Asal-usul Julukan Adz-Dzabih kepada Abdullah ayah Nabi SAW

 
Asal-usul Julukan Adz-Dzabih kepada Abdullah ayah Nabi SAW
Sumber Gambar: Lokasi makam Abdullah di Madinah sebelum diratakan perluasan Masjid Nabawi (foto ist)

Laduni.ID, Jakarta - Abdullah adalah laki-laki tertampan di kalangan kaum Quraisy. Ia juga dijuluki sebagai adz-Dzabih (yang disembelih). Awal kisah, Abdul Mutholib, yaitu ayah Abdullah, bernadzar jika ia memiliki anak 10 (sepuluh) dan menjadi para penerus atau penolongnya maka ia akan menyembelih salah satu dari mereka. Ketika ia benar-benar telah memiliki 10 anak, ia lupa dengan nadzarnya.

Pada suatu malam di dekat Ka'bah, ia tidur dan memimpikan sesosok yang berkata kepadanya, "Hai Abdul Mutholib. Penuhilah nadzarmu." Ia terbangun kaget dan bergemetar karena mimpinya. Tak lama kemudian, ia memerintahkan untuk menyembelih seekor kambing gibas dan mensedekahkannya kepada para fakir dan miskin. Suatu ketika, ia tidur dan memimpikan sesosok yang berkata kepadanya lagi, "Lakukanlah ritual ibadah yang lebih besar daripada hanya sekedar menyembelih gibas." Kemudian ia menyembelih sapi jantan. Ia tidur lagi dan memimpikan sesosok yang berkata kepadanya lagi, “Lakukanlah ritual ibadah yang lebih besar daripada hanya menyembelih sapi.” Tak lama kemudian, ia menyembelih unta. Dalam tidur berikutnya, ia bermimpi kalau ia diseru, "Lakukanlah ibadah yang lebih besar." Dalam mimpinya, Abdul Mutholib bertanya, "Apa itu?" Dijawabnya, "Sembelihlah salah satu dari anak-anakmu seperti yang pernah kamu nadzari." Karena mimpi tersebut, Abdul Mutholib sangat bersedih. ia mengumpulkan semua anak-anaknya dan memberitahu mereka tentang nadzarnya dan mengajak mereka untuk memenuhi nadzar tersebut.

Mereka berkata, "Kami patuh kepadamu, Ayah. Manakah salah satu di antara kami yang hendak anda sembelih maka kami bersedia."

Abdul Mutholib akhirnya mengundi secara acak. Tiba-tiba undian jatuh pada Sayyid Abdullah, padahal ia adalah anak yang paling dicintainya. Setelah itu, ia memegang tangan Abdullah dan bersiapsiap menyembelihnya. Ketika ia telah meletakkan pisau di atas leher Abdullah, orang-orang Quraisy mendatanginya dan bertanya, "Apa yang ingin kamu lakukan?" Ia menjawab, "Aku akan memenuhi nadzarku." Mereka mencegah dan melarangnya dan berkata kepadanya, "Jika kamu menyembelih Abdullah maka orang-orang akan bersedih. Cobalah untuk menemui perempuan si tukang ramal, barangkali ia akan memberikan solusi dan jalan keluarnya." Mendengar saran tersebut, Abdul Mutholib segera menemui si tukang ramal di tanah Khoibar. Setelah berhasil menemuinya, Abdul Mutholib menceritakan kisah tentang nadzarnya. Si tukang ramal bertanya, "Berapa denda untuk satu nyawa menurut peraturan yang berlaku di masyarakatmu." Abdul Mutholib menjawab, "10 unta." Si tukang ramal berkata, "Sekarang, pulanglah ke negerimu dan lakukan undian antara Abdullah dan 10 unta. Jika undian yang keluar adalah Abdullah maka tambahkanlah 10 unta lagi, kemudian undi lagi dan seterusnya sampai kamu rela dengan keputusan Tuhanmu kalau Abdullah memang harus dikorbankan."

Setelah itu, Abdul Mutholib segera pulang dan melakukan pengundian antara Abdullah dan 10 unta seperti yang disarankan oleh si tukang ramal. Undian pertama keluar atas nama Abdullah. Abdul Mutholib mengundi lagi dengan menambahkan 10 unta lagi. Dan lagi-lagi undian yang keluar adalah nama Abdullah hingga akhirnya setelah mencapai 100 unta, baru undian keluar atas nama unta. Orang-orang yang hadir berkata, “Tuhan telah meridhoimu. Abdul Mutholib.” Tetapi Abdul Mutholib berkata, "Aku belum puas. Aku ingin meyakinkan diriku kalau undian yang keluar memang jatuh pada unta.” Kemudian ia mengundi lagi dan lagi dan ternyata undian yang keluar memang jatuh pada unta. Demikianlah mengapa Abdullah disebut dengan nama adz-Dzabih.


Source: Buku terjemahan kitab Mirqot Su’ud at-Tashdiq Fi Syarhi Sulam at-Taufik Ila Mahabbatillah ‘Ala at-Tahkik atau Syarah Sulam Taufik (Penerjemah dan Penulis Muhammad Ihsan Ibnu Zuhri)