai Jual, Mahasiswa Undip  Ciptakan Masker dari Kopi 

Bagi saya yang sering menulis dan menyetir sendiri, kopi menjadi menu coffee break. Kalau perjalanan biasanya saya cari minimarket lalu buat kopi. Itu dulu. Sekarang kembali ke habitat kopi yang asli, Arabica atau Robusta.

Oleh: Ustadz Ma’ruf Khozin