Kisah Nyata! Pesantren Gagal Dibakar karena Foto Gus Dur

 
Kisah Nyata! Pesantren Gagal Dibakar karena Foto Gus Dur
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Keberkahan NU, Mbah Hasyim Asy’ari, dan Gus Dur bisa dirasakan oleh semua orang, semua golongan, semua ras, dan semua agama. Walaupun para pendiri dan pembesar NU telah lama wafat, namun berkah dari mereka tak pernah berhenti mengalir sampai saat ini.

Salah satu kisah hadir dari pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Madrasatul Qur’an Al-Qolam, Papua Barat. Ustadz Darto Syaifuddin juga seorang alumni Madrastul Quran Tebu Ireng tahun 2000. Saat itu beliau berprofesi sebagai penjual ayam dan banyak pelanggan yang membeli ayam darinya.

Sangat disayangkan, banyak penduduk sana yang belum mengetahui cara menyembelih ayam dengan benar, atau belum syar’i. Semenjak saat itu beliau sering memberi edukasi kepada masyarakat tentang adab menyembelih hewan.

Di Papua Bara sendiri, pada masa itu masyarakat muslim masih sebagai minoritas. Dari sedikitnya kelompok muslim ini, juga terdapat kelompok islam yang berhaluan keras. Sehingga menyebabkan banyak masyarakat Papua pada saat itu merasa terusik dan tidak menyukai Islam. Pendekatan yang mereka lakukan juga tidak membuat masyarakat Papua nyaman.

Imbasnya, ketika Ustadz Darto membangun Pondok Pesantren Madrasatul Quran (PPMQ) banyak masyarakat Papua mengira bahwa beliau ini termasuk dari bagian islam garis keras yang tidak simpatik pada masyarakat dan adat Papua.

“Saya tidak punya ilmu Al-Quran sebaik dan sepandai sahabat - sahabat santri lain. Saya hanya bisa alif ba’, ta’. Namun semua aktivitas mengajar Qur’an kami lakukan dengan ikhlas, sesuai nasihat Romo Kiai Yusuf Masyhar, Tebuireng,” katanya.

Pada awal berdirinya PPMQ Al-Qolam banyak pihak menolak adanya pondok pesantren tersebut. Bahkan pernah suatu ketika, rumah beliau dikepung oleh masyarakat. Segala jenis senjata sudah tersedia dan seakan siap untuk menghujam beliau saat itu.

Masyarakat merangsek masuk ke dalam pondok, dan pada saat itulah mereka melihat logo NU, kalender Tebuireng, foto Gus Dur dan lukisan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. Melihat hal tersebut kepala suku langsung menginstruksikan masyarakat.

“Berhenti, kau punya pesantren ada hubungan apa dengan Tebuireng dan foto-foto ini?” tanya kepala suku.

Setelah kepala suku beratanya demikian, kepala suku memberikan penghormatan kepada Gus Dur, NU, dan Tebuireng. “Gus Dur, Gus Dur, kita punya orang tua. NU kita punya saudara,” teriak kepala suku.

Kepala suku lantas bertanya kepada Ustad Darto, “Pak Ustadz, mulai detik ini kami yang menjaga pesantren ini, kami yang jaga.”

Sampai saat ini, PPMQ Al-Qolam masih tetap berdiri dengan dukungan masyarakat Papua, dan mereka yang mencintai NU dan Gus Dur.


Editor: Daniel Simatupang