Khutbah Jumat: Malam Seribu Bulan dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah

 
Khutbah Jumat: Malam Seribu Bulan dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah

KHUTBAH I

اَلْحَمْدُ ِللهِ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ لِأَجْلِ التَّقْوٰى. أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مَحَمَّدٍ الْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. يَاۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءٰمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Mengawali khutbah ini, tidak bosan-bosannya, khatib mengajak kepada diri khatib pribadi dan seluruh jamaah untuk senantiasa bersyukur pada Allah swt atas segala anugerah nikmat yang kita terima dalam kehidupan ini. Dan juga mari kita terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt, bukan hanya diucapkan melalui lisan kita saja, namun terlebih dari itu ditancapkan dalam hati dan diwujudkan dalam perbuatan kita sehari-hari. Di antara wujud komitmen bertakwa itu adalah senantiasa menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang menjadi panutan kita dan tiap sunnahnya selalu kita teladani.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Berdasarkan keterangan al-Qur’an dan al-Sunnah, disebutkan bahwa dalam bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Malam yang indah itu disebut Lailatul Qadar atau malam kemuliaan. Bila seorang muslim mengerjakan kebaikan-kebaikan di malam itu, maka nilainya lebih baik dari mengerjakan kebaikan selama seribu bulan atau sekitar 83 tahun sampai 84 tahun.

Malam indah yang lebih baik dari seribu bulan itu adalah malam yang penuh berkah, malam yang mulia dan memiliki keistime¬waan-keistimewaan tersendiri. Syeikh Muhammad Abduh memaknai kata “al-Qadar” dengan kata “takdir”. Ia berpendapat demikian, karena Allah s.w.t. pada malam itu mentakdirkan agama-Nya dan menetapkan khittah untuk Nabi-Nya, dalam menyeru umat manusia ke jalan yang benar. Khittah yang dijalani itu, sekaligus melepaskan umat manusia dari kerusakan dan kehancuran yang waktu itu sedang membelenggu mereka.

Kata “al-Qadar” diartikan juga “al-Syarf” yang artinya mulia (kemuliaan dan kebesaran). Maksudnya Allah s.w.t. telah mengangkat kedudukan Nabi-Nya pada malam Qadar itu dan memuliakannya dengan risalah serta membangkitkannya menjadi Rasul terakhir. Mengenai hal ini diisyaratkan dalam surat al-Qadar, bahwa malam itu adalah malam yang mulia, malam diturunkannya al-Qur’an sebagai kitab suci yang terakhir. Surat al-Qadar itu lengkapnya sebagai berikut:

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ (١)     

وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ (٢) لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ (٣) تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ (٤) سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ (٥)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar”. (QS. al-Qadr, 97:1–5).

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Keagungan dan keistimewaan malam Qadar pada dasarnya terletak dalam dua kemuliaan, yaitu turunnya al-Qur’an itu sendiri dan turunnya para malaikat dalam jumlah yang besar, termasuk di dalamnya malaikat Jibril. Para malaikat turun di malam itu dengan cahaya yang cemerlang, dengan penuh kedamaian dan kesejahteraan. Kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan ucapan selamat kepada orang yang melaksanakan puasa Ramadhan dan melaksanakan ibadah lainnya. Kemuliaan turunnya al-Qur’an, merupakan hari yang agung dan bersejarah, turunnya kitab suci itu merupakan titik awal dimulainya suatu kehidupan “Dunia Baru” yang terlepas dari kesesatan dan kezaliman, menuju kebenaran yang hakiki.

Mengenai ketentuan waktu kapan malam Qadar itu terjadi, tidak ada ketetapan secara pasti dalam tanggal-tanggal Ramadhan. Akan tetapi kalau dianalisa dan dipahami dari surat al-Qadr tersebut dan dikaitkan dengan ayat 185 surat al-Baqarah:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

  وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ (١٨٥)

(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. al-Baqarah, 2: 185)

Dari kaitan keduanya, mudah ditarik kesimpulan, bahwa al-Qur’an turun pada malam Qadar dan al-Qur’an turun pada bulan Ramadhan, maka malam Qadar pun berada pada bulan Ramadhan. Kajian berikutnya adalah mengenai terjadinya malam itu, pada tanggal berapa dalam bulan Ramadhan? Tentang hal ini dijumpai beberapa riwayat yang satu dengan lainnya berbeda, karena itu tidak dapat dipastikan. Namun demikian, Nabi mengisyaratkan bahwa malam Qadar itu terjadi pada hari-hari sepuluh yang akhir dari bulan Ramadhan. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa malam yang dinantikan itu jatuh pada tanggal-tanggal ganjil dari sepuluh hari tersebut.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Menurut pandangan beberapa sahabat, bahwa malam Qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadhan. Pendapat itu didukung oleh Ubay Ibn Ka’ab r.a, Ibnu Abbas r.a. dan Ibnu Umar r.,a. Sebagian ulama berpendapat bahwa malam kemuliaan itu berpindah-pindah dalam sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadhan. Sebagian lainnya berpendapat bahwa malam itu pasti terjadi pada salah satu tanggal dari bulan Ramadhan. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim disebutkan, bahwa malam Qadar terjadi pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, Nabi s.a.w. bersabda: Dari Aisyah r.a. ia menuturkan, "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda, "Carilah malam Qadar pada malam-malam ganjil pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1878 dan Muslim: 1998).

Dalam riwayat yang lain disebutkan banyak sekali redaksi yang berkenaan dengan hal itu, yaitu: Aku mendengar Ibn Umar r.a. menceritakan hadis dari Nabi s.a.w. tentang malam Qadar, beliau bersabda: "Siapa yang mau mencarinya, maka carilah ia pada malam tanggal 27 Ramadhan". (Hadis Hasan, riwayat Ahmad: 4577). Sahabat Ibnu Umar meriwayatkan hadis yang lebih umum, yaitu pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, semua malamnya bukan hanya di malam yang ganjil saja. Nabi s.a.w. bersabda: "Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan. Bila salah seorang di antaramu merasakan lemah atau lelah, maka jangan kamu kalah dalam mencarinya pada tujuh malam terakhir (bulan Ramadhan)”. (Hadis Shahih, riwayat Muslim: 1989).

Hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar menyebutkan, bahwa malam Qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadhan, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad s.a.w.: Aku mendengar Ibn Umar r.a. menceritakan hadis dari Nabi s.a.w. tentang malam Qadar, beliau bersabda: siapa yang mau mencarinya, maka carilah ia pada malam tanggal 27 Ramadhan". (Hadis Hasan, riwayat Ahmad: 4577). Ubay bin Ka’ab r.a. juga meriwayatkan bahwa malam Qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadhan: Dari Ubay bin Ka'ab r.a. ia berkata: “Malam Qadar adalah malam tanggal dua puluh tujuh (Ramadhan)”. (Hadis Hasan, riwayat Ahmad: 20265).  Riwayat ini didukung pula oleh hadis Zar bin Hubaisy yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:  Ubay bin Ka'ab r.a. berkata tentang malam Qadar: "Demi Allah sungguh aku mengetahuinya, Syu'bah r.a. berkata, "Pengetahuanku yang paling utama adalah tentang suatu malam yang Rasulullah s.a.w. memerintahkan kepada kami untuk menghidupkannya (malam Qadar) yaitu malam tanggal dua puluh tujuh (Ramadhan)”. (Hadis Shahih, riwayat Muslim: 2000).

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Adapun kemuliaan malam Qadar banyak dijelaskan hadis Nabi s.a.w. antara lain: Dari Ubadah bin Shamit r.a. sesungguhnya ia bertanya kepada Rasulullah s.a.w. mengenai malam Qadar. Rasulullah s.a.w. menjawab, "(Ia berada) dalam bulan Ramadhan, maka carilah malam tersebut pada sepuluh yang akhir, yaitu pada malam-malam ganjil; malam tanggal 21, atau 23, atau 25, atau 27, atau 29, atau malam terakhir Ramadhan. Siapa yang mengerjakan ibadah (qiyam) pada malam itu dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka diampuni dosa-dosanya pada masa lalu dan masa yang akan datang”. (Hadis hasan riwayat Ahmad: 21654).  Abu Hurairah r.a. meriwayatkan hadis dari Nabi s.a.w.: “Siapa yang mengerjakan ibadah pada malam Qadar dengan iman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu. Dan siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, dengan iman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1768 dan Muslim: 1268). Wallahu A’lam

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهٗ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

KHUTBAH II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا، َأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

________________________________________________
Oleh: Dr. KH. Zakky Mubarak, MA