Karomah Sang Kiyai: Sepenggal Kenangan Bersama AG. Dr. KH. Sanusi Baco, Lc (bagian 1)

 
Karomah Sang Kiyai: Sepenggal Kenangan Bersama AG. Dr. KH. Sanusi Baco, Lc (bagian 1)
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Nama KH. Sanusi Baco saya dengar pertama kali saat saya masih duduk di bangku Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa yang saat itu disampaikan oleh seorang teman yang mengagumi ceramah-ceramah beliau. Dan ketika saya sudah mulai menginjakkan kaki di Kota Makassar (1994) yang saat itu masih bernama Ujung Pandang, saya sudah mulai berinteraksi dengan beliau khususnya setelah mengikuti Pendidikan Kader Dasar (PKD) di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Salah satu cuplikan ceramah beliau di depan kader-kadernya seperti masih terngiang dalam pendengaran saya, saat beliau diundang pada pembukaan Pengkaderan di PMII. Anregurutta menyampaikan ceramah yang kurang lebih pesannya sebagai berikut;

Rabbanaa maa khalaqta hazaa baathilaa (Allah menciptakan sesuatu tidak ada yang sia-sia).

Allah memberikan kelebihan pada semua ciptaannya termasuk makhluk yang paling kecil seperti nyamuk. Pada nyamuk diberikan kaki untuk hinggap. Pada nyamuk diberikan sayap untuk terbang. Dan pada nyamuk dipasangi antena parabola sehingga bisa menemukan kalau ada anak PMII yang tidur di gedung NU, tidak bangun shalat shubuh.

Pesan ini adalah sindiran bagi sebagian anak-anak PMII yang biasa ditemukan Anregurutta di Gedung NU yang masih tertidur pulas, di gedung NU saat itu jika suatu ketika Anregurutta datang ke Gedung NU di pagi hari mengontrol keadaan Kantor NU khususnya ruangan yang biasa ditempati Anregurutta.

Dalam menyampaikan dakwahnya, AG. KH. Sanusi Baco menyesuakan diri dengan umat yang dihadapinya. Materi yang disampaikan disesuaikan dengan konteks zaman dan mayarakatnya. Selain itu, dakwah disampaikan secara lugas dan mudah dipahami oleh semua kalangan. Tak jarang, ceramah-ceramahnya membuat hadirin tertawa karena kelucuan dari kalimat dan cerita yang ia sampaikan di podium.

Kemampuan di atas mimbar AG. KH. Sanusi Baco memang tak terbantah dan diakui oleh siapa pun. Ia seorang orator yang dapat mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit menjadi begitu gamblang. Mudah diterima oleh segenap lapisan masyarakat. Materi-materi yang berat menjadi ringan. Yang membosankan menjadi mengasikkan. Yang terlihat sepele menjadi amat penting. Kritik-kritiknya sangat tajam, meluncur begitu saja dengan lancar dan menyegarkan. Pihak yang terkena kritik tidak marah karena disampaikaan secara sopan dan menyenangkan. Di atas podium ia mampu menyedot emosi para pendengarnya dengan tuntas. Para pendengar hanyut dalam cerita yang dibawakannya. 

Tidak ada yang menyangsikan kehebatan AG. KH. Sanusi Baco dalam memberikan dakwah di tengah-tengah umat. Ia adalah orator dan singa podium. Sebagai seorang mubaligh, ia sering berdakwah keluar kota. Ia tidak pernah menolak permintaan umat yang mengundangnya untuk berdakwah di daerah-daerah dan kampung-kampung. Terlebih lagi jika yang mengundang dari kalangan Nahdliyyin, beliau sangat meresponnya dan menerimanya dengan penuh antusias. Ia telah begitu dekat dan masuk di hati masyarakat Sulawesi Selatan, sehingga di mana saja ia menyampaikan ceramah, sudah pasti masyarakat akan datang berbondong-bondong untuk mendengar pesan-pesan agama dari beliau.

Tahun 1998 saya mendapatkan sebuah kesempatan emas mengawal Anregurutta mengisi hikmah Maulid di salah satu mesjid di Kec. Tempe, Kab. Wajo atas undangan Ketua Lakpesdam NU Sulawesi Selatan yang saat itu dijabat Kakanda Drs. H. A. Jamaluddin Ibrahim yang akrab kami panggil dengan sebutan Kak Andi. Kak Andi mengajak saya karena tidak ada yang akan menemani Anregurutta pulang ke Makassar, pada malam itu juga jika saya tidak bersamanya. Hal itu disebabkan karena Kak Andi yang mengantar Anregurutta Ke Sengkang tidak akan balik ke Makssar pada malam itu juga karena ada urusan keluarga yang mau diselesaikan di Sengkang. Kesempatan emas itu pun saya tidak sia-siakan karena saya akan mengawal seorang hamba Allah yang diberi keistimewaan.

Kami bertiga berangkat ke Sengkang dan meninggalkan Makassar setelah shalat duhur, dengan mengendarai mobil milik Anregurutta. Kak Andi yang menyetir mobil saat berangkat ke Sengkang dan tiba dengan selamat menjelang magrib. Setelah shalat magrib kami dijamu dengan santap malam di rumah panitia mesjid dan Anregurutta beristrahat sejenak lalu membawakan ceramah maulid sekitar jam 20.30 hingga jam 21.30 WITA.

Setelah Anregurutta membawakan hikmah, kami berdua meninggalkan Sengkang menuju Makassar di mana Anregurutta yang membawa mobil dan saya menjadi penumpangnya, duduk didepan berdampingan dengan Anregurutta. Dalam hati saya merasa tidak nyaman karena tidak sampai hati melihat Anregurutta yang seharusnya sudah duduk manis di dalam mobil beristirahat setelah ceramah. Tapi Anregurutta masih harus mengeluarkan energi menyetir mobilnya sendiri kembali ke Makassar akibat dari ketidaktahuan saya menyetir mobil saat itu.

Tapi apa boleh buat, kondisi itu terpaksa saya harus jalani menjadi penumpangnya Anregurutta karena saya termasuk mahasiswa yang memiliki kemampuan ekonomi yang sangat terbatas. Sehingga jangankan mengenderai mobil motor butut pun aku tak punya. Dan jujur saya mengakui bahwa saat itu pun saya hanya numpang hidup di kantor LAKPESDAM/BLPM menjadi volunteer Lembaga. Anregurutta pun menyetir mobil secara normal (tidak terlalu kencang) dan tiba di Makassar sekitar jam 01.00 dini hari dan mengantar saya kembali ke kantor LAKPESDAM/BLPM di Jl. Toddopoli Raya.

Dari sini saya memetik sebuah pelajaran berharga dari Anregurutta bahwa sesulit apa pun medan dakwah yang harus ditempuh jika ummat membutuhkan, harus dijalani dengan ikhlas. Dan keihklasan Anregurutta itulah yang membuat beliau tidak pernah merasakan capek bahkan menyesal apalagi mengomel. Sangat jauh berbeda dengan prilaku sebagian muballigh yang menjadikan media dakwah sebagai basis kekuatan ekonomi meraup fuluus. Sebagai muballigh, saya biasa menerima keluhan jamaah tentang prilaku segelintir muballigh kondang yang menetapkan tarif secara tiba-tiba jika ia sudah diingatkan akan janjinya. Bahkan ada yang mengomel jika isi amplopnya tidak sesuai dengan harapan dan targetnya. Naudzu billahi Min Dzalik.

Setelah Anregurutta wafat, saya merenungi situasi saat saya semalam bersama Anregurutta itu. Saya baru tersadar bahwa ternyata Anregurutta KH. Sanusia Baco memiliki karomah yang luar biasa. Saat saya naik diatas mobil bersama beliau, saya tertidur pulas dan baru tersadar setelah tiba di perbatasan kota Makassar dan Maros. Dan baru saya merasa bahwa saat itu saya habis tidur nyenyak karena sepertinya ditidurkan oleh sebuah kekuatan ghaib. Bisa dibayangkan pada saat itu dimana jalanan yang belum diperlebar tapi Anregurutta bisa tiba di Makassar dengan selamat dari Sengkang melewati Kab. Sidrap tidak sampai 4 jam. Sementara Sidrap dan Sengkang saja harus ditempuh dengan 2 jam perjalanan normal dan Sidrap Makassar ditempuh dengan 4 jam perjalanan normal. Jadi Sengkang – Makassar memakan waktu sekitar 6 jam perjalanan normal seperti saat Kak Andi menyetir mobil dari Makassar ke Sengkang yang butuh waktu tempuh sekitar 6 jam.  Tapi Anregurutta bisa melewati dengan 3 jam lebih perjalanan dimana berangkat jam 22.00 dan tiba di Makassar sekitar jam 01.00. Tiba di Makassar dengan waktu tempuh yang begitu cepat sementara jalanan saat itu belum diperlebar dan belum semulus saat ini, susah diterima akal sehat saya. Tapi itulah kenyataan yang terjadi dan saya alami saat itu.

Dari sini pun saya berkesimpulan bahwa Anregurutta memang orang pilihan yang saat itu sudah mencapai maqaaman mahmudaa (tempat yang terpuji) di mata Allah SWT. Bukan suatu hal yang mustahil jika Anregurutta dibantu oleh tangan-tangan ghaib yang biasa dialami oleh Para ulama seperti Anregurutta K.H. Abdurrahman Ambo Dalle, Anregurutta KH. Abd. Muin Yusuf dan lai-lain.

Masih banyak kesan yang saya dapatkan sejak berinteraksi bersama Anregurutta KH. Sanusi Baco termasuk karamah-karamah yang saya biasa saksikan langsung pada beliau. Tapi cukup hal ini dulu yang perlu saya sampaikan sebagai obat penawar rindu seorang murid pada gurunya.

Bersambung pada edisi berikutnya.

Selanjutnya perkenankan saya menutup tulisan ini sebagaimana cara Anregurutta menutup dan mengakhiri setiap taushiyahnya dengan kalimat;

Wallahul Muwaffieq Ilaa Aqwamith Tahrieq. Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Benteng, 19 Mei 2021.

Oleh: Dr. Wahidin Ar-Raffany, S.Ag., M.A – Katib Syuria PCNU Sidrap dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap


Editor: Daniel Simatupang