Atom dalam Pandangan Al-Ghazali

 
Atom dalam Pandangan Al-Ghazali
Sumber Gambar: Ilustrasi/Jernih.co

Laduni.ID, Jakarta – Dari diskusi sebelumnya, kita dapati bahwa sebagaimana para filsuf lainnya, al-Ghazali juga memandang atom sebagai suatu (al-mawjud, al-shay’; being) yang tidak bergantung pada hal lain (la fi mawdu’). Ia merupakan hakikat atau substansi dari keber-ada-an sesuatu. Posisinya dalam klasifikasi hierarki mantiq berada pada posisi tertinggi (al-jins al-a’la), yang tidak ada sesuatu lagi sebelumnya.

Karakteristik utama dari atom sebagaimana disebut adalah la fi mawdhu’. Selain menunjukkan sifat utama, ungkapan la fi mawdhu agaknya telah secara tidak langsung juga menggambarkan syarat utama sesuatu dapat dikatakan sebagai atom; keberadaannya tidak memerlukan hal lain untuk ditempati. Sebaliknya segala sesuatu membutuhkannya untuk dapat dikenali atau untuk dapat menjadi ada.

Al-Ghazali agaknya cenderung lebih memilih untuk menggunakan ungkapan la fi mawdhu’ dan tidak menggunakan la fi mahall untuk merujuk pada atom. Meskipun dalam beberapa kesempatan ia juga menggunakan istilah yang disebut belakangan. Jika kita lihat lebih saksama, penggunaan mawdhu’ yang notabenenya lebih umum dari pada mahal, jelas menyimpan suatu maksud tertentu.

Selain al-Ghazali, filsuf lain seperti al-Razi dan Ibn Sina juga membedakan kedua hal tersebut. Bagi mereka mawdu’ mengkonotasikan sesuatu yang berada sendiri dengan bagian-bagiannya. Di mana keber-ada-annya menyebabkan munculnya sesuatu-sesuatu yang lain, yang berbeda dan bukan bagian dari dirinya ataupun bagian dari atom. Adapun mahall merupakan segala sesuatu apabila ditempati oleh sesuatu yang lainnya maka sesuatu itu akan berbentuk sesuai dengan bentuk tempat itu.

Untuk lebih jelasnya, perbedaan antara mawdhu’ dengan mahall, dapat kita gambarkan seperti berikut. Mawdhū’ dapat kita permisalkan sebagai sebuah apel yang berwarna merah. Apel merupakan mawdhu yang ditempati oleh merah sebagai atributnya. Namun, merah sendiri bukanlah merupakan bagian dari apel itu, melainkan sifat yang membedakan apel merah dengan apel hijau. Adapun mahall dapat kita permisalkan sebagai sebuah gelas yang berisi air. Gelas adalah mahal, sebab jika dimasukkan ke dalamnya air maka air itu akan berubah bentuknya sesuai dengan bentuk gelas itu.

Singkatnya, mawdhu’ merupakan tempat sesuatu untuk dapat dikatakan “ada”, sedangkan mahall adalah sebuah tempat di mana sesuatu yang sudah ada menjadi ada dalam bentuk, sifat ataupun kondisi lainnya.

Oleh: Gus Firmansyah Djibran El'Syirazi B.Ed, Lc


Editor: Daniel Simatupang