Kesalahan Menutup Aurat dalam Shalat

 
Kesalahan Menutup Aurat dalam Shalat
Sumber Gambar: Ilustrasi/Republika

Laduni.ID, Jakarta – Salah satu syarat sahnya shalat ialah harus menutup aurat dengan baik. Namun, tidak jarang ditemui seseorang yang masih terlihat auratnya ketika shalat, baik itu dari arah samping tubuhnya maupun arah atas.

Seseorang yang hendak melaksanakan shalat, sekiranya harus memahami dengan detail batasan tubuh mana saja yang merupakan aurat. Dalam kitabnya Fathul Qarib, Syekh Muhammad bin Qasim menjelaskan batasan aurat secara syara’.

وعورة الذكر ما بين سرته وركبته، …؛ وعورة الحُرَّة في الصلاة ما سوى وجهها وكفيها ظهرا وبطنا إلى الكوعين؛

“Aurat lelaki (yang wajib ditutupi) ialah anggota tubuh antara pusar hingga lutut…dan aurat perempuan dalam shalat ialah seluruh anggota tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangannya baik luar maupun dalam hingga batas pergelangan.” (Fathul Qarib, hlm. 12)

Dari penuturan Syekh Muhammad bin Qasim, bisa dipahami bahwa seseorang harus menutupi area tubuh yang termasuk ke dalam bagian aurat menggunakan pakaian yang memenuhi syariat dan kesopanan.

Sayangnya, masih banyak terjadi kesalahan dalam menutupi aurat. Sudut pandang tertutupnya aurat ialah ketika tidak terlihat dari atas, depan, belakang, dan samping (kanan-kiri). Apabila aurat nampak dari bawah, maka hal tersebut tidak menjadi masalah.  

Misalnya, kancing baju laki-laki yang terbuka sehingga memperlihatkan pusarnya dan mukena potongan perempuan yang tak jarang memperlihatkan aurat saat rukuk dan sujud. Namun apabila aurat nampak dari bawah seperti pada posisi sedang sujud atau yang lainnya, maka tidak membatalkan shalat.

Syekh Abu Bakar Syatha al-Dimyathi dalam kitab I’anah al-Thalibin menjelaskan:

قوله لا من الأسفل - أي فلو رؤيت من ذيله كأن كان بعلو والرائي بسفل لم يضر أو رؤيت حال سجوده فكذلك لا يضر 

“(Pernyataan ‘bukan dari bawah’) maksudnya apabila terlihat dari bawah seperti ketika shalat di tempat tinggi dan terlihat dari bawah, maka tidak masalah sebagaimana jika terlihat saat sujud.”

Wallahu a’lam bi shawab.


Editor: Daniel SImatupang