Akhir Tahun Merawat Peradaban

 
Akhir Tahun Merawat Peradaban
Sumber Gambar: dok. pribadi/FB Hamdan Suhaemi

Laduni.ID, Jakarta – Kekayaan budaya Nusantara adalah isi peradaban, di mana kita tengah menghadirkan di muka dunia bahwa kita anak negeri ini yang masih menghargai, masih pula menjaganya. Peradaban tentu yang paling berharga dimiliki umat manusia. Kelak anak cucu kita menuntut di pengadilan sejarahnya, apa yang diwariskan oleh kita. Ini hari kita masih bisa meneguhkan apa yang jadi kebanggaan itu, ya rangkaian-rangkaian mahakarya kebudayaan Nusantara kita.

Sesungguhnya ilmu, agama dan kebijaksanaan itu juga tampakan peradaban, ia adalah cahaya yang mengkilat menjuntai di atas langit semesta. Adalah keniscayaan manusia menjadikannya sebagai prinsip hidup, norma kehidupan dan petunjuk hidup.

Suatu kehampaan di tengah mayapada peradaban manusia jika pun nilai kemanusiaan lalu dianggap ringan. Padahal nilai kemanusiaan yang ditinggikan terkadang juga menjadi warna indah pada sisi peradaban itu sendiri. Maka sikap itu harus diejawantahkan pada kecintaan dan pada kepedulian.

Sang Mistikus dari Konya, Jalaluddin Rumi berkata,

“Cinta mengubah kekasaran menjadi kelembutan, mengubah orang tak berpendirian menjadi teguh berpendirian, mengubah pengecut menjadi pemberani, mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan, dan cinta membawa perubahan-perubahan bagi siang dan malam.”

Suatu peradaban yang didasarkan dari cinta akan lalu menunjukan kefasihannya mengharmonisasi kehidupan. Suka atau tidak suka, kita hidup di penghujung peradaban manusia, melanggengkan kebaikan dan kebenaran inilah yang dinamakan prinsip suatu peradaban.

Mari kita melirik pandangan natural dari filsuf Prancis ini, Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) secara luas dipandang sebagai filsuf sosial dan politik terbesar dari Pencerahan Prancis. Rousseau berpendapat bahwa panggilan tertinggi setiap orang adalah kebajikan sipil, partisipasi aktif dalam komunitas untuk kepentingan kebaikan bersama, berdasarkan kebebasan individu dan aturan hukum yang tidak memihak.

Kata Rousseau, akan ada ketidaksetaraan yang menutupi dirinya sebagai masyarakat yang “beradab”. “Jangan dengarkan kebohongan itu, anda tersesat jika lupa bahwa hasil bumi adalah milik semua orang dan bumi bukan milik siapa pun,” tulisnya. Penyakit terbesar manusia, kata Rousseau, tidak alami tetapi dibuat oleh manusia itu sendiri, obatnya terletak juga dalam kekuatan manusia.

Omar Khayam, sang penyair dan ilmuwan muslim dalam Rubaiyatnya, mempertajam arti penting memaknai kehidupan, dan di sanalah peradaban itu terlihat cemerlang. Ia berkata “Garis-garis bijak, yang seiring waktu berubah menjadi ucapan bersayap, menasihati pria dan wanita untuk menemukan cinta dalam hidup mereka, mengintip ke dunia batin, mencari cahaya yang tidak terlihat oleh orang lain dan dengan demikian memahami makna keberadaan mereka di Bumi, kekayaan seseorang adalah dunia spiritualnya.”

Martin Heidegger adalah filsuf berkebangsaan Jerman yang lahir pada 1889. Meskipun karya yang ia hasilkan sangat sulit untuk dimengerti, magnum opus-nya yang berjudul Being and Time (1927) dikenang sebagai salah satu karya filsafat kontinental yang paling penting sepanjang abad ke-20. Ia menawarkan pada kita bahwa, “Keduniawian merupakan konsep ontologis yang menandai struktur konstitutif ada-dalam-dunia. Manusia ada dalam dunia, menemui ruang keduniawian yang radikal, yakni dunia keseharian. Manusia ada-di-sana, yang berarti ada-di-dalam-dunia (Being-in-the-world). Manusia terlempar di dunia tanpa memilih dan manusia selalu berada pada suatu sejarah. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang menyejarah, karena manusia secara struktur ontologisnya ada-dalam-dunia.” Jelas ini menujukan bahwa penggerak dan pengada peradaban, mereka manusia yang sadar akan keberadaannya di dunia.

Akhir tahun, menjadi pelihat suatu tatapan kebaikan manusia yang setia mengisi ruang peradabannya dengan cinta dan harmoni. Pada saatnya nanti keadaban kita dalam mengawal dan mewariskan peradaban di masa yang akan datang, adalah lebih memihak pada nilai kemanusiaan. Dalam hal ini agama akan menjadi nafas manusia dunia ketika agama tidak menjauhkan diri dari penghargaannya atas manusia.

Saketi Pandeglang, 31 Desember 2021

Oleh: Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten dan Ketua Rijalul Ansor Banten


Editor: Daniel Simatupang