Kelemahan Kaum Muda: Tidak Memperhatikan Kepada Siapa Dia Berguru

 
Kelemahan Kaum Muda: Tidak Memperhatikan Kepada Siapa Dia Berguru
Sumber Gambar: Pok Rie/Pexels (Foto Ilustrasi)

Laduni.ID, Jakarta - Kini sudah sangat terasa dan nampak nyata bahwa banyak kaum muda yangg tidak memperhatikan kepada siapa dia berguru, asal mencari guru. Sehingga tidak mengetahui mana kebenaran ilmu dan pembenaran nafsu karena merasa berilmu.

Fenomena faktual tersebut, mungkin terkait dengan gejolak semangat mudanya, yang inginnya instan menguasai suatu ilmu, bukannya memahami secara utuh, khususnya ilmu tentang agamanya.

Mungkin karena para pemuda masih mencari-cari jati diri, sangat mudah disimpang siurkan oleh gelombang tsunami informasi yang salah dan menenggelamkan kesadaran bagaimana mencari ilmu dan menjadi orang yang berilmu. Sehingga, banyak sekali orang-orang yang menyimpang pemahamannya, di indoktrinasikan secara intensif dan massif di isikan kepada para pemuda. Karena kebanyakan mereka hanya bermodalkan semangat saja, asal beda dan berbeda, hingga salah kaprah. Misalnya : mengkafirkan negara Indonesia, mengkafirkan pemerinta, mengkafurkan rakyat yang setuju dengan pemerintah.

Banyak gerakan-gerakan yang seperti ini di isi oleh para pemuda dan mudah diterima oleh para pemuda, mungkin karena mereka masih sangat mudah terombang-ambing tanpa kompas yang mendasarinya arah tujuan mencari ilmu agama.

Ada peringatan yang pernah di katakan oleh Abubakar Muhammad bin Sirin al-Bashri atau Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah (653 - 729 M, Basra, Irak), salah seorang tokoh ulama ahli fiqih dan perawi hadis dari golongan ulama tabi’in senior, muridnya sahabat Anas bin Malik bin Nadar al-Khazraj Radhiyallahu Anhu (612 - 712 M), beliau mengingatkan bahwa :

إن هذا العلم دين ، فانظروا عمن تأخذون دينكم

"Ilmu adalah bagian dari agama, karena itu perhatikan, dari mana kalian mengambil agama kalian." (Termaktub dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala’, 4/606, karya Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah adz-Dzahabi al-Fariqi ad-Dimasyqi Asy-Syafi'i, atau Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (5 Oktober 1274 - 3 Februari 1348 M di Damaskus).

Bagi kaum muda, belajar ilmu (terutama ilmu agama) harus memperhatikan, siapa yang memang benar-benar layak dituntut ilmu darinya. Ada beberapa pertanyaan kritis yang dilakukan sebelum mencari seseorang sebagai gurunya. Beberapa diantara pertanyaan adalah, harus tahu ini fulan belajar agama dimana, gurunya siapa, teman-temannya siapa, yang paling utama yang diajarkan apa. Apakah setelah menimba ilmu semakin meningkatkan kualitas dirinya, atau malah menjadi pribadi yang merasa paling suci dan mudah menyalah-nyalahkan orang lain. Jika itu yang terjadi, maka harus putar haluan mencari guru yang lain, yang memiliki kualitas akhlak dan adab selain kualitas ilmunya.

Kita simak suatu perkataan dari seorang ulama besar hadits dan sejarahwan muslim, Abu Bakr Ahmad bin `Ali bin Tsabit bin Ahmad bin Mahdi al-Syafi`i atau Imam Al Khotib Al Baghdadi rahimahullah (10 Mei 1002 - 5 September 1071 M di Bagdad, Irak), beliau meriwayatkan bahwa Anas Bin Sirin rahimahullah saat beliau sakit, beliau berkata :

"Takutlah kalian kepada Allah, wahai para pemuda, perhatikanlah dari siapa kalian mengambil dan belajar hadis-hadis ini, sesungguhnya dia adalah bagian dari Agama kalian."

Ada perkataan yang menarik, yaitu : "Lihat para pemuda, ketika masa mudanya dia belajar dengan siapa."

Oleh karena itu, kami berpesan kepada para pemuda, silahkan memiliki semangat kesadaran beragama dan mencari ilmu agama, tetapi kalian harus betul-betul selektif mencari guru, jangan sembarangan, karena di zaman sekarang, sebagian tertipu dengan popularitas, karena followersnya banyak, subsribernya jutaan dialah yang pantas untuk dituntut ilmunya. Yang paling pantas untuk di tuntut ilmunya adalah yang mengajarkan adab, akhlaq, akidah, Al-Quran dan Hadist dengan pemahaman para sahabat, tabi'in dan Shalafus Sholeh lainnya, dan para ulama yang memiliki sanad keilmuan yang jelas secara muttashil hingga Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.

Hati-hatilah mencari guru, jangan sembarang, tapi memang harus orang yang mempunyai kompetensi, kapabilitas didalam mengajarkan ilmu agama. Kita camkan pesan Abu Muhammad Zaid Bin Abi Zarqo Ats Tsa'labiy, seorang ulama besar dari kalangan Tabi'ut Tabi'in yg wafat tahun 194 H / 809 M hidup di Syam, beliau bercerita :

"Wahai para pemuda bersegeralah kalian mengambil berkah ilmu ini, sesungguhnya kalian tidak mengetahui, mungkin kalian tidak akan sampai pada apa yang kalian cita-citakan, hendaknya sebagian kalian memberikan manfaat bagi sebagian yang lain."

Maksudnya, diperjelas oleh Sufyan bin Sa'id bin Masruq bin Habib bin Rafi' bin Abdillah atau Imam Sufyan Bin Ats Tsauri rahimahullah (715 - 778 M, Basra, Irak), seorang Ulama besar kalangan Tabiin senior berkata, "Wahai para pemuda, tuntutlah ilmu dengan segera, sesungguhnya kalian tidak mengetahui apa yang akan sampai kepada kalian, dan hendaknya sebagian kalian memberi faedah kepada sebagian yang lain."

Imam Malik bin Anas rahimahullah (711 - 795 M, Madinah) berkata :

إن هذا العلم هو لحمك ودمك ، ‏وعنه تسأل يوم القيامة ، فانظر عمن تأخذه

“Sungguh ilmu ini adalah darah dagingmu, dan engkau akan ditanya (dimintai pertanggung jawaban) tentangnya pada hari Kiamat kelak. Maka lihatlah darimana engkau mengambil ilmu tersebut.”

Guru yang baik

Ulama tasawuf, salah seorang murid dari Dzul-Nun Abu l-Fayḍ Thawban bin Ibrahim al-Mishri atau Syaikh Dzun Nun al-Mishri rahimahullah (796 -  859 M, Kairo, Mesir), bersahabat dengan Syaikh Abu Turab an-Nakhsyabi, Syaikh Yahya bin Mu’adz ar-Razi, dan lain sebagainya, yaitu Abu Ya’qub bin al-Husain ar-Razi atau Yusuf bin Al-Husein rahimahullah (wafat 304 H / 916 M) menceritakan, Aku bertanya kepada Dzun Nun tatkala perpisahanku dengannya, “Kepada siapakah aku duduk atau berteman dan belajar?”. Beliau menjawab, “Hendaknya kamu duduk bersama orang yang dengan melihatnya akan mengingatkan dirimu kepada Allah. Kamu memiliki rasa segan kepadanya di dalam hatimu. Orang yang pembicaraannya bisa menambah ilmumu. Orang yang tingkah lakunya membuatmu semakin zuhud kepada dunia. Bahkan, kamu pun tidak mau bermaksiat kepada Allah, selama kamu sedang berada di sisinya. Dia memberikan nasihat kepadamu dengan perbuatannya, dan tidak menasihatimu dengan ucapannya semata.” (kitab Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, Hal. 71-72, karya Abu Bakr Ahmad bin `Ali bin Tsabit bin Ahmad bin Mahdi al-Syafi`i atau Imam al-Khathib al- Baghdadi  rahimahullah, 10 Mei 1002 - 5 September 1071 M di Bagdad, Irak)


Oleh: Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim JAMA'AH SARINYALA Kabupaten Gresik
Editor: Nasirudin Latif