Biografi Habib Abdurrahman bin Abdullah Alhabsyi (Habib Cikini)

 
Biografi Habib Abdurrahman bin Abdullah Alhabsyi (Habib Cikini)

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga
1.3       Nasab Habib Abdurrahman bin Abdullah al-Habsyi
1.4       Wafat           

2.         Hubungan Dengan Pontianak

3.         Persahabatan dengan Habib Syech dan Raden Saleh

4          Penerus Beliau
4.1       Anak-anak Beliau
4.2       Murid-murid Beliau

5          Karomah Beliau      
5.1       Sumur Mengobati Segala Penyakit   
5.2       Makam Beliau Gagal digusur

6          Referensi

 

1         Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1       Lahir

Al Habib Abdurrahman bin Abdullah al-Habsyi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Habib Cikini adalah salah satu ulama generasi kedua dari garis keturunan keluarga al-Habsyi yang telah menetap di negeri ini. Al Habib Abdurrahman terlahir dari keluarga besar al-Habsyi pada cabang keluarga al-Hadi bin Ahmad Shahib Syi’ib di Semarang. Nasab lengkapnya adalah Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Abdurrahman bin Husein bin Abdurrahman bin Hadi bin Ahmad Shahib Syi’ib bin Muhammad al-Ashghar bin Alwi bin Abubakar al-Habsyi.

Kakeknya yang bernama Habib Muhammad bin Husein al-Habsyi adalah yang pertama kali datang dari Hadhramaut dan menetap di Pontianak dan kemudian menikah dengan seorang putri dari keluarga Kesultanan Pontianak. Kakeknya ini pun ikut mendirikan Kesultanan Hasyimiyah Pontianak bersama keluarga al-Qadri. Dalam catatan pada kitab rujukan “Nasab Alawiyyin” susunan Habib Ali bin Ja’far Assegaf dituliskan, dengan jelas bahwa Habib Abdullah (Ayah Habib Abdurrahman) adalah seorang kelahiran Hadhramut, Yaman tepatnya di Tarbeh.

Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi sering juga disebut sebagai “Putra Semarang” karena selain pernah menetap di Pontianak, Habib Abdullah bin Muhammad al-Habsyi (ayah Habib Cikini) yang semasa hidupnya memiliki aktivitas berdagang antar pulau, juga pernah menetap di Semarang. Namun dari sebuah tulisan menyatakan bahwa dia menikah pertamakali di Semarang. Sebuah naskah juga menyebutkan, ibu Habib Abdurrahman adalah seorang syarifah dari keluarga Assegaf di Semarang.

1.2       Riwayat Keluarga
Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi sempat menikah dengan adik kandung Raden Saleh bernama Syarifah Rogayah bin Husein bin Yahya. Dari pernikahan itu, Abdurrahman tidak dikaruniai anak. Kemudian beliau menikah lagi dengan perempuan asli Betawi bernama Hajah Salmah, dikaruniai dua anak bernama Habib Ali Kwitang dan Habib Abdulqadir

1.3    Nasab Habib Abdurrahman bin Abdullah al-Habsyi
Silsilah Habib Abdurrahman bin Abdullah al-Habsyi adalah: al-Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Abdurrahman bin Husein bin Abdurrahman bin Hadi bin Ahmad al-Habsyi bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Assadullah bin Hasan at-Turabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khala’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-‘Uraidhi bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra binti Rasulullah Saw.

1.4       Wafat
Beliau wafat tahun 1879 M dan dimakamkan di Cikini. Saat itu, Habib Ali masih amat belia, yaitu baru berusia 12 tahun. Sebelum wafat, Beliau sempat berwasiat kepada istrinya agar putranya (Habib Ali) disekolahkan ke Hadhramaut dan Makkah. Wasiat tersebut dilaksanakan oleh Nyai Salmah dengan sepenuh hati dan sepenuh keyakinan akan adanya kebaikan di balik itu semua.

2.     Hubungan Dengan Pontianak

Dengan menganalisis masa hidup dan lokasi wafatnya tokoh-tokoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang datang pertama kali ke Nusantara adalah putra Habib Muhammad Al Habsyi, yaitu Habib Abdullah Al Habsyi, Ayah Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi. Sedangkan berdasarkan tahun berkuasanya para sultan pontianak yang kemudian disesuaikan dengan fakta tahun 1969 sebagai tahun kelahiran Habib Ali Kwitang (yang disebutkan setidaknya terlahir setelah 10 tahun pernikahan orang tuanya), kemungkinan besar Habib Abdullah datang ke Pontianak dimasa pemerintahan Sultan Syarif Utsman Al Qadri (berkuasa dari tahun 1819 hingga 1855M).

Sultan Syarif Utsman Al Qadri adalah sultan Pontianak yang ketiga. Beliau putra Sultan Syarif Abdurrahman Al Qadri, pendiri kota dan Kesultanan Pontianak,atau Sultan Pontianak yang pertama. Adapun Sultan Syarif Qasim Al Qadri, Kakak Sultan Syarif Utsman Al Qadri.
Sedangkan adanya keterangan yang menyiratkan pertalian hubungan pernikahan antara Habib Muhammad dan Keluarga Kesultanan Pontianak, sebenarnya, bukan pada pribadi Habib Muhammad atau Habib Abdullah, melainkan pada Saudara Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi, Yaitu Habib Alwi, yang menikahi Syarifah Zahra binti Pangeran Abdurrahman bin Pangeran Hamid (Dimakamkan di Masjid Rawa Angke, Jakarta)bin Sultan Syarif Abdurrahman Al Qadri, dan beroleh putra Ahmad dan Ali.

Bukan hanya dengan kerabat Kesultanan Pontianak, dengan kesultanan Kubu, Kalimantan Barat, pun hubungan kekerabatan terjalin, saat Habib Alwi juga menikahi Syarifah Nur Putri Sultan Abdurrahman Alaydrus, Sultan Kubu yang ketiga. Dari Pernikahannya ini, Habib Alwi mendapat putra Abdullah dan Abdurrahman. Adapun anak keturunan Habib Alwi yang ada di Trengganu, lewat putranya yang bernama Ahmad, adalah dari istrinya Syarifah Fathimah binti Ahmad Alaydrus.

Habib Alwi bin Abdullah Al-Habsyi tersebut bersama kelima saudaranya (Umar, Husein, Shalih, Alwiyah, dan Nur) adalah Putra - Putri Habib Abdullah dari Ibu yang berasal dari keturunan Bansir. Habib Alwi, yang kemudian wafat di Makkah, hingga sekarang memiliki anak keturunan tersebar, diantaranya, di Pontianak dan di Trengganu, Malaysia. Adapun Umar, Husein,Shalih, keturunannya tak berlanjut.

Mengenai nama Bansir, yang berasal dari kata Ba Nashir, itu adalah nama sebuah fam dari satu keluarga masyayikh Hadhramaut yang kemudian hijrah ke Pontianak. karena sudah membaur sedemikan lama, nama Bansir akhirnya menjadi nama kampung disana, sehingga bernama Kampung Bansir. Anggota keluarga Bansir yang pertama kali memasuki kampung itu adalah Syaikh Umar bin Ahmad (w.Senin, 19 Jumadil Akhirah 1227 H/Oktober 1773M, dan yang kemudian dikenal sebagai tokoh yang membuka Kampung Bansir tersebut adalah Putranya, Syaikh Ahmad bin Umar Bansir. Habib Abdullah sendiri kemudian menikahi putri syaikh ahmad yang bernama Aisyah. Dari Syaikhah Aisyah inilah keenam Saudara Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi (dari lain ibu) dilahirkan.

Selain pernah menetap di Pontianak, Habib Abdullah, yang semasa hidupnya memiliki aktivitas perdagangan antar pulau, juga pernah menetap disemarang. Tak diketahui dengan pasti di negeri mana di Nusantara ini ia menetap terlebih dahulu, apakah di Pontianak ataukah di Semarang. Atau, boleh jadi pula di Negeri lainnya, karena tak ada keterangan yang memastikan hal tersebut. Namun dari keterangan yang disebutkan Buku Sumur Yang Tak Pernah Kering bahwa beliau menikah pertama kali disemarang, mungkin saja beliau tinggal pertama kali di kota itu. Sebuah Naskah juga menyebutkan, Ibu Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi adalah seorang syarifah dari keluarga Assegaf di Semarang. Dan memang, Habib Abdurrahman Cikini sendiri diketahui sebagai Putra kelahiran semarang.

Habib Ali bin Ja'far Assegaf kemudian menuliskan, Habib Abdullah wafat di tengah lautan diantara Pontianak dan Sambas, dan diberi tambahan keterangan dengan kata-kata qutila zhulman, atau terbunuh secara zhalim, sementara pada catatan lainnya disebutkan. Beliau wafat di laut Kayong(daerah Sukadana, Kalimantan Barat) pada 1249 H, atau bertepatan dengan tahun 1833 M.

Keterangan yang disebutkan terakhir tampaknya lebih mendekati kebenaran, sebab wilayah Sukadana berseberangan langsung dengan kota Semarang di Pulau Jawa dan Kota Semarang merupakan kota kelahiran Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi. Hal ini juga selaras dengan keterangan pada Buku Sumur yang Tak Pernah Kering bahwa Habib Abdullah wafat saat berlayar dari Pontianak ke Semarang. Pada Catatan itu juga disebutkan, beliau wafat saat berperang dengan Lanun, sebutan orang Pontianak terhadap para perompak laut. Keterangan ini juga dapat menjadi penjelasan atas kata kata qutila zhulman yang disebutkan pada kitab Habib Ali bin Ja'far.

3.     Persahabatan dengan Habib Syech dan Raden Saleh

Diantara sejarah kehidupan Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi yang didapat dari sejumlah sumber adalah bahwa ia sahabat karib Habib Syech bin Ahmad Bafaqih (Botoputih - Surabaya). Hal tersebut diantaranya dicatat dalam catatan kaki Ustadz Dhiya' Shahab dalam bukunya "Syams azh Zhahirah". Begitu pula menurut penulis Belanda bernama L.W.C Van Den Berg dalam buku ‘Le Hadhramout Et Les Colonies Arabes’ yang menyebutkan bahwa Habib Syech pernah menetap di Batavia selama kurang lebih 10 tahun. Selama menetap di Batavia itulah tampaknya persahabatan di antara Habib Syech dengan Raden Saleh terjalin erat.

Semasa hidupnya, Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi menikahi Syarifah Rogayah binti Husein bin Yahya yang adalah adik dari maestro lukis Raden Saleh. Namun karena tidak dikaruniai keturunan, beliau pun kembali menikah dengan Hajah Salmah dari Jatinegara.

Dikisahkan, setelah lama tak mendapatkan putra, istri Habib Abdurrahman Cikini, Nyai Salmah, seorang wanita asli Betawi yang tinggal di Mester Cornelis (sekarang Jatinegara), suatu malam bermimpi. Dalam mimpi tersebut, Nyai Salmah menggali sumur.Tiba-tiba dari dalam sumur itu keluarlah air yang melimpah ke sekelilingnya.

Mimpi itu kemudian disampaikannya kepada suaminya. Habib Abdurrahman Cikini, dan beliau segera menemui Habib Syech untuk menanyakan perihal mimpi tersebut. Habib Syech menjelaskan bahwa mimpi itu merupakan isyarat bahwa pasangan Habib Abdurrahman Cikini dan Nyai Salmah akan mendapatkan seorang putra yang shalih dan ilmunya melimpah ruah penuh keberkahannya.

Tidak seberapa lama, Nyai Salmah pun mengandung dan pada hari Ahad 20 Jumadil Ula 1286 H atau bertepatan dengan 20 April 1870 M, terlahirlah seorang putra yang kemudian ia beri nama ‘Ali’.

Semua orang pun kemudian menyaksikan kebenaran ucapan Habib Syech. Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi yang terlahir dari pasangan shalih dan shalihah itu, dikemudian hari menjadi seorang shalih dan ulama yang banyak menebar manfaat dan kemaslahatan bagi umat di masa hidupnya, bahkan setelah wafatnya.

Di samping Habib Ali, Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi juga mempunyai putra lainnya yang bernama, Habib Abdul Qadir. Lewat putranya inilah Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi menjalin pertalian kekeluargaan dengan Habib Utsman bin Yahya, melalui pernikahan Habib Abdul Qadir dengan salah seorang putri Mufti Betawi ini. Dari kedua putranya itu, hanya dari Habib Ali nasab keturunannya berlanjut, karena Habib Abdul Qadir hanya memiliki tiga orang anak perempuan tanpa anak lelaki sama sekali.

Kalau anak lelaki pertama Habib Ali adalah Habib Abdurrahman, dan yang bungsu bernama Habib Muhammad. Sementara diantara dua anak lelaki itu, lahirlah lima anaknya yang perempuan yang masing-masing bernama :
Syarifah Rogayah, Syarifah Khodijah, Syarifah Mahani, Syarifah Zahra dan Syarifah Sa’diyah yang juga mengikuti jejak ayahnya untuk menggelar majlis ta’lim ‘Assa’diyah’ untuk kaum perempuan di lokasi yang sama di Kwitang. Setelah Syarifah Sa’diyah wafat saat menunaikan ibadah haji dan dimakamkan di di tanah suci, pengelolaan majlis ta’limnya dilanjutkan oleh Syarifah Salma binti Abdurrahman Al Habsyi, cucu perempuan Habib Ali Kwitang, anak dariHabib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi.

"Beliau ini dulu zamannya kan wajib syiar ya. Syiar daripada panglima perang beliau ini untuk mensyiarkan agama Islam. Cuma sebelum beliau syiar, dikasih tempat dari Raden Saleh. Ini dulu tempat kan dari Raden Saleh. Beliau sebelum membikin pondok atau apa ini wafat tahun 1879 sehingga tidak sempat untuk bikin majelis atau apa," lanjut Habib Muhdhor.

4          Penerus Beliau

4.1       Anak-anak Beliau

  1. Habib Ali Kwitang 
  2. Habib Abdul Qadir

4.2       Murid-murid Beliau
Habib Ahmad bin Alwi al-Haddad (Habib Kuncung)

5        Karomah

5.1             Sumur Mengobati Segala Penyakit
Salah satu karomah dari Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi adalah keberadaan air yang keluar secara deras dari dalam makamnya saat akan dipindahkan. Sehingga namanya pun dikenal dengan Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi. Masyarakat pun berduyun - duyun mendatangi makam tersebut, tak sedikit diantara mereka yang mendatanginya untuk keperluan mengambil air tersebut. Dimana diyakini oleh sebagian orang bahwa air itu memiliki khasiat yang istimewa diantaranya untuk mengobati berbagai penyakit.

Selain itu akibat keluarnya air yang mengalir deras tersebut pemindahan makam urung dilakukan dan makamnya tetap berada di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat. Bahkan seorang jamaah majelis dzikir asal Jakarta Barat yang kerap mengikuti pengajian mengaku mendapat berkah dari karomah sang Habib Abdurrahman bin Abdullah Al HabsyiHabib.

Dimana saat sumur di rumahnya di bilangan Jakarta Barat mengalami kekeringan, salah satu rekan sesama jamaahnya menyarankan agar dirinya berziarah dan mengambil sedikit air di makam sang Habib dan menuangkannya di sumur miliknya di Jakarta Barat. "Alhamdulilah sumur saya yang semula kering bisa kembali berisi air dengan melimpah. Tentunya ini terjadi berkat pertolongan Allah SWT semata bukan karena syirik dengan mempercayai air keramat tersebut," timpal salah satu jamaah.

5.2         Makam Beliau Gagal digusur

Pada bulan Juli 2010, PT. CWG (Cempaka Wenang Jaya) bermaksud menggusur makam beliau karena menghalangi pembangunan apartemen seluas 1,6 hektar disana.

Makam beliau diangkut beserta tanah di sekelilingnya seperti tanaman yang diangkat dengan potnya. Namun setelah tanah siap diangkut, peristiwa aneh terjadi. Eksavator berkapasitas 80 ton itu tidak mampu mengangkut makam, bahkan bukcketnya (pengeruk) pun patah. Kejadian ini terjadi beberapa kali.

Setelah berbagai usaha sulit dilakukan, akhirnya pihak pengembang menyerah dan membiarkan makam Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi di tempat semula. Mereka tetap membangun apartemen dengan menyediakan sebidang lahan untuk makam. Kini makam Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi kembali dibangun dengan megah dan terus diziarahi manusia, bukan hanya kalangan Muslim saja, namun Non-Muslim pun banyak yang kesana untuk mengambil air makam bagi kesembuhan mereka.

Dikabarkan bahwa salah seorang pemuka perusahaan atau pemegang saham yang hendak membongkar makam beliau, yang kebetulan beragama Non-Muslim, sudah lama mengalami sakit berat. Ia telah mendatangi rumah sakit ternama di berbagai negara namun belum juga sembuh.

Ia kemudian mencoba mandi dan minum air dari makam Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyin, dan dengan izin Allah ia pun berangsur sembuh. Dikabarkan pula orang tersebutlah yang melapisi seluruh bangunan makam dengan marmer kualitas tinggi. Harga satu marmernya sekitar satu juta, sedangkan seluruh bangunan makam diperkirakan menghabiskan ratusan bahkan ribuan marmer.

6       Referensi

https://www.facebook.com/Santrikanzus/posts/profil-habib-abdurrahman-al-habsy-cikini-ayah-kandung-habib-ali-al-habsy-kwitang/770924529924498/

Dikutip dari laman FB Jam'iyyah Darul Falah Gempol pada 25 Januari 2022

 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya