Kisahkan Kiai Idris Kamali, Kiai Sadi: Beliau Termasuk Min Jumlatil Auliyaillah

 
Kisahkan Kiai Idris Kamali, Kiai Sadi: Beliau Termasuk Min Jumlatil Auliyaillah
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – KH Idris Kamali adalah salah satu santri dari Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari yang termasuk dalam kelas musyawarah, kelas khusus yang berisikan 20 santri yang memiliki potensi kepemimpinan, kecerdasan dan keluhuran budi pekertinya.

KH Idris Kamali juga merupakan paman (sepupu ibu) dari Ketua Umum PBNU saat ini, KH Said Aqil Siradj. Sedikit kisah KH Idris Kamali juga sedikit diulas dalam buku Tokoh Besar di Balik Layar, Biografi Almarhum KH. Idris Kamali oleh Kiai Said.

Kiai Said mengisahkan bahwa KH Idris Kamali masih hubungan kerabat dengan beliau. Ibu Kiai Said, Afifah binti Harun bin Abdul Jalil merupakan sepupu dari KH. Idris bin Kamali bin Abdul Jalil. Saat itu, Kiai Abdul Jalil yang berasal dari Ndoro, Pekalongan pergi ke Kedondong, Cirebon untuk mendirikan pesantren. Namun saat ini pesantren tersebut telah tiada.

Kiai Abdul Jalil memiliki dua anak, Kiai Kamali dan Kiai Harun. Kiai Kamali berangkat dan bermukim di Mekkah, bahkan semua anaknya lahir di Mekkah. Setelah memutuskan untuk pulang ke tanah air, Kiai Kamali langsung menuju ke Cirebon untuk mengembleng langsung anak-anak beliau, salah satunya Kiai Idris.

Setelah itu Kiai Idris dipondokkan di Pesantren APIK Kaliwungu yang saat itu diasuh oleh KH Irfan Musa. Setelah tigahun mondok, Kiai Idris meneruskan pendidikannya di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang di bawah asuhan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari.

Karena kejeniusan dan kecerdasan Kiai Idris, serta dipercaya menjadi badal Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, beliau diambil menantu oleh Hadratissyaikh dan dinikahkan dengan Nyai Hj. Azzah, putri KH Hasyim Asy’ari dari istri Nyai Nafiqah. Nyai Hj. Azzah merupakan kakak kandung dari KH Abdul Wahid Hasyim (ayah Gus Dur).

Dari pernikahan tersebut, Kiai Idris dikaruniai satu putera yang diberi nama Abdul Haq. Sangat disayangkan, sang istri wafat diusia yang cukup muda, karena rasa cinta terhadap istri dan anaknya yang begitu besar, Kiai Idris memutuskan untuk tidak menikah lagi.

Pada tahun 1970, Kiai Said yang saat itu masih nyantri di Lirboyo sowan ke Kiai Idris dan ditanya oleh Kiai Idris, “Kamu punya uang tidak? Ambil uang itu di toples jajan dalam lemari.”

Kiai Said terkejut, ternyata toples jajan tersebut memang benar berisi banyak uang dengan nominal seribu rupiah. Kiai Said disuruh mengambil sebanyak dua lembar. Salah satu karomah dari Kiai Idris adalah beliau memberi uang kepada orang lain hanya dengan ngronggoli (asal ambil saja), dan sebanyak apapun yang diambil maka nominalnya akan pas seperti apa yang dikehendakinya.  

Pada tahun 1973, Kiai Idris memutuskan untuk meninggalkan tanah air dan bermukim di Mekkah untuk menuntut ilmu. Ketika berada di Makkah, Kiai Said juga menyempatkan diri mengaji kitab Shahih Bukhari dan Ihya’ Ulumuddin ke Kiai Idris.

Salah satu kebiasaan Kiai Idris yang diceritakan oleh Kiai Said adalah Kiai Idris gemar menghabiskan waktunya di masjidil Haram, memakai dua arloji ditangannya (satu untuk jam istiwa’ dan yang satu untuk waktu biasa), dan gemar hanya mengenakan kaos dalam.

Tiap hari selama bulan Ramadhan, Kiai Idris pergi ke Mesir hanya untuk menghatamkan kitab al-Umm di samping makam Imam Syafi’i. Kiai Idris memulainya dari pagi hingga sore, kadang dari sore hingga malam, dan malamnya Kiai Idris habiskan dengan shalat tahajjud. Hal tersebut diceritakan oleh Kiai Said yang saat itu diceritakan langsung oleh Kiai Idris ketika kembali ke Mekkah. Ketika ada bacaannya yang salah atau keliru, Imam Syafi’i langsung membenarekannya. Subhanallah.

Saat bermukim di Mekkah, Kiai Idris tinggal di di rumah Syaikh Khatib al-Maduri Bersama dengan Prof. Dr. Djamaluddin Mirri, Rektor Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng dan Dekan Fak. Ushuluddin IAIN Surabaya.

Banyak cerita unik tentang sosok Kiai Idris yang diceirtakan oleh Kiai Said, salah satunya di Pesantren Kempek Cirebon. Suatu ketika ada jin yang mengganggu para santri, lalu seketika Kiai Said langsung menghampiri dan berteriak, “Saya adukan kamu ke Mbah Idris!”

Mendengar nama Kiai Idris, jin tersebut lari dan tak berani kembali mengganggu. Hingga saat ini ketika nama Kiai Idris disebutkan maka tidak akan ada jin yang berani mengganggu.

Kiai Said menuliskan bahwa Kiai Idris adalah sosok yang sederhana, secara dzahir Kiai Idris tidak menampakkan bahwa beliau adalah ulama besar. Bahkan Kiai Idris hanya menggunakan imamah biasa dan sarung, kesederhanaan yang patut untuk ditiru di zaman sekarang.

“Beliau juga termasuk kiai yang kaya raya, punya sapi, kambing, sawah dan tanahnya pun berpetak- petak banyaknya. Saya yakin beliau termasuk min jumlatil auliyaillah, maqamnya beliau adalah tajrid. Beliau sudah tidak pernah bertindak dengan menggunakan kausal, tidak menggunakan sabab wa musabab,” tulis Kiai Said.

Ketika cuti kuliah pada 1983, Kiai Said pergi ke Pesantren Kempek untuk mengaji dan sowan pada Kiai Idris yang saat itu sudah sangat sepuh. Kiai Idris sudah tidak mengajar lagi kecuali kitab Dalail al-Khayrat.

Ketika saya cuti kuliah tahun 1983, saya sowan dan mengaji ke Kempek untuk menemui Kiai Idris. Beliau sudah sangat sepuh. Waktu itu Kiai Idris sudah tidak mengajar lagi, kecuali hanya mengajarkan kitab.

Seluruh usia Kiai Idris dihabiskan hanya untuk mengaji, mengajar dan beribadah. Saking banyaknya kitab yang dibaca, Kiai Idris seakan-akan hafal denga nisi kitab tersebut. Ketika ada santri yang membaca kitab kepada Kiai Idris, lalu bacaannya salah secara spontan Kiai Idris tau dimana letak kesalahannya, padahal Kiai Idris hanya menyimak tanpa melihat kitab yang dibaca santrinya. Bahkan ketika terdapat kesalahan dalam cetakan, Kiai Idris mengetahui secara detail kesalahan tersebut.

Robbiy fangfa'na bi barkatihim.

Wahdinal khusna bi khurmatihim.

Wa amitna fi thoriqotihim.

Wa muafa'ti minal fitani.

Disadur dari tulisan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj dalam buku “Tokoh Besar di Balik Layar, Biografi Almarhum KH. Idris Kamali”


Editor: Daniel simatupang