Penjelasan Ulama Madzhab Syafi’i Tentang Murtad

 
Penjelasan Ulama Madzhab Syafi’i Tentang Murtad
Sumber Gambar: Foto (ist)

Laduni.ID Jakarta - Al-Imam Yahya ibn Syaraf an-Nawawi asy-Syafi’i (w 676 H) dalam kitab Minhaj ath-Thalibin Wa ‘Umdah al-Muftin, h. 293, berkata: “Kitab tentang riddah/kufur. Ridah adalah memutuskan Islam, baik karena niat, karena perbuatan, atau karena perkataan, dan sama halnya ia mengatakannya untuk tujuan menghinakan, atau karena mengingkari, dan atau karena meyakini (kata-kata kufur tersebut”.

ﻭﻗﺎﻝ ﺃﻳﻀﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﻭﺿﺔ ﺝ 10/52 ”: ﻭﻗﺎﻝ ﺃﻱ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻓﻲ ﻣﻮﺿﻊ ﺇﺫﺍ ﺃﺗﻰ ﺑﺎﻟﺸﻬﺎﺩﺗﻴﻦ ﺻﺎﺭ ﻣﺴﻠﻤﺎ ” ﺍﻫـ ﻭﻗﺎﻝ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭﺍﺕ ﺝ 8/282 ”: ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻟﺬﻱ ﻗﻄﻊ ﺑﻪ ﺍﻟﺠﻤﻬﻮﺭ ﺃﻥ ﻛﻠﻤﺘﻲ ﺍﻟﺸﻬﺎﺩﺗﻴﻦ ﻻ ﺑﺪ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻭﻻ ﻳﺤﺼﻞ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺇﻻ ﺑﻬﻤﺎ “ ﺍﻫـ

Dalam kitab Raudlah ath-Thalibin, j. 10, h. 52, al-Imam an-Nawawi berkata: “Di suatu bagian (tulisannya); Imam Syafi’i berkata bahwa orang murtad ini bila mendatangkan/mengucapkan dua kalimat syahadat maka ia menjadi muslim”.

Baca Juga: Penjelasan Makam orang Murtad sampai Mati

Dalam kitab al-Kaffarat, j. 8, h. 282, al-Imam an-Nawawi berkata: “Pandapat yang telah ditetapkan oleh para ulama bahwa dua kalimat syahadat wajib didatangkan/diucapkan oleh seorang yang murtad, dan bahwa ia tidak menjadi muslim kembali kecuali dengan dua kalimat syahadat ini”.

Syekh Taqiyyuddin Abu Bakr ibn Muhammad al-Hushni asy-Syafi’i, salah seorang ulama terkemuka dalam madzhab Syafi’i yang hidup di abad sembilan 9 hijriyah, dalam kitab Kifayah al-Akhyar Fi Hall Ghayah al-Ikhtishar, h. 200, berkata: “Pasal; Tentang riddah. Riddah dalam pengertian syari’at adalah kembali dari Islam kepada kufur, dan memutuskan Islam tersebut. Riddah ini kadang terjadi karena ucapan, kadang karena perbuatan, dan kadang karena kayakinan. Setiap satu bagian dari tiga macam kufur ini memiliki cabang/contoh yang sangat banyak sekali tidak terhingga, berikut ini kita sebutkan beberapa contoh supaya kita bisa mengetahui contoh-contoh lainnya yang serupa dengannya yang tidak kita sebutkan di sini. Kufur perkataan contohnya seorang yang mencaci-maki salah seorang Nabi dari para Nabi Allah (yang telah disepakati kenabiannya), dan atau merendahkannya; maka orang ini telah kafir dengan kesepakan ulama (ijma’). Contoh lainnya bila seseorang berkata kepada sesama muslim tanpa memiliki takwil (tanpa alasan yang dapat dibenarkan dalam syari’at); “Wahai orang kafir!!”, maka yang memanggil tersebut menjadi kafir, karena dengan demikian ia telah menamkan ke-Islam-an seseorang sebagai kekufuran. Kufur fi’li (kufur karena perbuatan) contohnya seperti sujud kepada berhala, matahari, bulan, atau melemparkan/membuang al-Qur’an di tempat yang menjijikan, dan praktek sihir dengan jalan menyembah matahari. Contoh lainnya bila ia berbuat suatu perbutan kufur yang nyata-nyata hanya dilakukan oleh orang-orang kafir; maka ia menjadi kafir, sekalipun saat melakukannya ia merasa bahwa diri seorang muslim”. Adapun kufur I’tiqadi (kufur karena keyakinan rusak) contohnya sangat banyak sekali, di antaranya seperti orang yang berkeyakinan bahwa alam ini (segala sesuatu selain Allah) tidak memiliki permulaan, atau menafikan/mengingkari sesuatu yang secara ijma’ telah disepakati bagi Allah (seperti sifat wujud [Allah maha ada], qidam [tanpa permulaan], baqa’ [tanpa penghabisan], sama’ (bahwa Allah maha mendengar], dan lainnya), atau sebaliknya menetapka sesuatu yang secara ijma’ telah disepakati ketiadaannya dari Allah; seperti warna, menempel, berpisah (dan berbagai sifat benda lainnya); maka orang ini telah menjadi kafir. Contoh lainnya bila ia menghalalkan sesuatu yang secara ijma’ telah disepakati keharamannya (seperti zina, membunuh tanpa hak, mencuri, dan lainnya), atau sebaliknya mengharamkan sesuatu yang secara ijma’ telah disepakati kehalalannya (seperti nikah, jual beli, dan lainnya), atau berkeyakinan wajib terhadap sesuatu yang secara ijma’ telah disepakati bukan sebagai perkara wajib; maka orang ini telah menjadi kafir. Contoh lainnya bila seseorang mengingkari sesuatu yang secara ijma’ telah disepakati kewajibannya serta telah diketahui kewajiban tersebut oleh seluruh orang Islam (seperti shalat lima waktu); maka ia telah menjadi kafir. Kemudian Imam an-Nawawi dalam kitab Syarah al-Muhadz-dzab dalam menjelasan tatacara shalat bahwa kaum Mujassimah (kaum yang mengatakan bahwa Allah adalah benda; memiliki bentuk dan ukuran) adalah orang-orang yang harus dikafirkan. Aku (Abu Bakr al-Hushni) katakan; Inilah kebenaran yang tidak dapat diganggugugat (artinya bahwa kaum Mujassimah adalah orang-orang kafir), oleh karena keyakinan demikian sama saja dengan menyalahi al-Qur’an (yang telah jelas menetapkan bahwa Allah tidak menyerupai suatu apapun dari makhluk-Nya)”.

Baca Juga: Syeikh Nawawi Hukumi Murtad Orang yang Memanggil “Kafir!”, Hati-hati!

Al-Imam Muhammad ibn Idris asy-Syafi’i (w 204 H), Imam perintis madzhab Syafi’i, dalam kitab al-Umm, j. 6, h. 160, dalam menjelaskan keadaan/hukum seorang yang murtad dan istri seorang yang murtad, berkata: “Jika seseorang menjadi murtad/keluar dari Islam dan ia memiliki istri, atau jika seorang perempuan keluar dari Islam dan ia memiliki seorang suami; maka pasangan ini menjadi terpisahkan (artinya secara otomatis manjadi rusak tali pernikahannya). Dan bila yang murtad ini kembali masuk Islam sebelum habis masa iddah –istrinya– (yaitu 3 kali suci) maka keduanya kembali menjadi pasangan suami istri (tanpa harus membuat akad nikah yang baru). Namun bila salah satunya belum masuk Islam kembali hingga habis masa iddah –si istri– (yaitu 3 kali suci); maka terpisahlah antara pasangan suami istri ini, dan pisah di sini karena rusak (tali pernikahannya) bukan karena talaq/cerai”. (Penjelasan; Bila salah satunya masuk Islam kembali setelah habis masa iddah lalu hendak membangun rumah tangga kembali maka harus membuat akad nikah yang baru).

ﻭﻗﺎﻝ ﺗﺎﺝ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﺴﺒﻜﻲ ‏( ﺕ 771 ﻫـ ‏) ﻓﻲ ﻃﺒﻘﺎﺗﻪ ﺝ 1/91 ﻣﺎ ﻧﺼﻪ ”: ﻭﻻ ﺧﻼﻑ ﻋﻨﺪ ﺍﻷﺷﻌﺮﻱ ﻭﺃﺻﺤﺎﺑﻪ ﺑﻞ ﻭﺳﺎﺋﺮ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺃﻥ ﻣﻦ ﺗﻠﻔﻆ ﺑﺎﻟﻜﻔﺮ ﺃﻭ ﻓﻌﻞ ﺃﻓﻌﺎﻝ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﺃﻧﻪ ﻛﺎﻓﺮ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﻣﺨﻠﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻭﺇﻥ ﻋﺮﻑ ﻗﻠﺒﻪ ” ﺍﻫـ .

Al-Imam Tajuddin Abdul Wahhab ibn Ali as-Subki (w 771 H) dalam kitab Thabaqat asy-Syafi’iyyah al-Kubra, j. 1, h. 91, berkata: “Tidak ada perbedaan pendapat antara Imam al-Asy’ari dan para ulama pengikutnya, bahkan tidak ada perbedaan pendapat di antara segenap orang Islam bahwa seorang yang berkata-kata kufur atau berbuat perbuatan kufur; maka ia telah kafir kepada Allah yang Maha Agung, ia akan dikekalkan di dalam neraka, sekalipun hatinya mengingkari itu (artinya; sekali hatinya tidak berniat keluar dari Islam)”.
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻧﻮﻭﻱ ﺍﻟﺠﺎﻭﻱ ﺍﻟﺒﻨﺘﻨﻲ ‏( ﺕ 1316 ﻫـ ‏) ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﻣﺮﺍﺡ ﻟﺒﻴﺪ : }“ ﻭَﻣَﻦ ﻳَﻜْﻔُﺮْ ﺑِﭑﻹﻳﻤَـٰﻦِ ﻓَﻘَﺪْ ﺣَﺒِﻂَ ﻋَﻤَﻠُﻪُ { ﺃﻱ ﻭﻣﻦ ﻳﻜﻔﺮ ﺑﺸﺮﺍﺋﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﺘﻜﺎﻟﻴﻔﻪ ﻓﻘﺪ ﺑﻄﻞ ﺛﻮﺍﺏ ﻋﻤﻠﻪ ﺍﻟﺼﺎﻟﺢ ﺳﻮﺍﺀ ﻋﺎﺩ ﺇﻟﻰ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺃﻭﻻً “ ﺍﻫـ .

Syekh Muhammad ibn Umar Nawawi al-Jawi al-Bantani (w 1316 H) dalam kitab tafsir yang dikenal dengan at-Tafsir al-Munir atau dikenal dengan Tafsir Marah Labid, menuliskan: “Firman Allah:

ﻭَﻣَﻦ ﻳَﻜْﻔُﺮْ ﺑِﭑﻹﻳﻤَـٰﻦِ ﻓَﻘَﺪْ ﺣَﺒِﻂَ ﻋَﻤَﻠُﻪُ ‏( ﺍﻟﻤﺎﺋﺪﺓ : 5 )

“Barangsiapa kufur dengan keimanan maka menjadi sia-sialah amalannya” (QS. Al-Ma’idah: 5). Artinya, bahwa seorang yang kafir kepada syari’at-syari’at Allah dan kafir kepada ajaran-ajaran-Nya (hukum-hukum-Nya) maka manjadi sia-sia seluruh amal salehnya, sama halnya setelah itu ia kembali kepada Islam atau tidak”.
---------
Editor: Nasirudin Latif