Tauhid Aswaja Untuk Pemula (Bagian 2)

 
Tauhid Aswaja Untuk Pemula (Bagian 2)
Sumber Gambar: Kiai Taufik Damas (Foto:twitter @TaufikDamas)

Laduni.ID, Jakarta- Seperti yang telah dijelaskan pada tulisan sebelumnya, berikut sambungan penjelasan yang masih membahas sifat wajib bagi Allah yang terdiri (sifat) 20 yaitu:

2. Qidam (Terdahulu) Lawannya Huduts (Baru)

Qidam artinya terdahulu; adanya (wujud) Allah tidak ada permulaannya, atau tidak didahului oleh tidak ada. Ini jelas berbeda dengan adanya makhluk. Adanya semua makhluk ada awalnya atau didahului oleh tidak ada. Argumentasi sifat Qidam adalah sebagai berikut: "jika adanya Allah tidak terdahulu, berarti Allah baru (ada awalnya). Tidak ada sifat di antara terdahulu dan baru. Segala sesuatu, jika tidak terdahulu, maka ia baru."

Jika Allah bersifat baru, maka Allah membutuhkan pihak lain yang membuatnya. Pembuatnya tentu membutuhkan pihak lain lagi yang membuatnya. Dan begitu seterusnya. Inilah yang disebut dengan istilah mata rantai/hirarki yang tidak berkesudahan (at-tasalsul). Jika yang membuat Allah dibuat oleh Allah, maka terjadi ketergantungan antara Allah dan pembuatnya. Inilah yang disebut dengan istilah putaran/rotasi (ad-daur).  Baik mata rantai yang tidak berkesudahan (at-tasalsul) atau putaran (ad-daur) adalah mustahil bagi Allah. Dengan demikian, Allah bersifat baru (huduts) adalah mustahil. Sifat terdahulu (qidam) lawannya adalah sifat baru (huduts).

3. Baqa’ (Kekal) Lawannya Fana (Sirna)

Sifat ketiga yang wajib bagi Allah adalah baqa’ (kekal) yang artinya wujud Allah tidak ada akhirnya. Allah tidak akan sirna (menjadi tidak ada). Argumentasi bahwa Allah bersifat kekal adalah, jika Allah bisa tidak ada (sirna), berarti Allah baru. Segala sesuatu yang bisa tidak ada maka tidak mungkin bersifat terdahulu (qidam). Karena, segala sesuatu yang bisa sirna, maka wujudnya bersifat bisa ada dan bisa tidak ada (jaiz). Segala sesuatu yang bisa ada dan bisa tidak ada berarti baru.

Segala yang baru pasti tidak bersifat terdahulu (qidam). Dan, telah ditegaskan dengan argumentasinya bahwa Allah memiliki sifat terdahulu (qidam). Maka, Allah memiliki sifat kekal (baqa') dan mustahil memiliki sifat lawannya, yaitu sirna (fana). Kekal dan sirna adalah bertentangan.

4. Mukhalafatu lil Hawadits (Berbeda dengan Makhluk) Lawannya Mumatsalatu Lil Hawadits (Menyerupai Makhluk)

Sifat wajib yang keempat bagi Allah adalah mukhalafatu lil hawadits (berbeda dengan makhluk). Tidak ada makhluk yang sama dengan Allah, baik dalam dzat, sifat atau perbuatan. Dzat Allah bukan materi seperti dzat makhluk, sifat Allah tidak seperti sifat makhluk yang baru (haditsun), dan perbuatan Allah tidak seperti perbuatan makhluk yang diupayakan (muktsabatun). Dalam Al-Quran ditegaskan: “tidak ada apapun yang menyerupai Dia (Allah).” (QS. Asy-Syura: 11).

Argumentasi bahwa Allah wajib berbeda dengan makhluk adalah, jika ada kesamaan antara Allah dengan makhluk, baik dalam dzat, sifat atau perbuatan, maka Allah bersifat baru seperti makhluk. Sesuatu yang bisa ada pada salah satu dari dua entitas yang sama, maka bisa ada pada keduanya. Maka terjadilah hirarki (tasalsul) atau rotasi (daur) yang keduanya adalah mustahil seperti sudah dijelaskan sebelumnya. Allah memiliki sifat wajib terdahulu (qidam), berarti Allah tidak baru (huduts). Maka kesimpulannya adalah Allah berbeda dengan makhluk (mukhalafatu lil Hawadits) dan lawannya adalah Allah sama dengan makhluk (mumatsalatu lil hawadits).   

- Bersambung...

Oleh : Taufik Damas, Lc (Wakil Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta). Disadur dari FB Taufik Damas  

Editor : Ali Ramadhan