Dilema, Patuh Perintah Orang Tua atau Suami?

 
Dilema, Patuh Perintah Orang Tua atau Suami?
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Syukron ustad, ini langsung saya berikan contoh. Seorang istri diajak suami ununtuk mengontrak rumah sedangkan ibunya si istri tidak mengijinkan. Pertanyaannya, si istri apa harus ikut perintah suami atau mengikuti ibunya sendiri? Terima kasih ustad.

Jawaban

Bismillah Alhamdulillah wa Ash-Sholatu wa As-Salamu A'la Rasulillah, Amma Ba'du.

Setelah sepasang manusia, menenuntukan pilihan untuk bersama menjalani sisa hidup mereka berdua, melalui bahtera rumah tangga. Lika-liku, ganjalan dan rintangan pastilah akan menghambat langkah mereka berdua.

Termasuk rintangan yang melintang di depan langkah mereka berdua, ketika dibenturkan antara dua keinginan yang kontradiktif; keinginan suami dan keinginan orang tua.

Bagi istri, keinginan siapakah yang harus didahulukan? Adakah solusi dari syari'at akan hal ini?

Mula-mula syari'at menganjurkan bagi seorang istri ununtuk mengambil jalur tengah, dan tidak menghadapkan dirinya sendiri pada pilihan yang memihak satu-sama lain.

Namun, jika usaha tersebut tak menemui hasil – hingga satu pilihan harus diputuskan. Memilih antara suami dan orang tua, syari'at di sini menganjurkan ununtuk mendahulukan keinginan suami dari orang tua.

عن عائشة: سألت النبي صلى الله عليه وسلم: أي الناس أعظم حقا على المرأة؟ قال: زوجها قلت: فعلى الرجل؟ قال: أمه

Suatu ketika, Sayidah A'isyah pernah bertanya kepada Rasulullah saw, "Wahai Nabi, Hak siapakah yang lebih dipentingkan bagi perempuan (seorang istri)?" Rasulullah saw. menjawab, "Hak suaminya." Kemudian ia bertanya lagi, "Adapun bagi lelaki (suami)?" Rasulullah saw menjawab, "Hak ibunya."

(HR. Ahmad dan Nasaiy dalam kitab sunannya, no: 7244, Imam Hakim berkata: Hadits Shohih).

Al-Imam Al-Ghozali menjelaskan dalam tuturnya:

والقول الشافعي فيه أن النكاح نوع رق فهي رقيقة له فعليها طاعة الزوج مطلقا في كل ما طلب منها في نفسها مما لا معصية فيه

"Adapun pendapat Imam Syafi'I, sesungguhnya dalam bahtera pernikahan sedikit ada unsur perbudakan bagi perempuan. Yang mengharuskan istri ununtuk menta'ati segala kemauan dari suaminya, selama tidak dalam kemaksiatan." (Ihya Ulum Ad-Diin, 1/56)

Diriwayatkan dalam hadits, suatu ketika seorang suami bepergian, seraya memerintahkan istrinya agar tidak turun dari lantai atas rumah. Sedang di lantai bawah, Ayah dari istri itu tinggal. Suatu hari ia mendengar kabar bahwa ayahnya yang berada di lantai bawah sedang sakit.

Si istri pun bingung dan mengutus seseorang ununtuk bertanya kepada Rasulullah saw perihal masalahnya. Namun Rasulullah saw hanya berkata, "Taatilah perintah suamimu!"

Akhirnya, istri memegang teguh akan perintah suaminya, hingga kabar buruk pun terdengar kembali oleh sang istri. Ayahnya meninggal setelah menderita sakit.

Tangis pun tak terbendung, serta dilema mendera hati sang istri akankah ia tetap atas perintah suaminya? atau menunaikan bakti terakhirnya kepada orang tua? Ia pun mengutus seseorang kembali untuk menanyakan kepada Rasulullah saw perihal masalahnya. Rasulullah saw pun memerintahkan, "Taatilah perintah suamimu!"

Hingga ia merelakan momen terakhir untuk melihat ayahnya dikebumikan. Sampai akhirnya Rasulullah saw berkata, "Sungguhlah, Allah swt ampuni dosa ayahmu, berkat keteguhanmu (istri) atas perintah suamimu."

(HR. Thabraniy dalam kitab: Mu'jam Al-Awshat, dari Sy. Anas bin Malik, Hadits Dho'if)

Namun, semua hal ini jika tidak menimbulkan mara-bahaya yang akan terjadi kepada orang tua, semisal: kondisi orang tua yang sedang sakit berat dan tidak ada satupun yang merawatnya di rumah.

Jika hal tersebut terjadi, dahulukan!! kepentingan yang lebih urgent. Al-Imam Muhammad bin Isma'il As-Shon'aniy, menjelaskan:

ﻭَﻟَﻌَﻞَّ ﻣِﺜْﻞَ ﻫَﺬَﺍ ﻣَﺨْﺼُﻮﺹٌ ﺑِﻤَﺎ ﺇﺫَﺍ ﺣَﺼَﻞَ ﺍﻟﺘَّﻀَﺮُّﺭُ ﻟِﻠْﻮَﺍﻟِﺪَﻳْﻦِ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻳُﻘَﺪَّﻡُ ﺣَﻘُّﻬُﻤَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺣَﻖِّ ﺍﻟﺰَّﻭْﺝِ ﺟَﻤْﻌًﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﺄَﺣَﺎﺩِﻳﺚ

"(Adapun hadits tentang pentingnya hak kedua kedua orang tua, bagi istri) Jika kemungkinan mara-bahaya yang akan terjadi pada kedua orang tua, maka hak mereka berdua lebih dipentingkan dari hak suami." (Subul As-Salam, 2/633)

Kesimpulan

Selayaknya bagi seorang perempuan (istri), ununtuk tidak menghadapkan atas dirinya sendiri pilihan yang rumit.

Benar! Syari'at menganjurkan ununtuk lebih mementingkan urusan suami daripada orang tua, tapi ingatlah mungkin keputusan orang tua ununtuk melarang pindah didasari atas besarnya kasih sayang kepada anaknya.

Maka, balaslah kasih sayang ini dengan berusaha sekeras mungkin ununtuk menjelaskan kepada orang tua secara baik-baik:

"Bahwa dirinya sekarang bukan lagi milik orang tuanya saja. Sekarang dirinya milik orang berdua (suami dan orang tua) yang harus rela dibagi kasih sayangnya."

Seringlah berkunjung kepada orang tua, atau berusaha untuk mencari rumah yang tak terlalu jauh dengan rumah orang tua, hingga silaturahmi dengannya pun tak terhalang.

Bijaksana dalam mengambil keputusan, serta selalu memilih jalan tengah sangatlah dianjurkan dalam menyelesaikan masalah ini.

Referensi:

1. Sunan An-Nasaiy, karya: Al-Imam An-Nasaiy.

2. Ihya Ulum ad-Diin, karya: Al-Imam Al-Ghozaliy.

3. Subul As-Salam, karya: Syekh Muhammad bin Ismail As-Shon'aniy.

4. Muhadhoroh serta Nasehat dari Sayidil Murobby Dr. Muhammad bin Aly Ba'atiyah.

Oleh: Sibt Umar


Editor: Daniel Simatupang