Tata Cara Shalat Posisi Duduk dan Tidur Bagi Orang Sakit

 
Tata Cara Shalat Posisi Duduk dan Tidur Bagi Orang Sakit
Sumber Gambar: Ilustrasi (foto ist)

Laduni.ID, Jakarta - Bagi orang yang sakit termasuk sekarat, selama akalnya tetap atau tidak hilang, maka masih terkena taklif. Menurut kitab Mu’jam al-Wasit kata taklif didefinisikan dengan perintah, pembebanan suatu kewajiban dalam batas kemampuan seseorang yang melaksanakan kewajiban tersebut.

Menurut tiga imam madzhab keadaan seperti di atas masih dikenakan taklif. Terkecuali menurut Imam Hanafi, orang yang sedang dalam sekarat dan tidak bisa menggerakkan kepalanya (sebagai gerakan shalat), maka gugurlah kewajiban kepadanya sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Bujairomi ‘ala al-khotib 2/13 :

Artinya: “Orang yang hilang akal karena sakit maka tidak ada kewajiban ibadah termasuk shalat dan tidak ada kewajiban mengqodlo, itu dikarenakan hal-hal di atas termasuk sebab-sebab mubah dalam hal menghilangkan akal, berbeda dengan sebab-sebab haram, mabuk misalnya, maka kewajiban tidak hilang kepadanya begitupun kewajiban mengqodlo.”

Sementara dalam Al-Majmu’3/6 : Sakit tidak serta merta menggugurkan kewajiban shalat bagi seorang mukalaf. Hal tersebut berdasarkan hadis sahih, bahwa bagi orang yang sakit jika tidak mampu shalat berdiri maka dengan duduk, jika tidak mampu maka berbaring. Menurut ulama Syafiiyah, jika masih tidak mampu maka tahapannya adalah sebagai berikut:

Setelah tidak mampu berbaring maka isyarat dengan kepala, lalu isyarat kedipan mata, lalu menuntun Qur’an dan dzikir dengan mulut, kemudian dengan hati.

Sebagian ulama Syafiiyah menyatakan dengan urutan di atas, dan mereka menjadikan pijakan shalat pada kesadaran akal. Selama akal masih sadar maka tidak gugur kewajibannya dan ia melakukannya sesuai kemampuannya (al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bari)

Yang dimaksud tidak mampu adalah kesulitan (masyaqoh) yang sampai menghilangkan khusyuk atau konsentrasi yang dialami musholli dalam melakukan rukun-rukun shalat (Roudhotu Tholibin 340 / gurorul bahiyyah 1 hal; 49.)

1. Cara Shalat dengan Duduk

Shalat yang dikerjakan sambil duduk, boleh dilakukan dengan berbagai bentuk duduk, namun iftiros (duduk seperti melakukan tahiyyat awal) itu lebih utama. Untuk ruku dan sujudnya dilakukan sesuai dengan semestinya jika mampu, namun jika tidak mampu maka ruku’nya dilakukan dengan membungkukkan kepala sekira kening sejajar dengan tempat didepan kedua lututnya atau sejajar dengan tempat sujudnya. Bila hal ini tidak mampu maka rukuk dan sujudnya dilakukan dengan membungkukkan kepala semampunya, hanya saja untuk sujud dibungkukkan agak lebih ke bawah (Roudhotu Tholibin 342.)

2. Shalat dengan Tidur Miring

Bila tidak mampu duduk, shalat boleh dilakukan dengan tidur miring, wajah berikut tubuh bagian depan menghadap kiblat. Lebih utama posisi tubuh miring kekanan (tidur dengan lambung kanan) sedangkan ruku dan sujudnya dilakukan dengan semampunya artinya jika ia mampu menggerakkan kepala maka ruku dan sujudnya dengan cara tersebut, namun jika ia tidak mampu maka cukup dilakukan dengan isyarat kepala dengan cara menggerakkan kening kearah bumi, hanya saja untuk isyarat sujud agak lebih ke bawah daripada isyarat ruku.

3. Shalat dengan Tidur Terlentang

Jika tidak mampu tidur miring maka shalat boleh dilakukan dengan tidur terlentang, kepala ditopang dengan sejenis bantal agar bisa menghadap kiblat. Untuk ruku dan sujudnya dilakukan sesuai kemampuannya, artinya, jika ia mampu menggerakkan kepala maka ruku dan sujudnya dengan cara tersebut, namun jika ia tidak mampu maka cukup dilakukan dengan isyarat kepala, hanya saja untuk isyarat sujud harus lebih ke bawah daripada isyarat rukuknya. Bila isyarat dengan kepala juga tidak mampu maka dilakukan dengan isyarat mata, jika masih tidak mampu maka semua rukun dan kesunahan shalat di aktifkan dalam hati.

Wallahu A’lam Bishowab