Seuntai Hikmah dan Nasihat untuk Wanita Muslimah

 
Seuntai Hikmah dan Nasihat untuk Wanita Muslimah
Sumber Gambar: Freepik, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Agama Islam sangat menjunjung tinggi kedudukan wanita. Tidak dibolehkan baginya membuka aurat di hadapan lelaki lain dan juga tidak dianjurkan keluar rumah kecuali telah mendapat izin dari kedua orang tuanya (jika belum menikah) apabila sudah menikah maka harus izin kepada suaminya. Mungkin ada yang menganggap hal itu berlebihan. Tapi di baliknya terkandung hikmah yang luar biasa.

Tentunya, hal itu dilakukan semata-mata untuk memuliakan wanita. Bukan untuk membuat mereka tertindas atau tersiksa. Karena itu sangat tidak dibenarkan adanya pandangan dari sebagian kelompok orang yang menilai bahwa tindakan ini membuat wanita tak bebas.

Dalam kehidupan ini, semua orang tidak bisa terlepas dari berbagai peraturan yang hakikatnya adalah untuk kemaslahatan. Begitu juga di dalam hal agama, tentu ada aturan yang perlu untuk ditaati, baik berupa anjuran maupun larangan. Sebagaimana adanya perintah menunaikan shalat lima waktu, bakti kepada kedua orang tua serta larangan membuka aurat di hadapan lelaki lain dan durhaka kepada kedua orang tua.

Kedudukan wanita itu sangat mulia di dalam Islam. Karenanya, selayaknya pula bagi wanita muslimah agar memiliki sifat serta perilaku mulia sesuai dengan kedudukan yang mereka miliki. Nah, seperti apa perilaku dan sifat mulia tersebut? Berikut beberapa petunjuk yang bisa diuraikan dari Hadis-hadis Nabi. 

1. Hendaknya senantiasa menjaga shalat secara berjama'ah, seperti yang diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda,

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَعْدِلُ خَمْسًا وَعِشْرِيْنَ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ. وَالْفَذُّ أَيْ اَلْفَرْدُ بِمعنَى الْمُنْفَرِدُ الذِيْ تَرَكَ الْجَمَاعَةَ

“Shalat secara berjamaah menyamai shalat secara sendiri sebanyak 25x. Arti dari kalimat ‘Al-Fadz’ adalah orang yang shalat sendirian.”

2. Mengetahui bahwa hak suami adalah hak terpenting yang harus dipenuhi, seperti yang diriwayatkan At-Tirmidzi dari Nabi Muhammad SAW.

لَوْ أَمَرْتُ أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Andai aku memerintahkan satu orang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku perintah seorang wanita agar sujud kepada suaminya." 

Hadis tersebut menyiratkan makna sebagai kinayah akan besarnya hak suami terhadapnya.

3. Mengenal hak kedua orang tua, berbakti kepada keduanya, tidak membantah perintahnya, sungguh Allah SWT telah mewajibkan kepada kita untuk patuh terhadap perintahnya, sebagaimana dalam firman-Nya berikut ini,

وَبِالْوٰلِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Dan berbuat baiklah terhadap keduanya dengan sebaik-baik mungkin.” (QS. Al Isra: 23)

4. Jika wanita membenahi hubungan antara dirinya dengan Allah SWT, maka dia pun akan baik hubungannya dengan masyarakat. Sebab Allah SWT yang akan menunjukkan jalan terbaik dengan pertolongan-Nya. Allah SWT berfirman di dalam Surat Muhammad ayat 7.

يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوٓا إِنْ تَنْصُرُوا اللهَ يَنْصُرْكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)

Begitu juga terdapat keterangan di dalam firman-Nya yang lain:

إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا وَالَّذِيْنَ هُمْ مُحْسِنُوْنَ

“Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl: 128)

Jika ingin mendapatkan anugerah dari Allah berupa cinta dan kasih sayang dari orang beriman, firman Allah SWT telah menyebutkan berikut,

إِِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمٰنُ وُدًّا

“Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang (dalam hati mereka).” (QS. Maryam: 96)

Demikianlan terkait cinta dan kasih sayang yang terletak di hati orang beriman. Lalu jika ingin terhindar dari kejahatan manusia, tak perlu khawatir, sebab Allah SWT akan menjaga hamba-Nya yang menunaikan ibadah dengan sebaik-baik mungkin, sebagaimana keterangan di dalam firman Allah berikut ini. 

أَلَيْسَ اللهُ بِكَافٍّ عَبْدَهُ وَيُخَوِّفُوْنَكَ بِالَّذِيْنَ مِنْ دُوْنِهِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ

“Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya? Mereka menakut-nakutimu dengan (sesembahan) yang selain Dia. Barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (QS. Az-Zumar: 36)

5. Kebersihan serta kerapihan adalah tanda akan agungnya etika wanita.

Maksud dari kebersihan mencakup perihal yang nampak secara kasat mata maupun tidak. Tetapi tentu kebersihan batin lebih agung dan utama. Maka dari itu hendaknya bagi wanita agar menjaga hatinya dari segala bentuk keburukan, seperti dengki, benci dan lain sebagainya. Ruh itu memiliki kecocokan, seperti halnya badan, warna, dan juga pikiran. Karena itu, jika bersih jiwa dan raganya, maka bukan tidak mungkin akan disandingkan dengan orang yang juga memiliki kepribadian demikian.

Demikianlah sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam Hadis berikut ini,

اَلْأَرْوَاحُ جُنُوْدٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا اِئْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اِخْتَلَفَ

"Ruh itu seperti bala tentara yang direkrut jika cocok ia akan bersatu kalau tidak maka akan berpisah.”

Tak lupa juga dengan kebersihan badan dan pakaian, tidaklah suami melihat atau mencium istrinya kecuali ia dalam keadaan rapih dan indah. Demikian pula suami harus memperhatikan hal itu, dengan menerima nasihat dari istri. 

6. Termasuk cintanya istri terhadap suami adalah cinta terhadap orang yang dicintai suaminya.

Cinta serta kasih sayang istri terhadap suami bukanlah suatu hal yang asing, bukti jujurnya cinta tersebut adalah cinta kepada orang yang dicintai suami, yang paling utama dari mereka tentu adalah kedua orang tua, saudara, beserta sahabatnya. Dan karena itu, tanda dari jujurnya cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya adalah cinta kepada orang yang dicintai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

Kemudian cinta anak kepada ayahnya, apa buktinya? dengan mengunjungi orang kecintaan ayahnya walaupun setelah wafat, seperti yang disabdakan Nabi SAW dalam Hadis berikut:

إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةُ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ بَعْدَ أَنْ يُوَلَّي

"Salah satu bentuk kebaktian yang terbaik adalah mengunjungi orang yang disayangi ayahnya, setelah ayahnya wafat." 

Kalau cinta istri jujur terhadap suami maka perlu dibuktikan kebenarannya. Mencintai orang-orang yang disayangi suami terutama orang tuanya. Perlu dengan menunjukkan rasa hormat, cinta, gembira, dan semuanya dipadukan di dalam doa ketika melihat keduanya. Bergaul dengan keduanya seperti seorang suami yang baik memperlakukan orang tuanya dengan penuh rasa hormat dan patuh, mencium tangan dan kepalanya, bertanya tentang keadaanya, dan tak pernah merasa bosa untuk mengunjunginya.

7. Mengetahui cara yang tepat untuk menenangkan suami ketika marah

Kejadian yang terjadi dalam rumah tangga atau tindakan istri yang membuat suami marah itu bukanlah hal yang asing, tetapi istri harus tahu jalan keluar terbaik untuk meringankan marahnya.

Berapa banyak masalah terjadi hanya karena hal sepele lalu menjadikan suami sangat marah, ditambah lagi dengan marahnya istri dan akhirnya berujung kepada hal yang tak terpuji yaitu perceraian.

Tentunya, ada beberapa perkara penting yang perlu diperhatikan istri ketika suami sedang marah. Pertama, menahan diri, tidak menghadapinya dengan kemarahan yang sama, walaupun ia berbicara atau melakukan sesuatu ketika marah. Jika istri berhasil melakukannya, maka ia lebih kuat dan perkasa, seperti yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Sahabat Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda,

لَيْسَ الشَّدِيْدَ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيْدَ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

"Orang perkasa bukanlah yang pandai berkelahi, tetapi ialah yang bisa menahan jiwanya ketika marah."

Kedua, kemarahan terkadang timbul dari setan, maka dianjurkan lebih baik jika istri bisa membisikannya secara lembut dengan kalimat berikut,

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

Hal itu tentu lebih baik dilakukan. Seperti yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari Sulaiman bin Sard, ia berkata, ada 2 pemuda yang keduanya saling memaki di hadapan Nabi Muhammad SAW. Pada saat itu kami bersama beliau, ketika satu dari mereka mulai marah dan mencaci, wajah beliau memerah lalu bersabda,

إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ الَّذِيْ يَجِدُ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

"Sungguh aku mengetahui satu kalimat, jika ada yang membacanya maka hilanglah apa yang ia rasakan (seperti marah) yaitu kalimat Ta'awudz.”

Ketiga, pindahkan keadaanya ketika marah (jika hal ini mudah dilakukan). Kalau seseorang sedang marah dalam keadaan berdiri, maka ajak ia duduk, kalau ia duduk maka suruhlah berbaring, atau berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Demikianlah tindakan yang baik dan dapat mengusir kemarahan, seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW dalam Hadis berikut,

إِذَا غَضَبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ، وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ

“Jika salah seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri, suruh ia untuk duduk jika hal itu bisa menghilangkannya, kalau tidak maka suruh ia berbaring.” (HR. Abu Dawud)

8. Kehidupan rumah tangga adalah berpasangan bukan berkelompok.

Segala rahasia, waspadalah bagi istri yang mengumbar rahasia suaminya kepada orang lain. Dan seburuk-buruk rahasia yang diumbar ketika istri bersama suaminya dalam kasur. Dalam riwayat dikatakan,

إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ: اَلرَّجُلُ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا

"Termasuk orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah SWT pada hari kiamat adalah suami yang menggauli istrinya kemudian menyebar rahasianya.”

Jadi tidak perlu menyebarkan aib kepada orang lain dalam komunitas atau siapapun. Sebab hakikatnya suami istri itu adalah pasangan yang harus saling menguatkan bukan justru melemahkan dengan mengumbar aib. 

Demikian pula dalam mendidik anak. Mungkin memang perlu sekolah, hubungan tetangga, dan juga pembantu dalam mendidik anak, tetapi hal itu tidak cukup sebab pada dasarnya orang tua yang bertanggung jawab atas anak-anaknya sendiri. Nabi Muhammad SAW bersada:

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، وَهِيَ مَسْئَوْلَةٌ عَنْهُ

"Wanita adalah pelindung/penjaga rumah suami dan juga anaknya, ialah penanggung jawab atas itu." (HR. Bukhari)

9. Menjadi sosok pengajak bukan penghukum

Terkadang, suami terjerumus pada suatu perkara haram yang menyebabkan terjadinya perceraian. Jika memang begitu, bagi seorang istri agar selalu menasehati dan menyelamatkannya dari keburukan yang terjadi. Tidak perlu menghadapinya dengan ekspresi yang tak layak, memaki, marah, mengajak permusuhan setiap harinya dengan omongan, tetapi hendaklah menjadi sosok pengajak kebaikan bukan penghukum.

Sebagaimana seorang pendakwah yang dianjurkan untuk memakai metode bijak dalam menyampaikan nasihat baik, tapi boleh melakukan perdebatan yang sesuai dengan jalan kebenaran. Sebagaimana terdapat keterangan dalam firmah Allah SWT berikut ini,

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl: 125)

Lalu ketika berbicara, maka perlu disampaikan dengan cara yang lembut, sesuai dengan firman Allah SWT berikut ini,

فَقُوْلَا لَهٗ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهٗ يَتَذَكَّرُ اَوْ يَخْشٰى

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” (QS. At Thaha: 44)

 Begitu juga firman-Nya yang lain dalam Surat Al-Baqarah Ayat 83,

وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا

“…Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia…” (QS. Al Baqarah: 83)

Nasihat di atas juga berlaku pula bagi seorang suami. Antara suami dan istri memang harus saling menasihati dan saling menyampaikan kebaikan dan sebisa mungkin menghindari keburukan yang akan terjadi.

10. Menjadi seorang pemaaf, sebab pemaaf adalah orang yang berjiwa besar dan pengakuan atas kesalahan adalah hal yang mulia. 

Setiap anak keturunan Nabi Adam AS pernah bersalah, dan sebaik-baik jalan agar selamat dari hal itu lagi adalah dengan mengaku serta menyesal atas kesalahan yang dilakukan.

Maka dari itu, mungkin pada hari-hari yang dijalani dalam kehidupan rumah tangga ada di antaranya yang berbuat salah, entah dari perkataan maupun perbuatan, maka tidak perlu bergegas untuk mencaci dan mencemooh, tapi harus saling memaafkan kesalahan dan bergegas meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan. 

Terkait hal itu,  Allah SWT berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 134:

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ

“(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al Imran: 134)

Lantas jika Allah telah mengatakan demikian, apakah kita tidak mau menjadi salah seorang yang dicintai Allah SWT?! Seorang istri yang bisa mencerna nasihat dan menjalankan hal itu dalam kehidupan sehari-hari, maka akan terjalinlan hubungan rumah tangga yang penuh keberkahan. Demikian pula seorang suami yang perlu untuk juha memahami dan menjaga rumah tangga dengan sebaik-baiknya. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 06 Juli 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Abdullah Matin As-Syatiri

Editor: Hakim