KH. Dachlan Salim Zarkasyi, Guru Ngaji yang Menyembunyikan Diri Jadi Wali

 
KH. Dachlan Salim Zarkasyi, Guru Ngaji yang Menyembunyikan Diri Jadi Wali
Sumber Gambar: KH. Dachlan Salim Zarkasyi

Laduni.ID, Jakarta - Mbah Sholeh Darat, seorang guru dari para ulama nusantara yang berasal dari Semarang suatu ketika berkata: “Nanti di Semarang akan ada orang yang bukan ahli Qur’an tapi bisa menyelamatkan pendidikan al-Quran”. Dawuh beliau ini secara mutawatir disampaikan hingga cicit keturunan Mbah Sholeh Darat kelima yang bernama Mbah Abdurrohman. Salah satu santri yang mendengar hal tersebut bermaksud ingin membuktikan siapa yang dimaksud orang yang bisa menyelamatkan pendidikan al-Quran yang bukan dari kalangan ahli Quran.

Santri tersebut menduga hal tersebut mengarah ke KH. Dachlan Salim Zarkasyi. Kyai Dachlan sendiri di kota Semarang tidaklah dikenal sebagai ahli Quran, beliau lebih akrab dikenal sebagai pedagang pernak-pernik imitasi di pasar Johar. Tetapi akhir tahun 80an beliau terkenal sebagai guru ngaji anak-anak. Terlebih ada koran yang memberitakan santri kyai Dachlan yang masih kecil mengkhatamkan al-Quran.

Santri tersebut bermaksud ingin menguji apakah benar yang dimaksud Mbah Sholeh Darat adalah kyai Dachlan. Ia menguji kyai Dachlan dengan cara sowan ke ndalem beliau. Jika dalam tiga kali sowan sesuai dengan “krentek” di dalam hati maka benarlah yang dimaksud Mbah Sholeh Darat adalah kyai Dachlan.

Sowan pertama, santri tersebut punya “krentek” di dalam hati, jika kyai Dachlan adalah sang penyelamat pendidikan al-Quran, nanti jika saya datang ke rumahnya pasti beliau sudah siap. Santri itupun datang sowan ke kyai Dachlan. Saat itu pula kyai Dachlan sudah siap menerima tamu dan menyambut santri tersebut. Santri tersebut berfikir mungkin ini hanyalah sebuah kebetulan.

Sowan kedua, santri itu pun membatin dalam hati, jika kyai Dachlan adalah orang yang dimaksud Mbah Sholeh pasti beliau akan memberi sarapan. Santri tersebut dalam sowan yang kedua kalinya ini sengaja tidak sarapan dari rumah. Setibanya sang santri di ndalem kyai Dachlan langsung sang santri diajak sarapan oleh kyai Dachlan. Mungkin ini juga sekali lagi kebetulan.

Sowan ketiga kalinya, santri “mbatin” dalam hati. Namun ia berfikir tentang keinginan dalam hatinya ini yang tidak biasanya. Ia ingin sesuatu yang lebih spesifik atau lebih khusus. Ia ingin makan dengan lauk rempeyek kacang.

Jika memang nanti ketika dia sowan ke kyai Dachlan disuguhi makan dengan lauk rempeyek kacang, ia percaya dengan penuh kesadaran bahwa beliau memang yang dimaksud Mbah Sholeh Darat orang yang bukan ahli Quran tapi sebagai penyelamat pendidikan al-Quran. Tidak boleh ada lagi keraguan baginya karena “krentek” tiga kali jika betul semua pasti tidak akan ada lagi kebetulan.

Sesampainya di rumah kyai Dachlan, ia pun dipersilahkan untuk makan seperti biasa. “Mari makan dulu, namun mohon maaf lauknya hanya rempeyek” kata kyai Dachlan. Ucapan inipun membuat kaget luar biasa. Tanpa basa-basi santri inipun sungkem ke kyai Dachlan. Isak tangispun pecah. Air mata berlinang tak terbendung. Ternyata selama ini, beliaulah yang dia cari. Tidak salah lagi beliaulah yang dimaksud Mbah Sholeh Darat. Kyai Dachlan tidak dikenal sebagai ahli Quran, namun beliau adalah tokoh yang selama ini ia cari yakni sang penyelamat pendidikan al-Quran.

Beliau adalah sosok guru ngaji yang tidak menampakkan layaknya seorang ahli Quran. Beliau lebih suka dengan yang kebanyakan orang tau hanya pedagang. Hal ini mengingatkan saya dengan ucapan bapak saya: “Kyai Dachlan adalah sosok pedagang yang peduli dengan pendidikan al-Quran.” Lebih dari itu bapak juga pernah berkata: “Kyai Dachlan adalah seorang wali yang mampu menyembunyikan kewaliannya.”

Ustadz Bunyamin bermaksud mau mengangkat santri tersebut dari sungkem ke kyai Dachlan. Namun kyai Dachlan mengisyaratkan untuk membiarkan saja.

Beruntunglah kita bertemu kyai Dachlan dan berjuang bersama beliau. Perjuangan beliau adalah perjuangan menyelamatkan pendidikan al-Quran. Menurut bapak saya visi Qiraati adalah menyelamatkan al-Quran dari segi bacaannya. Jadi guru ngaji dengan metode Qiraati sama dengan menjadi mujahid al-Quran. Semoga kita termasuk dalam golongan para pejuang al-Quran. Amin

Cerita ini diriwayatkan oleh KH. Khotib Umar yang mendapatkan cerita dari ustadz Bunyamin Dachlan, (tulisan ini sudah mendapat konfirmasi langsung oleh ustadz Bunyamin). Ustadz Bunyamin sendiri pernah menyampaikan dalam Haul KH. Dachlan 2019.

Wallahu A’lam.