Istri itu Ibarat Nasi, Sedangkan Bidadari Surga itu Ibarat Snack

 
Istri itu Ibarat Nasi, Sedangkan Bidadari Surga itu Ibarat Snack
Sumber Gambar: Ngaji Online

Laduni.ID, Jakarta – Menikah adalah salah satu fase kehidupan yang pada umumnya manusia melakukannya. Dengan menikah, hal yang sebelumnya dilarang bisa memiliki nilai ibadah yang besar jika dilakukan sesuai syariat islam.  

Allah berfirman dalam Al Quran:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21)

Tujuan dari pernikahan tidak hanya menyatukan laki-laki dan perempuan dalam ikatan sumpah, melainkan lebih dari itu. Dengan menikah maka akan lahir sebuah peradaban baru yang akan dididik menjadi seorang yang sholeh dan sholehah. Dengan menikah semua pintu keberkahan akan dibukakan oleh Allah SWT, dan akan diberi kemudahan dalam mendapatkan Syurganya Allah SWT.

Nabi SAW pernah bersabda, "Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menentramkan pandangan dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya." (HR. Bukhari No. 4779)

Dalam hadistnya yang lain, Rasulullah SAW berkata, "Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat)." (HR. Ibnu Majah no. 1846, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2383)

Dikisahkan, Al Habib Husain Alydrus Pethekan Semarang saat itu beliau berusia 60 tahun dan belum menikah, beliau masih memutuskan untuk tetap sendiri sampai pada tahun 1985, ketika beliau menghadiri undangan Aqdun Nikah di rumah KH. Muhajir Madad Salim, Di Demak Jawa Tengah. Saat itu keluarga Kyai Muhajir sedang menikahkan kakak tertuanya.

Waktu KH. Maimoen Zubair Sarang, yang masih memiliki hubungan kerabat dengan mempelai wanita memberikan Mauidhoh Hasanah untuk mempelai.

Diantara petuah beliau seperti ini, "Sepasang pengantin itu, kalau sudah di dudukkan berdampingan begini, jangan dikira cuma dilihat banyak orang di alam dunia saja. Sepasang pengantin nanti di akhirat juga akan di dudukkan berdampingan, bersama-sama masuk kedalam surga."

ٱدْخُلُوا۟ ٱلْجَنَّةَ أَنتُمْ وَأَزْوَٰجُكُمْ تُحْبَرُونَ

Artinya: “Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan." (QS. Az-Zukhruf: 70)

Mbah Moen menjelaskan bahwa hanya istri yang dari alam dunia lah yang bisa mendampinginya di bangsal kencana surga. Kiai Maimoen juga mengatakan bahwa bidadari hanya akan melayaninya ketika ia membutuhkan, ketika tidak maka bidadari pun tidak akan bisa mendekatinya.

“Istri itu ibarat makanan pokok. Sedangkan bidadari cuma snack. Kalau dia butuh bidadari, maka bidadari baru dapat melayani. Jika tidak butuh maka bidadari tidak bisa dekat-dekat dengannya. Jadi, orang-orang yang meninggal dunia sampai belum sempat menikah, maka keadaan mereka tidak sama dengan yang sudah menikah."

“Istri itu ibarat nasi, sedangkan bidadari itu ibarat jajanan-jajanan (snack). Kamu kok sama sekali tidak makan nasi, hanya makan jajanan-jajanan saja, maka tidak bisa kenyang. Perut malah bisa kembung!”

Mendengar petuah Mbah Moen itu, sepulangnya dari resepsi, Habib Husain langsung menikah. Menikah dalam usia setua itu, karena takut nanti di surga dirinya malah cuma dapat kembungnya saja, seperti dawuhnya Mbah Moen. Kurang dari dua tahun, Habib Husain kemudian wafat dalam keadaan sempurna. Tidak bakalan sakit kembung di surganya.

Wallahu A'lam. Semoga yang ingin menikah segera didekatkan jodohnya. Aamiin

Dikutip dari Ngaji Online


Editor: Daniel Simatupang