Iman dan Tingkatannya Menurut Para Ulama

 
Iman dan Tingkatannya Menurut Para Ulama

Laduni.ID, Jakarta - Iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan.

Penjelasan definisi Iman, “Membenarkan dengan hati” maksudnya menerima segala apa yang dibawa oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam.

“Mengikrarkan dengan lisan” maksudnya, mengucapkan dua kalimah syahadat, syahadat “Laa ilaha illallahu wa anna Muhammadun Rasulullah” (Tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah).

“Mengamalkan dengan anggota badan” maksudnya, hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan, sedang anggota badan mengamalkannya dalam bentuk ibadah-ibadah sesuai dengan fungsinya

Imam Ghazali membagi iman manusia kepada tiga bagian:

1. Iman Taqlidi

Yaitu imannya kebanyakan orang yang tidak berilmu. Mereka beriman karena taklid semata. Sebagai perumpamaan iman tingkat pertama ini, kalau kamu diberi tahu oleh orang yang sudah kamu uji kebenarannya dan kamu mengenal dia belum pernah berdusta serta kamu tidak merasa ragu atas ucapannya, maka hatimu akan puas dan tenang dengan berita orang tadi dengan semata-mata hanya mendengar saja.

Ini adalah perumpamaan imannya orang-orang awam yang taklid. Mereka beriman setelah mendengar dari ibu bapak dan guru-guru mereka tentang adanya Allah dan Rasul-Nya dan kebenaran para Rasul itu beserta apa-apa yang dibawanya.

Dan seperti apa yang mereka dengar itu, mereka menerimanya serta tidak terlintas di hati mereka adanya kesalahan-kesalahan dari apa yang dikatakan oleh orang tua dan guru-guru mereka, mereka merasa tenang dengannya, karena mereka berbaik sangka kepada bapak, ibu dan guru-guru mereka, sebab orang tua tidak mungkin mengajarkan yang salah kepada anak-anaknya, guru juga tidak mungkin mengajarkan yang salah kepada murid-muridnya. Karena kita percaya kepada orang tua dan kepada guru, maka kita pun beragama Islam.

2. Iman Istidlali

Yaitu dimana mereka beriman cukup berdasarkan dalil aqli dan naqli, dan mereka merasa puas dengan itu. Iman tingkat kedua ini tidak jauh berbeda derajatnya dengan iman tingkat pertama. Sebagai contoh, apabila ada orang yang mengatakan kepadamu bahwa Zaid itu di rumah, kemudian kamu mendengar suaranya, maka bertambahlah keyakinanmu, karena suara itu menunjukkan adanya Zaid di rumah tersebut. Lalu hatinya menetapkan bahwa suara orang tersebut adalah suara si Zaid.

Iman pada tingkat ini adalah iman yang bercampur baur dengan dalil dan kesalahan pun juga mungkin terjadi karena mungkin saja ada yang berusaha menirukan suara tadi, tetapi yang mendengarkan tadi merasa yakin dengan apa yang telah di dengarnya, karena ia tidak berprasangka buruk sama sekali dan ia tidak menduga ada maksud penipuan dan peniruan. Jadi imannya orang-orang ahli ilmu kalam masih terdapat kesalahan dan kekeliruan padanya.

3. Iman Tahqiqi

Yaitu imannya para ahli makrifat dan Hakikat. Mereka beriman kepada Allah dengan pembuktian melalui penyaksian kepada Allah. Sebagai perumpamaan: Apabila kamu masuk ke dalam rumah, maka kamu akan melihat dan menyaksikan Zaid itu dengan pandangan mata kamu. Inilah makrifat yang sebenarnya dan inilah yang dikatakan iman yang sebenarnya. Karena mereka beriman dengan pembuktian melalui penyaksian mata hatinya, maka mustahil mereka terperosok ke jurang kesalahan.

Dari ketiga tingkatan iman ini dapatlah kita ketahui bahwa hanya orang-orang ahli makrifatlah atau orang-orang ahli hakekatlah yang dikatakan benar-benar telah beriman kepada Allah. Adapun imannya orang-orang awam dan imannya orang-orang ahli ilmu kalam adalah beriman secara syari’at, namun secara hakikat mereka belum beriman kepada Allah, disebabkan karena ketiadaan ilmu dan dan ketidak tahuan mereka

Tingkatan Iman menurut Imam Al-Ghozali adalah :

1. Imanul Abidin

Imanul Abidin adalah dalah imannya ahli ibadah, orang yang beribadah kepada Allah karena mengharap surga dan takut neraka. Ibarat seorang pekerja yang mau bekerja karena menginginkan upahnya dan tidak mau tahu tentang keadaan majikan, ia cinta kepada majikan atau tidak cinta terhadap majikan yang penting upah. Atau seperti seseorang yang mencintai kekasih karena kekayaannya, ia tidak cinta kepada kekasihnya, yang ia cintai hanyalah kekayaanya. Tingkatan iman seperti ini adalah tingkat iman yang masih rendah.

2. Imanul Muhibbin

Imanul Muhibbin adalah imannya seorang yang beribadah karena rasa cinta kepada Allah. Ia rela melakukan apapun demi sang kekasihnya. Ibaratnya seorang Pemuda rela melakukan apa saja demi sang kekasihnya, tapi jika cintanya di tolak/mendapat cobaan maka sudah tidak cinta lagi.

3. Imanul Mukhlisin

Imanul Mukhlisin adalah imannya seorang yang ikhlas, tapi keiklasanya masih di aku, aku sudah beramal sekian banyak, sudah shodaqoh sekian banyak, dzikir sekian banyak, aku bisa sholat rajin. Aku-aku inilah yang menyebabkan sumber kesombongan.

4. Imanul Arifin

Imanul Arifin adalah imannya seorang yang ikhlas/seorang yang arif dan bijaksana, dalam beribadah tidak mengharapkan apa-apa, hanya mengharapkan Ridho dari Allah dan di dalam ikhlas itu tidak merasa ikhlas, karena ikhlasnya billah (yang menggerakkan Allah) “wamaa romaita idz romaita wa lakinnaallaha roma” dan “laa haula wala kuata ila billah”. Ini adalah tingkatan Iman yang sempurna istilahnya imanun Ma’rifat.

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam Kitab Kasyifatus Saja menyebutkan tingkat keimanan manusia terbagi lima tingkatan, مراتب الإيمان خمسة 

Artinya: "Derajat keimanan ada lima".

Lima tingkatan keimanan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Iman Taklid, yaitu keimanan didasarkan pada ucapan orang lain (ulama biasanya) tanpa memahami dalilnya. Keimanan orang ini sah-sah saja meski ia terbilang bermaksiat karena meninggalkan upaya pencarian dalil sendiri bila ia termasuk orang yang dalam kategori mampu melakukan pencarian dalil.

2. Iman Ilmu atau Ilmul Yaqin, yaitu keimanan yang didasarkan pada pemahaman aqidah berikut dalil-dalilnya.

3. Iman ‘Iyan atau Ainul Yaqin, yaitu keimanan yang membuat seseorang mengetahui Allah (Ma'rifatullah). Dengan keimanan ini, Allah tidak ghaib sekejap pun dari mata batinnya. Bahkan “gerak-gerik” Allah selalu hadir di dalam batinnya seakan ia memandang-Nya. Ini adalah Maqom Muraqabah

4. Iman Haq atau Haqqul Yaqin, yaitu keimanan yang membuat seseorang memandang Allah melalui batinnya. Ini yang dibilang oleh para ulama bahwa "Arif (orang dengan derajat makrifat) memandang Tuhannya pada segala sesuatu". Ini adalah Maqam Musyahadah

5. Iman Hakikat, yaitu keimanan membuat orang menjadi lenyap karena Allah dan dimabuk oleh cinta kepada-Nya. Ia tidak menyaksikan apapun selain Allah. Bahkan ia sendiri tidak menyaksikan dirinya. Ini adalah Maqam Fana

Dalam Kitab Kasyifatus Saja Syekh Nawawi menjelaskan bahwa Orang dengan kategori keimanan pertama dan kedua terhijab dari dzat Allah.

Para Ulama membagi hakikat iman dalam 5 tingkatan, yaitu :

1. Iman Al Wasithu, yaitu iman yang dimiliki oleh para malaikat, dimana tingkatan iman ini tidak pernah berkurang dan tidak pula bertambah.

2. Iman Al Ma’sum, yaitu iman yang dimiliki oleh para Nabi dan Rosul Allah SWT. Dimana tingkatan iman ini tidak pernah berkurang dan akan selalu bertambah ketika wahyu datang kepadanya

3. Iman Al Makbul, yaitu iman yang dimiliki oleh muslim dimana iman tingkatan ini selalu bertambah jika mengerjakan amal kebaikan dan akan berkurang jika melakukan maksiat

4. Iman Al Maukuf, yaitu iman yang dimiliki oleh ahli bid’ah, yaitu iman yang ditangguhkan dimana jika berhenti melakukan bid’ah maka iman akan diterima, diantaranya kaum rafidhoh, atau dukun, sihir, dan yang sejenisnya

5. Iman Al Mardud, yaitu iman yang ditolak, dimana iman ini yang dimiliki oleh orang-orang musrik, murtad , munafik dan kafir dan sejenisnya.


Sumber:
Disarikan dari Kitab Kasyifatus Saja karya Syekh Nawawi Al-Bantani dan berbagai sumber lain