Sejarah Tradisi Bubur Syuro Pada Sepuluh Muharram

 
Sejarah Tradisi Bubur Syuro Pada Sepuluh Muharram
Sumber Gambar: Dokumentasi Istimewa, Iluatrasi: Laduni.id

Laduni.ID, Jakarta  - Tradisi membuat bubur pada sepuluh Muharam atau Asyuro ini biasanya dilakukan di daerah Madura yang disebut dengan bubur tajin dan mereka menyebutnya tajin sora yang terbuat dari bubur nasi dengan kuah ketan. Selain di madura juga ada di tradisi Jawa.

Tradisi yang dilakukan pada masyarakat Jawa atau Madura membuat bubur pada bulan Muharam yaitu mengikuti apa yang pernah dikerjakan Nabi Nuh AS dan kaumnya.

Dalam kitab bada`iuzuhur versi karangan syekh Muhammad bin Ahmad bin Iyas al-hanafy , halaman 64 (versi lain karangan Imam Suyuthi) disebutkan sebagai berikut :

Imam Atsa’laby berkata : Perahu nabi Nuh AS mendarat sempurna disebuah gunung bertepatan tanggal 10 muharam / hari asyuro, maka Nabi Nuh melakukan puasa pada hari itu dan memerintahkan kepada kaumnya yang ikut dalam perahunya untuk melakukan puasa pada hari Asyuro sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.

Dan diriwayatkan bahwa seluruh binatang dan hewan yang ikut dalam perahu Nabi Nuh AS juga melaksanakan puasa. Kemudian Nabi Nuh AS mengeluarkan sisa perbekalan selama terapung dalam kapal, tidak banyak sisa yang didapat kemudian Nabi Nuh AS mengumpulkan sisa biji-bijian itu, ada tujuh macam jenis biji-bijian dan jumlahnya tidak banyak kemudian disatukan dan dijadikan makanan. Dan selanjutnya pada tahun-tahun berikutnya Nabi Nuh dan kaumnya selalu membuat makanan seperti itu (bubur dalam bahasa kita) pada hari Asyuro/10 muharam. Dan inilah yang digunakan dalil oleh tradisi masyarakat di Indonesia tentang bubur syuro.


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 27 Juli 2022. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

_____

Editor: Athallah Hareldi