Shalat Berpengaruh Besar pada Kehidupan Seseorang

 
Shalat Berpengaruh Besar pada Kehidupan Seseorang
Sumber Gambar: KH. Arwani Kholil memakai peci putih saat pemilu 2019 (PCNU Pati)

Laduni.ID, Jakarta – KH. Arwan Cholil memberikan resep agar menjadi orang baik, "Kalau ingin jadi orang baik, Sholatnya diperbaiki. Jika sudah diperbaiki tetap belum baik koreksi lagi sholatmu."

Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi menjelaskan di dalam firman Allah:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Artinya: "Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar." (QS. Al-'Ankabut: 45) 

Firman Allah: (الصَّلَاةَ) yang dita'rifkan dengan "al" memberikan pemahaman bahwa sholat tidak akan dapat mencegah dari kekejian dan kemungkaran kecuali jika orang yang sholat tersebut melakukannya dengan baik, menjaga hal-hal yang diwajibkan dan yang disunnahkan dalam sholat, dan disertai khusyu' dan hadirnya hati. Hingga sholat tersebut menjadi sempurna dan bisa mencegah dari kekejian dan kemunkaran. (Kalāmul Habib 'idrus al-Habsyi: 81)

Maulana Habib Luthfi bin Yahya Dawuh:

Apa makna dari ayat "Wasta'inu bishshabri washsholāh; tolong-menolonglah dalam kesabaran dan shalat?" (QS. al-Baqarah ayat 45)

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ

Kita mengambil makna yang paling bawah (dasar) dulu, mengingat kalimat ayat tersebut berhubungan dengan dunia tasawuf. Pendidikan tasawuf pertama kali adalah berdasarkan wasta'inu bishshabri washshalah. Orang-orang yang ma'rifat atau kaum 'arifin ketika mendengar panggilan adzan atau perintah shalat, hati para beliau tergugah dan senang. Ingin segera memenuhi panggilan shalat. Menganggap panggilan itu adalah kehormatan, bukan beban. Bagaimana dengan kita ketika adzan berkumandang?

Sebagai gambaran, tanpa bermaksud menyamakan Allah dengan makhluk – na'udzubillah min dzalik – hanya untuk memudahkan pemahaman. Ketika santri dipanggil kiai, hati itu ingin matur ini-itu, ada hajat ini-itu, macam-macam. Senangnya juga bukan main. Padahal ketika sudah berhadapan, cuma bisa diam. Tak bisa ngomong apa-apa. Yang ada cuma rasa senang luar biasa dipanggil kiai. Sementara teman-teman di kamar sudah menunggu untuk menanyainya, dapat perintah apa dari kiai? Dapat dawuh apa? Macam-macam pertanyaan.

Lha para 'arifin seperti itu (keadaannya) ketika menerima panggilan shalat. Beliau-beliau menanti. Bahkan inginnya shalat itu tidak cuma empat rakaat. Tapi kalau kita orang awam ini, mendengar adzan kaget, kok cepat ya sudah Ashar. Masih sibuk dengan urusannya. Tidak segera shalat.

Di sinilah peranan wasta'īnū bishshobri washsholāh, bisa melawan tantangan nafsu atau malah ikut nafsu. Perlu diingat bahwa menunda-nunda waktu shalat itu sama dengan mengabaikan pertolongan yang ditawarkan oleh Allah. Maka hati perlu ditata dulu agar bisa menerima secara sukarela atau senang dengan perintah shalat atau datangnya waktu shalat. Sehingga ketika waktu salat datang itu ibarat pedagang yang dapat keuntungan karena pembeli yang membeli dagangannya, senang.

Jadi, saat menjelang takbiratul ihram hati senang dan sebelum takbiratul ihram hati hudhur (hati yang hadir). Hudhur untuk mendatangkan isti'anah (pertolongan Allah), hudhur sebelum sowan menghadap hadhratillah (Allah Swt). Awam harus belajar tingkatan ini dulu.

Lalu peranan "bishshobri" apa? Shalat itu perlu kesabaran. Karakter seseorang yang tampak sabar bisa diketahui benar-benar sabar atau pura-pura itu dilihat (saat) shalatnya. Shalatnya buru-buru atau tidak. Jangan tiru shalatnya (kaum) 'arifin yang cepat. Beliau-beliau shalat cepat karena takut hilangnya hudhur sehingga ghaflah (lalai) dalam salat.

Bishshobri itu menolong dalam gerakan shalat, makhraj yang dibaca, rukun-rukun dan sunnah-sunnah shalat. Membaca secara jelas. Allah mengerti apa yang kita baca. Tapi secara adab kita harus membaca secara jelas.

Bishshabri juga mendidik kita dalam thuma'ninah fishshalah dan bacaan yang baik. Kalau bishshabri washshalah sudah diraih, buahnya adalah (yang) pertama untuk kehidupan sehari-hari. Karena semua aspek hidup butuh sabar. Sabar dilatih dalam shalat. Kalau dalam shalat bisa sabar, maka begitu juga dalam kehidupan sehari-hari.

Kalau tidak punya sabar maka repot. Seperti kita punya orangtua yang sudah sakit-sakitan. Sejauh mana kesabaran kita mengurusi, merawat orangtua? Bisa sabar melayani tidak? Sebagai santri apa terimakasih pada orangtua? Apa kita memahami jerih payah orangtua mencari rizqi? Kalau kiriman orang tua telat, apa kita akan marah-marah menyalahkan orangtua bahkan menyuruh orangtua hutang? Sejauh mana sabar kita?

Buah kedua adalah bisa mengaplikasikan ayat:

 إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ

"Sesungguhnya shalat mencegah dari kekejian dan kemunkaran." (QS. al-Ankabut: 45).

Pertanyaannya adalah, kenapa shalat berpengaruh besar pada hidup kita? Karena sesuai hadits:

أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الصَّلَاةُ

"Hal pertama yang kelak dihisab di hari kiamat adalah shalat", yang menunjukkan kompleksitas peranan shalat dalam hidup. Dan hadits tersebut masih satu rangkaian dengan wasta'inu bishshabri washshalah, sehingga melahirkan innashshalata tanha 'anil fahsya-i wal munkar. Hadits tersebut juga menunjukkan bahwa shalat adalah kunci semua ibadah, dan peningkatan ubudiyyah berangkat dari shalat.

Ibaratnya, saya beli beras satu truk. Tapi ada satu karung yang jadi tolak ukur. Kalau satu karung itu bagus, maka semua dianggap bagus. Walhasil, sabar dan shalat itu menghasilkan buah yang berpengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari.

اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

Dikutip dari Ponpes Darul Hikmah Pati


Editor: Daniel Simatupang