Berhenti Menilai Orang Lain dengan Standar Diri Kita

 
Berhenti Menilai Orang Lain dengan Standar Diri Kita
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Standar itu penting. Standar itu dibuat untuk memicu agar orang bisa memenuhi target. Jika ada yang melampaui standar, maka hal itu harus diapresiasi dan dihargai.

Tetapi kenyataannya tidak demikian. Banyak yang menjadikan standar itu sebagai pemisah antara yang haq dan yang bathil. Maka yang melampaui standar dianggap salah dan keliru. Itu karena standar dibuat hanya sesuai dengan diri mereka semata. Sehingga menjadi salah. Dan salahnya cuma satu, “kenapa ada orang yang melampaui standar mereka?”

Begitulah jika ada orang yang menjadikan diri mereka sebagai standar kebenaran. Kebenaran itu didefinisikan hanya seputar diri mereka. Di luar diri mereka, apa yang orang lain lakukan akan dianggap salah, sesat atau minimal Anda dianggap berbohong.

Mereka merasa diri mereka sudah hebat, pengetahuan mereka sudah mumpuni, status sosial sudah tinggi, dan karenanya mereka sulit percaya ada orang yang melampaui mereka. Tidak sadarkah mereka, di luar diri mereka, banyak orang lain yang jauh lebih hebat, lebih efisien dalam bekerja, dan lebih produktif berkarya serta lebih banyak membaca ketimbang mereka. Di atas langit masih ada langit.

Imam Syafi'i memberikan teladan baik soal ini. Kepada murid-muridnya yang juga memiliki kapasitas keilmuan yang tinggi, salah satu imam mazhab itu tidak menstandarkan hanya pendapatnya saja yang harus diikuti. Beliau menyatakan agar para muridnya itu tidak mentaqlid kepadanya. Maka hal yang biasa, jika kemudian murid menyelisih pendapat gurunya. Dan itu tidak berarti penentangan.

Imam Syafi'i juga banyak menyelisih pendapat gurunya, Imam Malik. Keduanya menjadi imam mazhab yang pendapatnya diikuti oleh umat Islam. Damai dalam perbedaan. Tidak ada paksaan untuk mengikiti standar masing-masing satu sama lain. 

Berbeda dengan sekarang, ini banyak justru orang yang hanya mau memaksakan pendapatnya sesuai ukurannya saja. Soal sistem politik misalnya, sampai hari ini masih ada yang ngotot hanya sistem yang diyakininya saja yang benar. Ketika ada ulama lain menyampaikan data atau temuan baru yang belum sampai kepada mereka, yang terjadi adalah sikap menyalahkan.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang terjebak oleh standar dirinya atau kelompoknya semata. Sehingga memandang orang lain salah dan menilai bohong ketika mendapati hal baru yang orang lain sampaikan.

Sebagian mereka beralasan, "standar kami itu Al-Quran dan Hadis.”

Iya, tapi penfasiran ulama terhadap Al-Quran dan Hadis juga beraneka ragam metode, kaidah dan aplikasinya.

Jadi, mari tinggalkan standar diri kita, berhentilah menilai orang lain dengan standar diri kita, karena hanya mereka yang sudah menanggalkan dirinya yang akan melampaui batas standar. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 16 Agustus 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Prof. Nadirsyah Hosen

Editor: Hakim