Pentingnya Etika Profesi Akuntan

 
Pentingnya Etika Profesi Akuntan
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Untuk pertama kalinya, dalam kongres tahun 1973 IAI menetapkan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia, yang saat itu diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengatur standar mutu terhadap pelaksanaan pekerjaan akuntan. Standar mutu ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan. Setelah mengalami perubahan, maka tahun 1998 Ikatan Akuntan Indonesia menetapkan delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI baik di pusat maupun di daerah.

Pentingnya Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Pengertian etika sendiri merupakan Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.

Etika tidak bisa dilepaskan dari peran akuntan dalam memberikan informasi bagi pengambilan keputusan. Pada prinsip etika profesi dalam kode etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan tentang pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip etika profesi akuntan dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Memiliki pertimbangan moral dan profesional dalam tugasnya sebagai bentuk tanggung jawab profesi. b) Memberikan pelayanan dan menghormati kepercayaan publik. c) Memiliki integritas tinggi dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik. d) Menjunjung sikap obyektif dan bebas dari kepentingan pihak tertentu. e) Melaksanakan tugas dengan kehati-hatian sesuai kompetensi dalam memberikan jasa kepada klien. f) Menjaga kerahasiaan informasi dan tidak mengungkapkan informasi tanpa persetujuan. g) Menjaga reputasi dan menjauhi tindakan yang mendiskreditkan profesinya.

Ketika seorang akuntan tidak mematuhi etika, mereka biasanya akan cenderung melakukan pelanggaran, baik itu pelanggaran ringan maupun pelanggaran berat. Untuk itu Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan peraturan yang mengatur akuntan publik di Indonesia yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 Tentang Jasa Akuntan Publik. Dalam hal terjadinya pelangaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam memberikan jasanya, baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran apapun yang bersifat pelanggaran ringan hingga yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan PMK No. 17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi administratif, berupa: sanksi peringatan, sanksi pembekuan ijin dan sanksi pencabutan ijin seperti yang diatur antara lain dalam pasal 62, pasal 63, pasal 64 dan pasal 65.

Penghukuman dalam pemberian sanksi hingga pencabutan izin baru dilakukan dalam hal seorang Akuntan Publik tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam SPAP dan termasuk juga pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta juga melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan, atau juga akibat dari pelanggaran yang terus dilakukan walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan izin sebelumya, ataupun tindakan-tindakan yang menentang langkah pemeriksaan sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran profesionalisme akuntan publik. Akan tetapi, hukuman yang bersifat administratif tersebut walaupun diakui merupakan suatu hukuman yang cukup berat bagi eksistensi dan masa depan dari seorang Akuntan Publik ataupun KAP, ternyata masih belum menjawab penyelesaian permasalahan ataupun resiko kerugian yang telah diderita oleh anggota masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan hasil audit dari Akuntan Publik tersebut.

Agar pelanggaran-pelanggaran yang tidak diinginkan itu tidak terjadi, di sinilah dibutuhkan  bagaimana strategi membangun kepatuhan etika akuntan.

Di dalam kode etik profesi akuntan publik – IAPI, terdiri dari 2 bagian: Bagian A, berisi prinsip dasar etika profesi yang memberikan kerangka konseptual untuk penerapan prinsip tersebut. Bagian B, berisi penerapan kerangka konseptual tersebut pada situasi tertentu. Dengan kata lain, bagian A berisi dasar konseptual etika, bagian B berisi petunjuk teknis pelaksanaan etika profesi. Prinsip dasar etika profesi akuntan publik, yang terdapat di bagian A, terdiri dari: 1. Prinsip Integritas, yaitu setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalankan hubungan profesional; 2. Prinsip Obyektifitas, yaitu setiap praktisi harus obyektif, tidak memihak dan tidak boleh membiarkan unsur subyektifitas, benturan kepentingan, mempengaruhi pertimbangan profesionalnya; 3. Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan & Kehati-hatian Profesional (Professional Competence and Due Care), yaitu setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya agar senantiasa kompeten dalam melaksanakan aktifitas profesinya sesuai standar profesi dan kode etik profesinya; 4. Prinsip Kerahasiaan, yaitu setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya tanpa persetujuan kliennya, sesuai ketentuan perundangan yang berlaku; 5. Prinsip Perilaku Profesional, yaitu setiap praktisi wajib untuk mentaati peraturan dan perundangan yang berlaku.

Iran dan Venezuela adalah merupakan contoh dari sebuah negara yang memiliki kemandirian dari segala hal, termasuk profesi akuntan publiknya. Mereka tidak alergi terhadap perubahan, mereka bahkan telah melakukan addoption standar laporan keuangan IFRS, IAS serta ISA, namun menyangkut etika profesi akuntan publik, negara tersebut memiliki konsep yang sedikit berbeda dalam membangun conceptual framework. Nilai-nilai moral yang mereka anut, masuk di dalam prinsip etika profesi akuntan. Akibatnya, pada saat sebuah KAP di sana melakukan audit yang berkaitan dengan sumber daya alam yang dimiliki negara, mereka ekstra hati-hati, untuk menjaga jangan sampai terdapat hal-hal yang merugikan negara dan rakyatnya, tidak diketahui oleh auditor, meski KAP tersebut merupakan member dari Big Four, namun kemandirian akuntan lokal tetap terlihat. Demikian juga halnya dengan China yang merupakan negara Komunis. Semangat nasionalisme Akuntan Publiknya sangat tinggi.

Hal-hal seperti inilah yang patut dibangun sebagai dasar etika profesi akuntan publik di Indonesia dalam era globalisasi dan kompetitif saat ini. Tanpa hal tersebut maka akuntan publik Indonesia tidak akan memiliki identitas, kemandirian serta posisi bargain. Globalisasi bukan berarti harus meninggalkan kepentingan bangsa dan negara, globalisasi tidak boleh diartikan sebagai penyeragaman kepentingan yang disesuaikan dengan kepentingan asing, namun harus tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia. Dalam hal ini selain organisasi IAPI yang memiliki tugas dan fungsi untuk melindungi dan memberdayakan akuntan publik lokal, maka pemerintah beserta DPR melalui perangkat aturan yang dikeluarkannya juga turut melindungi keberadaan dari akuntan publik lokal, dan tidak gampang membuat aturan yang memungkinkan pihak asing untuk bebas berprofesi di wilayah negara Indonesia. Faktanya saat ini, aturan membolehkan asing berpraktek sebagai akuntan publik di Indonesia. Sangat berbeda dengan profesi Dokter dan Lawyer, yang begitu melindungi kepentingan profesinya. Dengan kondisi yang seperti ini maka fungsi Pemerintah dan organisasi IAPI yang dimaksudkan untuk menjaga dan melindungi profesi akuntan publik dalam rangka pembinaan akan menjadi tidak tercapai. Dan bukan tidak mungkin justru yang terjadi adalah sebaliknya pembinasaan profesi akuntan publik.

Oleh: Wildan Royandi – Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia


Editor: Daniel Simatupang