Radikalisme dengan Terorisme Ibarat Software dan Hardware

 
Radikalisme dengan Terorisme Ibarat Software dan Hardware
Sumber Gambar: Dok. JawaPos.com

Laduni.ID, Jakarta – Berpikir radikal dalam filsafat dan sains bertujuan untuk mencari dan menemukan kebenaran, dengan asumsi kebenaran yang ada sekarang belum final, siap diuji, dikonfirmasi dan direvisi jika ketemu kebenaran yang lebih benar

Radikal dalam konteks ini bersifat terbuka, objektif, metodologis dan universal. Tidak masalah dengan berpikir radikal dalam filsafat dan sains. Baik-baik saja. Sangat positif dan tidak destruktif bagi kehidupan umat manusia.

Radikalisme dalam konteks politik bertolak belakang dengan berpikir radikal dalam filsafat dan sains. Radikalisme adalah ideologi tertutup yang kebenarannya dianggap final sehingga tidak boleh diuji, dikonfirmasi, dievaluasi dan direvisi. Radikalisme tidak berkomitmen terhadap kebenaran.

Radikalisme berorientasi kepada kekuasaan. Sebagai paham yang ingin mengubah suatu sistem politik dari dasarnya secara menyeluruh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Perubahan sistem politik secara menyeluruh dalam waktu singkat hanya dapat terjadi dengan menggunakan kekerasan. Perang atau kudeta militer lazim digunakan untuk itu. Perubahan sistem politik melalui mekanisme demokrasi konstitusional dicurigai oleh kaum radikal tidak akan menyentuh akar, parsial dan lamban.

Menggunakan metode kekerasan menjadi keniscayaan. Inilah sebabnya radikalisme dan terorisme tidak bisa dipisahkan. Radikalisme ibarat software, terorisme yang menjadi hardware.

HTI mengklaim anti kekerasan, padahal doktrin thalabun nushrah yang mereka adopsi sarat dengan kekerasan, dimana HTI melakukan penyusupan, perekrutan, pembinaan, penggunaan dan penggerakan jenderal militer untuk mengambil alih kekuasaan.

Kekerasan simbolik melalui bendera rayah yang berwarna hitam kerap ditunjukkan HTI di tempat-tempat umum. Bendera rayah yang berwarna hitam adalah bendera perang.

Dengan bendera tersebut, HTI ingin menyampaikan pesan, bahwa mereka akan memerangi siapa saja yang menghalangi khilafah tahririyah mereka.

Ancaman ini langsung disampaikan oleh Amir Hizbut Tahrir Atha bin Khalil Abu Rusytah di depan peserta Muktamar Ulama Nasional (MUN) 21 Juli 2009 di Istora Senayan Jakarta. Amir HT mengatakan, akan menghukum siapa saja yang pernah menghalangi perjuangan HT dalam mendirikan khilafah (tahririyah), jika khilafah (tahririyah) tegak nanti. (Al-Wa’ie no. 108, Agustus 2009 hal, 63).

Sedangkan kekerasan verbal, sudah tidak kehitung banyaknya. Sumpah sarapah, ujaran kebencian, caci maki, celaan dan hujatan mengalir deras dari lisan dan tulisan HTI.

Kekerasan dengan motif ideologi adalah hakikat dari terorisme. Radikalisme dan terorisme tidak dapat dipisahkan, satu sama lain.

Oleh: Ayik Heriansyah


Editor: Daniel Simatupang