Antara Sufi, Spiritualitas dan Neuroscience

 
Antara Sufi, Spiritualitas dan Neuroscience
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Ada sebuah studi yang dipublikasikan pada 29 Mei 2018 di The Journal of Cerebral Cortex: Para ahli dari Yale University melakukan serangkaian riset untuk memahami bagian-bagian otak yang paling aktif saat seseorang mendapatkan pengalaman spiritual. Parietal cortex ternyata menjadi bagian yang paling aktif saat seseorang merasa sedang berinteraksi dengan sesuatu yang sangat besar di luar dirinya, atau yang maha kuasa atau paling menentukan hidupnya dan alam semesta, misalnya Tuhan.

Parietal cortex ini adalah bagian dari otak yang biasanya disebut menjadi aktif saat seseorang sedang berkonsentrasi, atau sedang sangat menyadari dirinya atau sekelilingnya. Biasanya aktivitas yang meningkat di parietal cortex ini terjadi saat seseorang berdoa atau melakukan meditasi, atau juga melakukan aktivitas semacam itu, termasuk dzikir, melantunkan ayat-ayat suci dan lagu atau bunyi-bunyian rohani.

Professor of psychiatry, Marc Potenza, dari Yale Child Study Center menyebut pengalaman spiritual adalah sesuatu yang penting untuk memberi pengaruh positif pada kehidupan seseorang. Sehingga memahami penjelasan sains mengenai apa yang terjadi di otak ini akan membantu kita untuk mampu memperbaiki kualitas pikiran kita, mental, perilaku atau hidup kita, terutama untuk menjadi manusia yang lebih baik atau tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.p

Pengalaman spiritual ini ternyata bisa diperoleh dari aktivitas religius ataupun yang lainnya. Misalnya perasaan bersatu dengan alam bisa diperoleh saat dari berbagai macam aktivitas, seperti saat berolahraga di alam bebas dan aktivitas positif lainnya.

Dalam hal ini, Maulana Rumi tercatat melakukan tariannya yang terkenal saat menghasilkan puisi-puisinya yang indah dan memiliki kedalaman yang tiada terkira. Tarian Rumi masih dipraktikkan hingga sekarang. Sekelompok penari mulai dengan tarikan nafas yang dalam (semacam meditasi), lalu secara serempak melafadhkan Allah... Allah..., berkali-kali. Lalu muncul tabuhan gendang perlahan mengiringi tarian, berputar berlawanan dengan arah jarum jam. Kemudian kalimat La ilaha illallah diucapkan perlahan yang semakin lama semakin cepat dan keras. Para penari ini bisa melakukannya berjam-jam tanpa menyadari waktu yang berjalan.

Sebuah artikel di Newsweek mengenai mysticism menyebut proses tarian Rumi itu seperti ini: 

"These rites manage to tap into a precise brain mechanisms that tends to make believers interpret perceptions and feelings as evidence of God, or at least transcendence. Rituals also tend to focus on the mind, blocking out sensory perceptions including those that the orientation area uses to figure out the boundaries of the self."

"Berbagai ritus tersebut berhasil memanfaatkan mekanisme otak yang tepat yang cenderung membuat orang percaya dalam menafsirkan persepsi dan perasaan sebagai bukti adanya Tuhan, atau setidaknya mengalami transendensi. Ritual juga cenderung berfokus pada pikiran, menghalangi persepsi indra termasuk yang digunakan area orientasi untuk mengetahui batas-batas diri."

Semoga bermanfaat. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 02 Juni 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: M. Jojo Rahardjo

Editor: Hakim