Syarat Seseorang yang Boleh Dijadikan Mursyid

 
Syarat Seseorang yang Boleh Dijadikan Mursyid
Sumber Gambar: Ilustrasi/TV Tarekat

Laduni.ID, Jakarta – Jika ingin mencari seorang mursyid, untuk suluk dijalan tasawuf sunny maka ada empat syarat yang harus dimilik. Bukan sembarang mursyid, sebab tak semua orang bisa jadi mursyid, bahkan tak semua wali boleh jadi mursyid, syarat mursyid adalah:

1. Memahami ilmu fikih dan akidah zahir

Tidak perlu di level ulama fikih atau ulama kalam, tapi minimal tau dasar ilmu fikih, baik ibadah, ahwal syakhsiyah, muamalat, dan siyasah syariyah dan memahami akidah ahlusunnah secara dirayah. Tau mana yang wajib, yang mustahil dan yang jaiz bagi Allah dan rasul-Nya.

Kalau zaman sekarang, kira-kira paham Fathul Qarib dan Kharidah La. Karena dalam tarbiyah dan taslik, kadang guru memberi tugas seperti shalat, puasa, jual beli, dll pada muridadi kalau dia tidak tau dasar ilmu di atas maka jangankan diterima, shalat saja kadang tidak sah. Jadi hindari guru yang tidak tahu ilmu zahir sama sekali atau yang tidak mundhabit dalam.

2. Arifbillah

Mutahaqiq pada dirinya akidah ahlussunnah, baik dalam pengamalannya ataupun zauqnya dan juga syuhudnya, tentu saja semua harus sesuai dengan ilmu zahir tadi. Jadi, zauq dan syuhudnya harus sesuai dengan akidah ahlu zahir/ilmu akidah, amalannya harus sesuai dengan amalan ahlu zahir/ilmu fikih. Jika sudah melanggar, walau dia kasyaf apapun jangan diterima, karena ilmu zahir atau syariat itu adalah kasyafnya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.

Kasyafnya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam itu makshum, sedangkan kasyaf dan syuhudnya selain Nabi itu bisa salah. Jika ada kasyaf yang bukan nabi berbeda dengan nabi, maka bisa dipastikan dia salah. Jadi jangan jadikan dia murabby, Nabi kok diadu ilmunya

3. Khabir/punya pengalaman dalam tarbiyah dan tazkiyah

Sehingga dia tau di mana harus berhenti atau berjalan dalam sair, dan apa tantangan yang didapatkan di setiap tingkat. Apa penyakit dan obatnya, dan mengetahui dari mana setan masuk serta bagaimana menjauh darinya. Ini tidak bisa didapatkan kecuali dengan belajar qawaid tasawuf dari kitab yang muktamad, Ditambah dengan pengalaman suluk bersama murabby, tapi tidak cukup dengan kitab tasawuf saja, karena dia tidak akan paham kenyataan yang dihadapi murid kecuali jika sudah mempraktekannya dihadapan murabby.

Sebagaimana tidak cukup hanya modal pengalaman suluk, karena dia butuh qawaid sebagai undang-undang agar tidak tersesat dan proses tazkiyah bisa tetap ilmiyah. Ini didapatkan dari buku muktamad dalam tasawuf. Kalau salah satunya tidak ada, jangan jadikan dia mursyid.

4. Mendapatkan izin untuk irsyad/menjadi pembimbing suluk dari syeikh yang bersanad dan muktabar/diakui oleh jamaah mutakhasis

Jadi, siapa yang mursyidnya tidak jelas sanadnya bersambung ke Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam satu persatu, maka jangan dijadikan mursyid. Nah, yang sanadnya dari mimpi ya jangan dijadikan mursyid, tafsir butuh takwil, jangan ditakwilkan sendiri. Siapa yang gurunya tak diakui oleh ahlu ikhtisas yang masyhur, maka jangan dijadikan mursyid, semastur-masturnya wali tapi para masyhurin masih mengenal dan mengakuinya. Siapa yang belum dapat izin langsung dari mursyidnya untuk irsyad, maka dia tidak boleh jadi mursyid.

Jika ada salah satu dari syarat ini hilang, maka jangan jadikan dia mursyid. Walau dia bisa menghidupkan orang mati, bahkan jika dia disepakati sebagai wali, karena wali itu tak semua punya hak untuk jadi mursyid. Bahkan jika dia hakikatnya punya maqam di dunia kewalian lebih tinggi dari para mursyid, tapi dia tetap tak boleh dijadikan mursyid, karena sangat ramai orang yang punya maqam tinggi tapi tidak boleh dijadiin mursyid. Irsyad itu tugas, bukan level.

Selama ini banyak yang salah paham, dikira jika mursyid atau khalifah syeikh itu punya maqam lebih tinggi dari yang bukan mursyid, ini salah kaprah. Mursyid itu tidak ada kaitannya dengan maqam dan pangkat kewalian, mursyid itu cuma wadhifah atau tugas bagi yang punya spesialisasi di situ. Jadi bukan buat bangga-banggaan, apalagi rebutan. Jadi yang rebutan, siapa jadi khalifah gurunya kemungkinan tidak punya dasar ilmu ini.

Lagian bisa jadi dan sering terjadi yang non-mursyid lebih tinggi derajatnya di sisi Allah dibanding mursyid. Bisa jadi murid lebih tinggi maqam kewalian daripada syeikh, bisa jadi yang bawa tas mursyid lebih tinggi maqamnya dibanding mursyid. Tapi yang satu ditugaskan menjadi mursyid yang lain tidak, beda tugas.

Jika semua jadi mursyid, siapa yang khidmah? Siapa yang tasrif? Siapa yang ngajar? Siapa yang qadha hajatunnas? Dan seterusnya. Jadi mursyid bukan tujuan dalam bersuluk, tujuan bersuluk hanya Allah, menjadi mursyid itu cobaan dari Allah, jadi apa yang mau dibanggakan?

Susah mencari mursyid yang seperti ini? Memang, apalagi di akhir zaman. Kalau sesulit itu ada solusinya, perbanyak shalawat adalah mursyid bagi yang belum bertemu mursyid. Lalu sebagai tugas amalkan sunnah sehari-hari, karena sekarang eranya tasawuf Imam Nawawi dengan Riyadhus Shalihun-nya itu, itu yang paling aman, jika ada pertanyaan tanyakan pada ulama zahir. Jadi ketika bertemu wali, ya tidak harus dijadikan  mursyid, tapi ambil berkah dan minta doa, adapun irsyad pastikan kriteria di atas ada.

Oleh: Gus Fauzan Inzaghi
Dikutip dari unggahan FB Gus Fauzan Inzaghi pada 29 Maret 2022


Editor: Daniel Simatupang