Khutbah Jumat: Adab-adab Berhaji Perspektif Sufi

 
Khutbah Jumat: Adab-adab Berhaji Perspektif Sufi
Sumber Gambar: Foto Ist

KHUTBAH I

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَناَ أَنْ نُصْلِحَ مَعِيْشَتَنَا لِنَيْلِ الرِّضَا وَالسَّعَادَةِ، وَنَقُوْمَ بِالْوَاجِبَاتِ فِيْ عِبَادَتِهِ وَتَقْوَاهْ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ مَنْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمّا بَعْدُ

فَيَا عِبَادَ الله، اُوْصِيْنِي نَفْسِي بِتَقْوَى الله، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَا أَيُّهَا الّذين آمنوا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ.

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Mengawali khutbah ini, tidak bosan-bosannya, khatib mengajak kepada diri khatib pribadi dan seluruh jamaah untuk senantiasa bersyukur pada Allah swt atas segala anugerah nikmat yang kita terima dalam kehidupan ini. Dan juga mari kita terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt, bukan hanya diucapkan melalui lisan kita saja, namun terlebih dari itu ditancapkan dalam hati dan diwujudkan dalam perbuatan kita sehari-hari. Di antara wujud komitmen bertakwa itu adalah senantiasa menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang menjadi panutan kita dan tiap sunnahnya selalu kita teladani.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Haji, merupakan rukun Islam yang kelima. Rukun tersebut menjadi penyempurna ibadah umat muslim. Namun ibadah tersebut hanya dilakukan pada muslim yang mampu saja. Hal tersebut disebabkan karena faktor jarak, kemampuan fisik, dan kemampuan finansial yang harus dijalani dan dipenuhi. Namun, berapa banyak umat muslim yang pergi Haji hanya bermodalkan niat, usaha yang maksimal, dan doa. Lalu Allah mengizinkan orang tersebut untuk menunaikan ibadah yang menyempurnakan keislamannya.

Di sisi lain haji, juga menjadi ibadah yang tinggi pahalanya di sisi Allah Swt. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk menunaikan haji dan umrah namun ia meninggal sebelum menunaikannya maka Allah akan memberikan pahala haji dan umrah kepadanya di hari kiamat. (HR. Abu Ya’la di dalam Musnadnya (2/370))

Kata Haji disyarahkan oleh Syaikh Ahmad bin I’mad al-Aqfihasi, beliau menyatakan bahwa kata haji terdiri dari dua kata yaitu ha dan jim. Ha yang mewakili hilmun yang berarti kelembutan. Sedangkan kata jim yang mewakili kata jarmun yang berarti sampan atau diri. Syaikh Ahmad al-Aqfihasi memaknai kata haji tersebut, “Wahai Tuhanku, aku datang kepada-Mu melalui sampanku (kemampuannku) dimana dosaku yang hanya kau bisa ampuni melalui kelembutan-Mu.” (Kitab Thabaqat al-Syafiiyah:16)

Melalui pernyataan Syekh Ahmad al-Aqfahsi bisa diambil pandangan bahwa ibadah haji merupakan ibadah yang harus siap secara lahir dan bathin dalam meraih ampunan Allah Swt atas dosa-dosa yang melekat pada jiwa. Sehingga haji yang demikian akan mendapat nilai haji mabrur di sisi Allah Swt. Dimana haji yang mabrur kelak akan meraih syurga dari-Nya. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad, “Ibadah Umrah ke umrah lainnya akan dihapuskan dosa diantara keduanya, dan haji yang mabrur bukanlah untuknya pahala kecuali syurga untuknya.”(HR.Bukhari no.1683)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Ukuran haji mabrur memang abstrak di mata manusia. Namun pangkat tersebut hanya Allah yang bisa sematkan. Untuk itu ketika seorang yang berhaji harus ingat Allah secara terus menerus mulai dari perjalanan hingga selesainya ragkaian ibadah tersebut. Sebagaimana Imam Ghazali di majelisnya berkata, “Allah menjadikan perjalanan haji seperti perjalanan ke akhirat. Maka seyogyanya kamu menghadirkan nama Allah pada setiap satu perbuatan ke perbuatan lainnya dalam rangka menjalankan satu urusan dari urusan-urusan akhirat.”

Maka dari itu orang-orang yang berhaji harus memperhatikan adab-adab selama perjalanan ke tanah haram tersebut. Sebagaimana Imam Ghazali juga menyatakan bahwa ada adab-adab yang harus diperhatikan selama perjalanan bagi orang yang berhaji yaitu ia telah menyiapkan nafkah bagi keluarganya selama menunaikan haji, berbuat baik di kendaraan menuju tanah suci, berbuat baik bagi sesama orang yang berhaji, menunjukkan akhlak yang baik, memperbaiki ucapan, menyedikitkan becanda, meninggalkan hal-hal yang berbau maksiat, bertindak bijak, selalu bahagia atas apa yang dilihatnya, menyedikitkan untuk berbicara, serta tidak berdebat. (Imam Ghazali:2013:107)

Selain itu, Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad berkata, “Seyogyanya bagi orang yang berhaji jika dia sampai ke tanah yang di haramkan Allah yaitu Mekkah al-Musyarafah (semoga Allah menambah kemuliaannya), maka ia penuhi hatinya untuk terus memuliakan dan meninggikan nama-Nya. Selain itu ia bisa menyempurnakan apa-apa yang mampu ia lakukan dari kelezatan bersama Allah, kerendahan diri terhadap-Nya, ketaatan bersama-Nya, kekhusuan dengan-Nya, dan pembiasaan bersama-Nya.”(Imam Haddad:2013:166)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Perkataan Imam Haddad bisa diambil satu perspektif bahwa orang yang berumrah atau berhaji harus suci. Sebab mereka mengunjungi tanah yang suci. Kesucian tersebut terlihat dari niat, perkataan, perbuatan, dan tindakan. Apalagi di tanah tersebut terdapat Ka’bah atau Baitullah. Sebagaimana Imam Muhammad Jamal al-Din berkata, “Allah menciptakan Ka’bah sebagai tempat yang aman bagi diri manusia. Allah memuliakannya (Ka’bah) dengan menisbatkan pada dirinya syarifah yaitu tempat yang dikaruniai dan terjaga. Selain itu Allah menjadikan tempat tersebut untuk diziarahi dan thawaf sebagai penghalang antara hamba-Nya dan azab-Nya.

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt menurunkan seratus dua puluh rahmat di Ka’bah: enam puluh rahmat turun pada orang yang sedang thawaf, empat puluh rahmat turun pada orang yang shalat di sekitar Ka’bah, dan dua puluh rahmat turun pada orang yang memandangnya.” (HR. Ibn Abbas)

Orang-orang yang berhaji juga harus memperhatikan syarat-syaratnya. Syekh Abdul Qadir al-Jilani mengatakan bagi orang yang berhaji harus memperhatikan syarat-syarat di dalamnya diantaranya, memakai pakaian ihram, masuk makkah, tawaf qudum, wukuf di padang arafah, bermalam di muzdalifah, memotong hewan kurban di mina, mengunjungi masjidil haram, tawaf (mengelilingi) ka’bah tujuh putaran, kemudian meminum air zam-zam, kemudian sholat sunnah tawaf 2 rakaat di sekitar maqam Ibrahim As, dan bertahalul (mencukur rambut). (Syekh Abdulqadir al-Jilani:2008:169)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Selain itu rukun-rukun haji menentukan sah tidaknya orang berhaji. Imam Ghazali mengungkapkan bahwa tidak sah haji seseorang jika ia tidak menunaikan lima perkara; ihram, thawaf, sa’i setelahnya, wukuf di padang arafah, mencukur rambut setelahnya. Perbedaannya terhadap umrah yaitu pada umrah tidak ada wukuf di padang arafah. (Imam Ghazali: 1992:310)

Adapun orang dalam memakai pakaian ihram untuk haji seyogyanya ia harus mandi terlebih dahulu,  setelah itu ia shalat sunnah ihram, kemudian dibantu dengan lisan :

نويتُ الحَجَّ و أَحْرمْت بِهِ لله تعالى اللّهُمّ أَعِنّي عَلَيْهِ وَ تَقَبَّلَهُ مِنِّي لَبَيّكَ اللّهُمَّ لَبَيْك بِحَجَّةِ

Artinya : Aku niat melaksanakan haji dan berihram karena Allah Swt. Ya Allah bantulah aku dalam atas haji ini dan terimalah haji ini untukku. Aku sambut panggilan-Mu, ya Allah untuk berhaji.”

 لبيك لا شريك لك، لبيك لا شريك لك، لبيك إن الحمد و النعمة لك و الملك لا شريك لك

“Aku Sambut panggilan Mu Ya Allah tidak ada sekutu bagi-Mu, aku Sambut panggilan Mu Ya Allah tidak ada sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu sesungguhnya pujian dan kenikmatan adalah milik-Mu dan engkau adalah Maha Raja tidak ada sekutu bagi-Mu.”

Adapun ketika seorang yang haji masuk ke lingkungan Ka’bah maka harus mempunyai adab. Imam Ghazali berpesan agar seseorang haji yang masuk ke wilayah Ka’bah harus mengedepankan adab-adab. Adab-adab tersebut antara lain masuk ke wilayah Ka’bah harus dengan takzim dan hormat, melihat ke arah Ka’bah pertama kali diiringi dengan rasa rindu dan mengucapkan subhanawlah, masuk masjidil harampun harus dengan kesantunan, membasahi lisan dengan takbir dan tahlil ketika melihat baitullah dari arah dekat, bertawaf dengan santun, usahakan di dalam hati ada rasa taubat setelah masuk wilayah tersebut dalam Alquran disebutkan

اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ (١٩٧)

Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi [122], barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats [123], berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa [124] dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS: Albaqoroh 197)

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهٗ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

KHUTBAH II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا، َأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

_______________________
Oleh: Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si
Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ