Perbedaan Ahli Fiqh dan Penceramah Menurut KH. Taufik Damas

 
Perbedaan Ahli Fiqh dan Penceramah Menurut KH. Taufik Damas
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Fenomena ustad dadakan ini memang sudah diprediksi jauh oleh Nabi SAW, bahkan Ibnu Mas'ud (sahabat Nabi) pernah berkata:

وَسَيَأْتِي مِنْ بَعْدِكُمْ زَمَانٌ؛ قَلِيلٌ فُقَهَاؤُهُ، كَثِيرٌ خُطَبَاؤُهُ، كَثِيرٌ سُؤَّالُهُ، قَلِيلٌ مُعْطُوهُ

"Setelah zaman kalian ini, akan datang zaman di mana ada sedikit ahli fiqh dan ada banyak tukang ceramah. Ada banyak yang meminta dan ada sedikit yang memberi."

Wakil Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama atau NU DKI Jakarta, KH. Taufik Damas menjelaskan bahwa ahli fiqh dan tukang ceramah memiliki definisi yang berbeda.

“Ahli fiqh menggunakan ilmu Usul Fiqh untuk mengeluarkan keputusan hukum. Ayat dan hadits adalah sumber utama. Dari ayat dan hadits, ahli fiqh menganalisa,” dikutip dari postingan di laman Facebook pribadi beliau pada Kamis, 17 Juni 2020.

Beliau melanjutkan, dalam analisanya, ahli fiqh selalu melakukan komparasi, merujuk asbabun nuzul, asbabul wurud, sejarah, analisis linguistik, dll.

“Dari proses itulah mereka mengambil keputusan hukum yang bisa beragam, tidak hanya satu. Jelas lebih bisa dipertanggungjawabkan,” tulis KH. Taufik Damas.

“Beda halnya dengan penceramah yang tidak mengerti soal ini. Mereka tidak akan bisa berpikir seperti ahli fiqh. Jangan heran kalau ada penceramah asal njeplak mengeluarkan keputusan hukum. Tidak ada kehati-hatian. Pokoknya ada ayat dan hadits, maka jadi hukum. Padahal tak bisa begitu dalam urusan hukum,” lanjut beliau.

Gus Dur juga pernah memprediksi fenomena penceramah dadakan yang tidak begitu paham dengan agama, namun memberikan fatwa agama. Dikisahkan oleh Kiai Said Aqil, waktu Gus Dur masih menjadi Ketua Umum PBNU, “nanti akan datang masa, ada orang bukan keturunan pesantren dipanggil ustaz.”

Disadur dari postingan di laman Facebook pribadi KH. Taufik Damas


Editor: Daniel Simatupang