Melacak Jejak Dakwah Islam dalam Seni Wayang

 
Melacak Jejak Dakwah Islam dalam Seni Wayang
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Kepercayaan yang berkembang di Nusantara sekitar 1500 tahun sebelum Masehi adalah bentuk kepercayaan Animisme. Dalam kepercayaan ini, orang meyakini bahwa roh orang yang telah meninggal masih tetap hidup dan memiliki kemampuan untuk memberikan pertolongan kepada manusia yang masih hidup.

Roh-roh ini dikenal dengan sebutan Hyang atau Dahyang, seperti yang disebutkan oleh Senawangi (1999). Kepercayaan ini menggambarkan hubungan yang erat antara manusia dan alam spiritual, di mana roh-roh dianggap memiliki pengaruh dan kehadiran yang kuat dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mempermudah pemujaannya, maka dahyang diwujudkan dalam bentuk patung atau gambar. Kesakralan patung dan gambar dalam acara pemujaan itu dilengkapi dengan mantra dan sesaji dengan maksud agar roh baik ikut membantu dan yang jahat tidak mengganggu.

Kemudian ada istilah “Wayang Batu” dari Haryoguritno (1992,3) untuk menyebut relief-relief yang ada di Candi yang merupakan urutan cerita wayang sebelum berwujud wayang kulit seperti yang kita ketahui saat ini.

Dalam serat Centhini, kita bisa menemukan catatan tentang penggunaan wayang pada masa awal kerajaan Majapahit di tanah Jawa (1293-1528 M). Pada awalnya, wayang digambar pada kertas Jawi, yang merupakan kertas yang digunakan untuk menuliskan aksara Jawa pada waktu itu.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN