Khutbah Jumat: Jangan Kendor, Syawal Bulan Peningkatan

 
Khutbah Jumat: Jangan Kendor, Syawal Bulan Peningkatan
Sumber Gambar: Foto Ist

KHUTBAH PERTAMA

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي امْتَنَّ عَلَى الْعِبَادِ بِأَنْ يَجْعَلَ فِي كُلِّ زَمَانِ فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ، يَدْعُونَ مَنْ ضَلَّ إِلَى الْهُدَى، وَيَصْبِرُونَ مِنْهُمْ عَلَى الأَذَى، وَيُحْيُونَ بِكِتَابِ اللَّهِ أَهْلَ الْعَمَى، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْن. قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مّمّن دَعَآ إِلَى اللّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam. Nikmat terbesar yang Allah karuniakan kepada hamba-Nya. Semoga kita selalu berada dalam keadaan Iman dan Islam hingga akhir hayat kita. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang menjadi panutan kita dan tiap sunnahnya selalu kita teladani.

Mengawali khutbah jumt’at ini, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita dengan menjalankan hal-hal yang menyebabkan kita mendapatkan pahala, yang mengantarkan keselamatan di dunia maupun selamat di akhirat, dan selain itu, marilah kita menghindari dan menjauhi hal-hal yang menyebabkan kita mendapatkan dosa, yang mengantarkan kepada kesengsaraan di dunia maupun di akhirat.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Bulan suci Ramadhan telah pergi meninggalkan umat Islam, saatnya kini umat Islam memasuki bulan Syawal. Pada saat bulan Ramadhan, umat Muslim dianjurkan untuk memperbanyak ibadah kepada Allah SWT dari mulai ibadah yang wajib sampai ibadah sunah. Namun hal itu bukan harus berhenti saat Ramadhan telah pergi. Justru harus ditingkatkan lagi pada bulan Syawal ini agar amalan ibadah yang dikerjakan pada bulan Ramadhan lalu menjadikan umat Islam sebagai pribadi yang lebih meningkat takwanya, sempurna imannya, dan memiliki tingkat kesalehan individu maupun kesalehan sosial lebih baik.

Namun setelah bulan Ramadhan banyak orang Islam yang terlena dan lalai dalam semangat ibadahnya. Al-Qur’an menerangkan bahwa manusia adalah makhluk yang “inkonsisten”. Allah swt. telah mengilhamkan kepada manusia itu sifat fujur dan taqwa. Sebagaimana dalam QS. As-Syams ayat 8:

فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ

Artinya: “lalu Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya,” (Qs. As Syam: 8)

Berdasarkan ayat ini, sifat yang melekat pada manusia ada dua macam yaitu sifat baik dan sifat buruk. Baik dan buruk sebenarnya bertolak belakang dan tidak mungkin pada saat dan tempat yang sama dua hal yang berlawanan bersatu, kecuali menjadi sifat ketiga. Panas dan dingin jika disatukan dalam waktu dan tempat yang bersamaan, tidak panas dan tidak dingin akan tetapi timbul hangat. Hangat adalah ciri tersendiri yang berbeda kadarnya dengan panas maupun dengan dingin. Siang dan malam tidak akan bersatu, tetapi ada antara keduanya. Pada diri manusia terdapat sifat-sifat baik dan sifat-sifat jahat sekaligus, tetapi sifat-sifat tersebut hanya hal-hal yang potensial. Berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya maka manusia harus membentuk dirinya, karena kemampuan membentuk diri adalah kemampuan khas manusia, yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya.

Dalam ayat lain terkait dengan kelalain manusia dijelaskan dalam surat Al Anbiya

اِقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِيْ غَفْلَةٍ مُّعْرِضُوْنَ ۚ

Artinya: “Telah makin dekat kepada manusia perhitungan (amal) mereka, sedangkan mereka dalam keadaan lengah lagi berpaling (darinya)” (Qs. Al Anbiya: 1).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Dalam Qur’an lalai ini sering disebutkan dengan kata Ghoflah yang merupakan salah satu penyakit paling berbahaya yang menimpa individu dan umat. Ia adalah penyakit yang membinasakan, yang membunuh kebaikan dan penghancur semangat. Ia adalah pohon yang buruk, yang disirami dengan air kebodohan dan membuahkan su’ul khatimah. Ia adalah penyakit yang keras, yang membuat seseorang kehilangan tujuannya, dan menghabiskan energinya.

Esensi bulan Ramadhan merupakan kesempatan emas sebagai wahana untuk mengkarantina diri sendiri satu bulan penuh, menggembleng jiwa-jiwa untuk beriman menjadi lebih unggul, dan prestasi puncaknya yaitu menggapai “honoris causa” suci dari Allah swt berupa takwa. Identiknya suatu karantina akan berkualitas atau buruknya tergantung kepada kemauan dan keseriusan pribadi peserta. Pasca karantina bernama Ramadhan, tentu berbeda-beda hasilnya, dari masing-masing “peserta”, ada yang mendapatkan hasil maksimal, ada yang sederhana.

Idul Fitri merupakan garis start kembali menjadi suci, setelah segala noda, dosa, dan sifat-sifat tidak terpuji dibersihkan dalam ruang karantina bernama Bulan Ramadhan. Oleh itu, seharusnya manusia menjaga kesucian tersebut setelah Ramadhan berlalu, sampai dengan datangnya Ramadhan berikutnya. Diharapkan setelah Ramadhan, takwa itu kemudian melekat pada kepribadian orang-orang beriman, yang secara estafet akan melahirkan hal-hal positif dan unsur-unsur kemanfaatan dalam kehidupan orang bertakwa. Dalam konteks ini pasca Ramadhan, setelah kita melakukan perbaikan total melalui puasa di bulan Ramadhan  sudah semestinya harus dijaga, agar tidak kembali rusak hanya dalam hitungan detik, setelah keluar dari bulan Ramadhan.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Nabi pernah memberikan peringatan dan berpesan, “Ya Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan, dahulu ia shalat malam lalu ia tidak mengerjakannya lagi.” Dalam Islam, tidak ada istilah libur untuk urusan akhirat. Allah bersabda:

فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْۙ

Artinya: “Apabila engkau telah selesai (dengan suatu kebajikan), teruslah bekerja keras (untuk kebajikan yang lain)” (Qs. Al Insyirah: 7)

Ada dua hal yang harus dipertahankan keistiqomahan dan ketaan setelah bulan Ramadhan Pertama. Pertanda keistiqamahan seseorang yang paling tampak dan paling terang adalah istiqamahnya lisan. Karena dengan lurusnya lisan makan akan lurus juga  amalan-amalan badan. Disebutkan dalam sebuah hadis dari Abu Sa’id Al’Khudri radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika waktu pagi tiba seluruh anggota badan menyatakan ketundukannya terhadap lisan dengan mengatakan, ‘Bertakwalah kepada Allah terkait dengan kami karena kami hanyalah mengikutimu. Jika engkau baik maka kami akan baik. Sebaliknya jika kamu melenceng maka kami pun akan ikut melenceng.” (HR. At-Tirmidzi).

Kedua adalah Jika hati telah tetap dalam keistiqomahan maka anggota badan lain akan mengikutinya. Anggota badan kita hendaknya dijauhkan dari segala macam kemaksiatan. Sebagaimana di bulan Ramadhan kita mampu menahan lapar padahal makanan dan minuman itu halal, maka untuk meninggalkan yang haram di luar bulan Ramadhan hendaknya kita mampu.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Bertahan untuk istiqomah dalam ketaatan setelah Ramadhan itu memang berat. Bagaimana tidak, bulan-bulan setelah Ramadhan tidak memiliki jaminan dibelenggunya setan sebagaimana ketika bulan Ramadhan. Selain itu tidak ada jaminan juga pintu Jannah dibuka selebar-lebarnya dan pintu Neraka ditutup serapat-rapatnya sebagaimana ketika bulan Ramadhan.

Semangat Ramadhan harus tetap dibawa pada bulan-bulan berikutnya meskipun tidak serajin pada saat bulan Ramadhan. Kalau pun ada penurunan, jangan sampai turun sekali sampai terjun bebas dengan meninggalkan amal shaleh yang rajin dilakukan pada bulan ramdhan sampai 100 persen.

Demikian khutbah jumat pada hari ini, semoga kita bisa mengambil sesuatu yang bermanfaat dari apa yang sudah saya sampaikan tadi.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA:

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

________________________
Oleh: Ahmad Baedowi, M.Si.