Biografi Umi Waheeda

 
Biografi Umi Waheeda

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Masa Menuntut Ilmu
2.2       Guru-guru Beliau
2.3       Mengasuh Pesantren

3          Penerus Beliau
3.1       Anak-anak Beliau
3.1       Murid-murid Beliau

4          Karier
4.1       Karier Beliau

5         Teladan Beliau
6         Inisiatif Pemanfaatan Limbah
7         Referensi

 1  Riwayat Hidup dan Keluarga

   1.1  Lahir

        Umi Waheeda lahir di Singapura pada tanggal 14 Januari 1968 M, dari pasangan ibu Safinah binti Abdurrahman dan Bapak Abdurrahman bin Adnan. Beliau merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Sejak dini hidup Umi dihiasi dengan serentetan prestasi diberbagai bidang kejuaraan. Berbagai penghargaan dan kejuaraan berhasil disabetnya seperti olimpiade Fisika, tari melayu, dan cabang olah raga lari.

    1.2  Riwayat Keluarga
         Beliau mengakhiri masa lajang pada umur 20 tahun menikah dengan Syeikh Habib Saggaf. Pernikahan berlangsung pada tanggal 5 Mei 1988 di Singapura. Beliau dikaruniai 7 anak putera-puteri, di antaranya:

        1. Syarifah Ruqaya
        2. Syarifah Rodia
        3. Habib Muhammad
        4. Habib Hasan
        5. Habib Abdul Qadir
        6. Syarifah Hiliyr
        7. Habib Habibullah

 2  Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

   2.1  Mengembara Menuntut Ilmu
.        Umi dan adik-adiknya dibesarkan di kota modern I Queens Town-Singapura. Setelah menyelesaikan pendidikan di Scondary School, Umi melanjutkan pendidikan di Resent Girl School dengan konsentrasi jurusan sastra bahas Inggris level Cambridge. Setelah lewat tiga tahun, Umi memutuskan untuk nyantri di Darul Ulum International School di Surabya dan berguru kepada Syeikh Habib Saggaf. Disini berbagai bidang ilmu agama beliau serap dan beberapa literatur kitab kuning telah beliau translit ke dalam bahasa Inggris.

         2.2  Guru-guru Beliau
         Syeikh Habib Saggaf

         2.3  Mengasuh Pesantren
         Setelah selesai melaksanakan pernikahan, Umi memutuskan untuk menetap di Indoneia dan mendampingi Abah untuk berdakwah. Abah Saggaf mengembangkan sayap dakwahnya ke Bintaro dengan membuka sebuah majelis ta’lim yang berlokasi di Masjid Raya Bintaro. Bertahun-tahun menetap di wilayah tersebut, jumlah peserta jama’ah majelis ta’lim pun semakin membludak.

        Tetapi pada tahun 1998 di Masa Orde Baru, Indonesia mengalami krisis moneter luar biasa. Banyak para remaja putus sekolah akibat situasi ekonomi yang tidak bersahabat. Kenyataan ini membuat Abah dan Umi hijrah ke Parung Kabupaten Bogor untuk merintis sebuah lembaga pendidikan bebas biaya.

        Lembaga tersebut saat ini dikenal dengan nama Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman. Pada tahun 2001 Umi memutuskan untuk berpindah  kewarganegaraan menjadi warga Negara Indonesia agar lebih fokus dalam merintis lembaga tersebut. Lambat laun nama Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman mulai populer dengan pesantren yang seluruh biaya pendidikan, pengobatan, makan-minum serta sarana dan pra-sarana secara cuma-cuma alias gratis.

        Pada tanggal 12 November 2010 Umi mendapatkan cobaan berat dengan berpulangnya Abah Saggaf, Suami tercinta, ke rahmatullah. Sebelum wafat, Abah berpesan, “Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman harus tetap gratis sampai kiamat”. Begitu berat amanat yang Umi emban, tetapi sekarang Umi telah menorehkan keberhasilan luar biasa. Pesantren tersebut telah menerima predikat penghargaan sebagai ‘Pondok tauladan di seluruh Indonesia’.

        Sekarang ini, jenjang pendidikan Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman menganut sistem pembelajaran yang memadukan antara sistem pembelajaran salafiyyah (klasik) dan sistem pendidikan modern. Sistem pembelajaran salafiyyah diisi dengan pembahasan kitab-kitab klasik seperti Tafsîr al-Jalâlain dalam bidang tafsir, dan kitab al-Ajurûmiyah, al-‘Imrîthî, Alfiyah dalam bidang nahwu.

       Dalam bidang fiqih diajarkan kitab Safînatun Najâh, al-Ghâyah wa al-Taqrîb, dan Fathul Mu’în. Begitu juga seterusnya dalam bidang ilmu yang lain juga dibahas kitab-kitab yang sesuai. Sedangkan sistem pendidikan modern dalam pesantren ini merujuk pada kurikulum yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.

 3  Penerus Beliau

 3.1   Anak-anak Beliau
         Anak-anak beliau yang menjadi penerus beliau adalah:

        1. Syarifah Ruqaya
        2. Syarifah Rodia
        3. Habib Muhammad
        4. Habib Hasan
        5. Habib Abdul Qadir
        6. Syarifah Hiliyr
        7. Habib Habibullah

 3.2  Murid-murid Beliau
       
Murid-murid beliau adalah para santri di pesantren Nurul Iman

 4  Karier

         4.1   Karier Beliau
         Menjadi pengasuh pesantren Nurul Iman

5  Teladan Beliau

         Sosok Umi Waheeda mencerminkan seorang figur yang mencintai ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah-satu penulis   biografi beliau, Eti Rahmawati, “Umi sangat mencintai ilmu, sebab baginya tidak ada yang membuat manusia menjadi mulia selain iman dan ilmu”. Bahkan disela-sela kesibukannya dalam mengasuh belasan ribu santri, Umi masih menyempatkan diri untuk kuliah untuk meraih gelar S3 di salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia.

           Semua fasilitas pesantren mulai dari pendidikan, tempat tinggal, kesehatan dan lain-lain itu dinikmati santri secara gratis. Di pesantren yang beliau pimpin itu, Umi Waeeda mengajari santri bagaimana cara berbisnis. Disana juga ada pabrik tahu-tempe yang dikelola santri sehingga anak didiknya yang telah lulus dari pesantren diharapkan bisa hidup mandiri berbekal ilmu yang diperoleh selama belajar di pesantren Nurul Iman.

           Dilihat dari kisah Umi, beliau adalah sosok wanita yang bertanggung jawab serta mendedikasikan hidupnya untuk meningkatkan kebutuhan   pendidikan di Indonesia.  Mengelola pesantren dengan ribuan santri yang tinggal di dalamnya adalah tugas berat. Dalam memenuhi amanat yang dibebankan kepada Umi Waheeda tersebut, beliau memberikan teladan tentang bagaimana menjalankan amanat.    

6  Inisiatif Pemanfaatan Limbah

          Aspirasi untuk mendirikan pabrik roti berasal dari Syekh Habib Saggaf, disamping Habib juga sempat menjalankan beberapa kegiatan wirausaha sebelumnya. Menurut Umi Waheeda, pabrik roti yang dibangun di dalam pesantren itu berdiri atas hasil mendaur ulang sampah, dan mejadi unit usaha yang pertamakali dikembangkan oleh pesantren.

        Sampah-sampah itu berasal dari para santri sendiri dimana sebelumnya untuk memusnahkan sampah dilakukan dengan cara dibakar. Karena Umi alergi berat dengan asap, akhirnya beliau bilang kepada Syeikh Saggaf untuk menjual saja sampah-sampah itu agar bisa didaur ulang sebagaimana di tempat-tempat lain.

        Hasil penjualan sampah itu mencapai 20 juta rupiah yang akhirnya digunakan untuk modal mendirikan pabrik roti. Beliau menuturkan ceritanya,“Asal usul daur ulang, waktu itu dengan 10 ribu siswa-siswi dengan sampahnya itu bergunung-gunung. Waktu itu kebiasaan di sini, mereka suka bakar sampah. Saya alergi berat, ya namanya asap saya pasti pilek. Akhirnya saya bilang ke Habib, kalau di luar itu kan ada daur ulang, yuk kita lakukan itu juga. Kita mulai kumpul sampah dan dijual.

       Bayangkan kita dapat dari hasil daur ulang itu, plasmanya sekitar Rp. 20 juta, itu modal utama kita untuk bikin pabrik roti. Jadi bisa bayangkan, dari sampah akhirnya bisa modal pabrik roti. Umi Waheeda memiliki prinsip kuat bahwa pondok yang diampunya itu berciri khas free and high quality, gratis dengan kualitas tinggi. Walaupun gratis tetapi selalu mengedepankan kualitas.

7  Referensi

https://www.nuruliman.or.id/biografi-umi

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya