Shalat Khusyuk Menurut Imam Hatim Al-Asham

 
Shalat Khusyuk Menurut Imam Hatim Al-Asham
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Salah satu dari lima pilar Rukun Islam, shalat merupakan posisi yang sangat penting dan wajib dilaksanakan oleh setiap umat Muslim yang sudah mukallaf (baligh dan berakal).

Selain sebagai sebuah kewajiban, ibadah shalat juga merupakan media terbaik dalam membentuk karakter yang mulia. Sebab, Allah SWT menegaskan bahwa ibadah shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana disinggung di dalam Surat Al-Ankabut ayat 45 berikut ini:

اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

“Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” 

Memang dinyatakan secara tegas bahwa shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Tapi shalat yang bagaimanakah yang dimaksud demikian?

Dalam mewujudkan shalat yang dapat menjadikan sebagai penjaga diri dari perbuatan keji dan mungkar memang tidaklah mudah. Secara etimologi, kata khusyuk berasal dari Bahasa Arab yang berarti Al-Inkhifadh (merendah), Ad-Dzull (tunduk) dan As-Sukun (tenang). Tetapi dalam praktiknya, hanya orang yang melaksanakan shalat dengan khusyuk yang kemudian shalatnya itu dimaksudkan dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar. 

Allah SWT berfirman:

وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ الَّذِيْنَ يَظُنُّوْنَ اَنَّهُمْ مُّلٰقُوْا رَبِّهِمْ وَاَنَّهُمْ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَ ࣖ

“Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya (shalat) itu benar-benar berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan hanya kepada-Nya mereka kembali.” (QS. Al-Baqarah: 45-46)

Membahas tentang shalat yang khusyuk itu ada sebuah kisah menarik terkait kepribadian Imam Hatim Al-Asham, sosok ulama sufi kenamaan yang banyak menginspirasi. Kisah ini terdapat di dalam Kitab An-Nawadir karya Syaikh Ahmad Syihabuddin bin Salamah Al-Qolyuby.

Alkisah, seorang bernama Isham ibnu Yusuf dikenal sebagai ahli ibadah yang rajin shalat. Suatu hari, beliau menghadiri majelis Imam Hatim Al-Asham.

Isham ibnu Yusuf bertanya, “Wahai Abu Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan shalat?”

Mendengar pertanyaan itu, Imam Hatim langsung memberi jawaban singkat, “Apabila masuk waktu shalat aku berwudhu dhahir dan bathin.”

Lalu Isham bertanya lagi, “Bagaimanakah yang dimaksud wudhu dhahir dan bathin itu?”

Imam Hatim pun menjelaskan, “Wudhu dhahir adalah sebagaimana biasa, yaitu membasuh semua anggota wudhu dengan air. Sementara wudhu bathin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara, yaitu:

1. Bertaubat
2. Menyesali dosa yang telah dilakukan
3. Tidak tergila-gila akan dunia
4. Tidak mencari atau mengharap pujian orang (riya’)
5. Meninggalkan sifat bangga
6. Meninggalkan sifat khianat dan menipu
7. Meninggalkan sifat dengki

Kemudian aku pergi ke masjid. Aku persiapkan semua anggota badanku untuk menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan. Dan aku rasakan dalam diriku perkara berikut:

1. Aku sedang berhadapan dengan Allah
2. Surga di sebelah kananku
3. Neraka di sebelah kiriku
4. Malaikat maut berada di belakangku
5. Dan aku bayangkan pula bahwa aku seolah-olah di atas titian Shirathal Mustaqim dan menganggap shalatku kali ini adalah shalat terakhir bagiku. Kemudian barulah aku berniat dan bertakbir dengan baik.

Setiap bacaan dari doa di dalam shalat, aku pahami maknanya kemudian aku rukuk dan sujud dengan tawadhu. Aku bertasyahud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku menunaikan ibadah shalat selama 30 tahun.”

Mendengar jawaban itu, Isham ibn Yusuf pun tampak terkejut dan kagum. Ia kemudian membayangkan, bahwa selama ini shalatnya jauh dari praktik ibadah shalat yang dilakukan oleh Imam Hatim Al-Asham.

Shalat khusyuk memang sangat penting dan akan memberikan dampak positif, mencegah pebuatan keji dan mungkar. Hal ini memang tidak mudah dilakukan, kecuali dengan kesungguhan yang berlandaskan ilmu, sebagaimana kisah tentang Imam Hatim Al-Asham di atas. Tapi, bagaimanapun keadaan kita, ibadah shalat tidak boleh ditinggalkan meskipun masih belum bisa melaksanakannya dengan khusyuk. Sebab ketidaksempurnaan dalam shalat, tidak bisa menjadi alasan seseorang untuk meninggalkan ibadah tersebut. Tetaplah selalu husnuddhan kepada Allah SWT, sebab Allah adalah Dzat Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Menerima segala kekurangan hamba-Nya. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 18 Februari 2022. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim