Membahas Istilah Imsak yang Ada di Negeri Ini

 
Membahas Istilah Imsak yang Ada di Negeri Ini
Sumber Gambar: Karl Gerber dari Pexels

Laduni.ID, Jakarta - Yang perlu kita sepakati adalah waktu puasa dimulai ketika terbitnya fajar shadiq bukan adzan Subuh karena adzan Subuh bisa jadi lebih awal atau lebih akhir dari fajar tersebut. Hal ini berdasarkan ayat:

وَكُلُوا۟ وَٱشۡرَبُوا۟ حَتَّىٰ یَتَبَیَّنَ لَكُمُ ٱلۡخَیۡطُ ٱلۡأَبۡیَضُ مِنَ ٱلۡخَیۡطِ ٱلۡأَسۡوَدِ مِنَ ٱلۡفَجۡرِۖ ثُمَّ أَتِمُّوا۟ ٱلصِّیَامَ إِلَى ٱلَّیۡلِۚ

Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. QS. Al-Baqarah, Ayat 187

Berdasarkan hal tersebut orang yang sedang makan atau minum kemudian terbit fajar, maka dia wajib menghentikan makan dan minumnya. Jika tidak maka ulama sepakat puasanya batal. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh imam Nawawi

ذَكَرْنَا أَنَّ مَنْ طَلَعَ الْفَجْرُ وَفِي فِيهِ طَعَامٌ فَلْيَلْفِظْهُ وَيُتِمَّ صَوْمُهُ فَإِنْ ابْتَلَعَهُ بَعْدَ عِلْمِهِ بِالْفَجْرِ بَطَلَ صَوْمُهُ وَهَذَا لَا خِلَافَ فِيهِ

[النووي، المجموع شرح المهذب، ٣١١/٦]

"Telah kami sebutkan bahwa orang yang di dalam mulutnya ada makanan sedang fajar telah terbit, maka dia harus mengeluarkan makanan tersebut dan menyempurnakan puasanya. Jika dia menelan makanan tersebut setelah tahu bahwa fajar telah terbit, maka puasanya batal. Ini adalah hukum yang tidak ada perbedaan ulama' di dalamnya".

Lalu bagaimana dengan hadis yang sering digunakan oleh para dai-dai Wahabi yang menyatakan tidak batal meneruskan makan setelah adzan Subuh berikut ini?

إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ  عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ

“Kalau salah seorang diantara kamu semua mendengarkan adzan, sementara gelas berada ditangannya. Jangan ditaruhnya sampai menyelesaikan keperluannya.” (HR. Abu Dawud no. 2350)

Untuk memahami sebuah hadis kita tidak bisa memahaminya secara mandiri tapi harus difahami dengan hadits lain yang senada. Hal ini sebagimana ditegaskan oleh Al-Khaththabi sebagaimana dinukil oleh Imam Suyuthi

قال الخطابي: هذا على قوله: "إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ".
[الجَلَال السُّيُوطي، مرقاة الصعود إلى سنن أبي داود، ٦٠٣/٢]

“Al-Khaththabi berkata: hadis tersebut harus diarahkan pada hadis "Sesungguhnya Bilal itu adzan di malam hari, maka makan dan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan." (HR. Muslim no. 1829)

Adapun istilah imsak di negeri ini, maka itu bukanlah tanda akan masuknya waktu puasa sebagaimana anggapan sebagian orang, akan tetapi hal tersebut di ibaratkan sebagai pengingat atau hitungan mundur untuk menunjukan sisa waktu yang berjalan menuju pertanda awal dimulainya waktu puasa.

Terkait pendapat bahwa dianjurkan agar menahan diri untuk tidak makan dan minum sebelum terbitnya fajar, maka pendapat ini bukanlah hasil karangan ulama indonesia, karna jauh sebelumnya sudah ada dan bahkan mewajibkan hal yang demikian.

Imam Ibnu Rusyd Rahimahullah mengatakan:

والمشهور عن مالك وعليه الجمهور أن الأكل يجوز أن يتصل بالطلوع، وقيل : بل يجب الإمساك قبل الطلوع. والحجة للقول الأول ما في كتاب البخاري أظنه في بعض رواياته. قال النبي : "وكلوا واشربوا حتى ينادي ابن أم مكتوم فإنه لا ينادي ‏حتى يطلع الفجر" وهو نص في موضع الخلاف أو كالنص والموافق لظاهر قوله تعالى : "وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ" الآية. ومن ذهب إلى أنه يجب الإمساك قبل الفجر فجريا على الاحتياط وسدا للذريعة وهو أورع القولين، والأول أقيس، والله أعلم.

Dan yang masyhur dari Imam Malik dan Jumhur ulama bahwa makan diperkenankan hingga terbitnya fajar, ada ulama yang berpendapat "Wajib hukumnya menahan diri untuk tidak makan, minum dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sebelum terbitnya Fajar", sandaran dari pendapat pertama adalah hadits dalam kitab Al-Bukhari dan saya menduga disebagian riwayatnya, bahwa Nabi bersabda : "Makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum adzan, sebab dia tidak akan adzan kecuali setelah terbitnya fajar", hadis ini sebagai penjelas dalam kondisi terjadi perbedaan dan sesuai dengan tekstual firman Allah : "Makan dan Minumlah". Ulama yang berpendapat wajib menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu yang membatalkan puasa sebelum terbitnya fajar, didasarkan pada kehati-hatian beserta menutup hal yang berpotensi dilarang oleh agama, dan inilah pendapat yang paling hati-hati, dan pendapat pertama lebih sesuai dalil. Wallahu A'lam. (Bidayatul Mujtahid Wan Nihayatul Muqtashid : 5/142-143)

Berikut pendapat para ulama beserta dalil yang mereka jadikan pijakan atas dianjurkanya mengakhiri makan sahur sebelum datang fajar shadiq/adzan subuh dengan jarak waktu diantara keduanya sekitar bacaan 50 ayat.

Dari Zaid bin Tsabit Radhiallahu 'Anhu, dia berkata:

تسحرنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم، ثم قمنا إلى الصلاة، قلت : كم كان قدر ما بينهما. قال : خمسين آية.

Kami makan sahur bersama Rasulullah kemudian kami beranjak menunaikan shalat, saya bertanya : "Kira-kira berapa lama jarak antara makan sahur dan shalat", dia menjawab : "Kira-kira selama bacaan 50 ayat". (HR. Bukhari : No. 1787 dan Muslim : No. 1097)

Imam Nawawi Rahimahullah mengatakan :

وفيه الحث على تأخير السحور إلى قبيل الفجر

Dalam hadits ini terdapat anjuran mengakhirkan sahur sebelum dekat dengan (kemunculan) fajar. (Syarah Shahih Muslim : 7/168)

Iamam Badruddin A-'Aini Rahimahullah mengatakan :

ذكر ما يستفاد منه فيه : بيان أول وقت الصباح وهو طلوع الفجر لأنه الوقت الذي يحرم فيه الطعام والشراب على الصائم، والمدة التي بين الفراغ والسحور، والدخول في الصلاة هي قراءة الخمسين آية أو نحوها، وهي قدر ثلث خمس ساعة

Apa yang disebutkan pada hadits ini terdapat faidah di dalamnya tentang penjelasan bahwa awal waktu subuh adalah terbitnya fajar, oleh karnanya pada waktu itu di haramkan makan dan minum bagi orang yang berpuasa, adapun jeda antara selesainya Nabi dari aktifitas sahur dan masuknya beliau ketika beranjak shalat yakni seukuran bacaan 50 ayat atau semisalnya, dan itu sekitar 15 menit. (Umdatul Qari Syarah Shahih Al-Bukhari : 5/107)

Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshari Rahimahullah mengatakan:

والسنة أن يكون بينه وبين الفجر  قدر خمسين آية

Dan yang sunnah antara selesainya (sahur) itu dengan fajar adalah dengan kadar 50 ayat. (Asnal Mathalib : 5/324)

Imam Ad-Dasuqi Al-Maliki Rahimahullah mengatakan:

فقد ورد أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يؤخره بحيث يكون ما بين فراغه منه وبين الفجر قدر ما يقرأ القارئ خمسين آية

Maka telah datang riwayat bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengakhirkan sahur yang diperkirakan antara selesai sahur dengan fajar adalah dengan kadar/jarak (waktu) pembacaan 50 ayat. (Hasyihah Ad-Dasuki 'Ala Syarah Ummul Barahin : 5/78)

Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf Rahimahullah mengatakan:

ﻭﻣﻦ ﻫﺬا ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻥ اﻹﻣﺴﺎﻙ ﻻ ﻳﺠﺐ ﺇﻻ ﻗﺒﻞ اﻟﻄﻠﻮﻉ، ﻭﺃﻥ اﻟﻤﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻴﻨﻪ ﻭﺑﻴﻦ اﻟﻄﻠﻮﻉ ﻗﺪﺭ ﻗﺮاءﺓ ﺧﻤﺴﻴﻦ ﺁﻳﺔ ﻭﻳﻘﺪﺭ ﺫﻟﻚ ﺯﻣﻨﺎ ﺑﻌﺸﺮ ﺩﻗﺎﺋﻖ ﺗﻘﺮﻳﺒﺎ

Oleh sebab itu, dapat diketahui bahwa Imsak tidaklah wajib kecuali hingga saat terbit fajar, dan dianjurkan antara Imsak dan terbit fajar terdapat jeda perkiraan membaca 50 ayat, antara waktunya kurang lebih selama 10 menit. (Fatawa Dar Al-Ifta' Al-Misriyah : 1/101)

Habib Hasan Al-Kaff Hafidzahullah mengatakan :

تأخير السحور بحيث لا يفحش التأخير، ويمسك ندبا عن الأكل قبل الفجر بنحو خمسين آية ( ربع ساعة )

Mengakhirkan suhur, sekiranya tidak dianggap buruk dalam mengakhirkan, dan sunnah menahan diri dari makan sebelum keluarnya fajar dengan semisal seukuran bacaan 50 ayat (1/4 jam). (At-Tariqatus Sadidah Fil Masail Al-Mufiidah : Halaman 44)

Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah mengatakan:

واستحب التأني بالسحور ما لم يكن في وقت مقارب يخاف أن يكون الفجر طلع فإني أحب قطعه في ذلك الوقت.

Dan aku menganjurkan agar tidak tergesa-gesa dalam bersahur selagi tidak sampai pada waktu yang mendekati (fajar) yang mana dikhawatirkan fajar akan datang, karenanya aku lebih menyukai untuk berhenti sahur pada waktu itu. (Al-'Umm : Jilid 2, Halaman 105)

Imam Al-Mawardi Rahimahullah mengatakan :

وزمان الصيام من طلوع الفجر الثاني إلى غروب الشمس، لكن عليه تقديم الأمساك يسيرا قبل طلوع الفجر وتأخير (الفطر) يسيرا بعد غروب الشمس ليصير مستوفيا ما بينهما

Waktu puasa dimulai dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari, akan tetapi hendaknya sedikit mendahulukan untuk imsak sebelum terbitnya fajar dan sedikit mengakhirkan (berbuka puasa) setelah tenggelamnya matahari agar menjadi sempurna diantara keduanya.(Al-Iqna' Fil Fiqh Asy-Syafi'i : Halaman 74)

Demikian juga apabila ada yang terbangun sedang waktu telah masuk imsak, tidak terlarang baginya untuk menyegerakan makan sahur hingga batas waktu yang telah di sebutkan, dan sekali lagi saya ulangi bahwa Imsak yang diterapkan di negeri ini bukanlah tanda akan masuknya waktu puasa, melainkan hanya himbauan yang diaplikasikan dalam hitungan waktu menuju masuknya adzan subuh.

Oleh karna itu sebelum menghukumi sesuatu, ada baiknya kita timbang pada subtansi isinya, bukan hanya dilihat dari segi penamaanya saja. Semisal Tahlilan, liat isinya apa, jangan kulitnya lalu kalian hukumi Bid’ah

Syaikh Jaad Al-Haq Rahimahullah mengatakan :

العبرة فى المحرمات ليست بالأسماء، وإنما بالمسميات.

Penentuan hal yang diharamkan tidak terletak pada nama, namun pada subtansi isinya. (Fatawa Al-Azhar : 7/210)


Diambil dari thread Twitter @Sayid Machmoed BSA