Daftar Isi Profil KH. Nawawi Abdul Aziz
- Kelahiran
- Keluarga
- Penerus
- Wafat
- Pendidikan
- Mengajar di Pondok Krapyak
- Chart Silsilah Sanad
- Referensi
1. Kelahiran
KH. Nawawi Abdul Aziz lahir pada 17 Juli 1925 M bertepatan dengan tanggal 25 Dzulhijjah 1343H, di Desa Tulusrejo Grabag Kutoarjo Purworejo Jawa Tengah. Beliau merupakan putra dari KH. Abdul Aziz, seorang petani.
2. Keluarga
KH. Nawawi Abdul Aziz melepas masa lajangnya dengan menikahi Ny. Hj. Walidah Moenawwir Buah dari pernikahannya beliau dikaruniai 11 orang anak
3. Penerus
Keturunan Beliau antara lain:
- KH. 'Ashim Nawawi
- KH. Yasin Nawawi
- Ny. Hj. Istiqomah Nawawi
- KH. Mu'thi Nawawi
- Ny. Hj. Barokah Nawawi
- Ny. Hj. Binti Nawawi
- Ny. Hj. Umi Azizah Nawawi
- KH. Muslim Nawawi
- Ny. Hj. Wardah Nawawi
- Ny. Hj. Ulfa Nawawi
- Ny. Hj. Zakiyah Nawawi
4. Wafat
KH. Nawawi Abdul Aziz wafat pada Rabu 24 Desember 2014, sekitar pukul 19.45 WIB di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Sardjito karena menderita sakit tua.
Ribuan pelayat tak henti-hentinya berdatangan ke Pondok Pesantren An Nur untuk ikut berbela sungkawa atas wafatnya kiai sepuh tersebut. Ribuan orang turut mengantarkan jenazah KH. Nawawi Abdul Aziz, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang juga pengasuh Pondok Pesantren An Nur Ngrukem, Pendowoharjo, Sewon, Bantul ke peristirahatan terakhir.
Menurut pihak keluarga yang diwakili KH. Khudlori Abdul Azis, almarhum sebelumnya dirawat hampir sepekan di RS dr Sarjito. Namun, beberapa hari sebelumnya, almarhum, sudah menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul.
5. Pendidikan
KH. Nawawi Abdul Aziz memulai pendidikannya sejak beliau berumur tujuh tahun. Pagi hari beliau belajar di Sekolah Dasar (SR) dan sorenya Beliau mengikuti Madrasah Diniyah Al Islam Jono. Sedangkan pada malam hari, beliau mengaji al-Qur’an kepada sang Ayah dan juga beberapa disiplin ilmu seperti Ilmu Fiqh dan Ushuluddin.
Setelah beliau berumur 13 tahun, beliau meneruskan pendidikannya dengan belajar di Pondok Pesantren Lirap Kebumen Jawa Tengah yang diasuh oleh KH. Anshori selama 4 tahun. Kemudian setelah dirasa cukup, beliau ditarik oleh Orang tuanya untuk diantar bersama kakak ke Pondok Pesantren Tugung Banyuwangi di bawah asuhan KH. Abbas yang pada saat itu Indonesia masih dijajah oleh Jepang.
Setelah beberapa tahun menimba ilmu di sana, seperti Pemuda yang lainnya, beliau merasa ingin sekali pulang ke kampung halaman sekedar melepaskan rasa rindu kepada keluarga. Untuk itulah, dua bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan, beliau pulang ke Kutoarjo. Sebelum Beliau sempat kembali ke Pondok, serdadu Belanda dengan membonceng tentara Inggris mendarat di Surabaya dan menjarah Jawa Timur.
Maka pupuslah harapan untuk kembali ke Pondok dan terpisahlah Beliau dengan Kakak yang masih di Banyuwangi. Keadaan telah berubah, seluruh kitab yang dimilikinya tertinggal di Banyuwangi. Tetapi hal tersebut tidak membuat dia patah semangat bahkan sebaliknya, Beliau semakin semangat dalam menuntut ilmu yang beliau wujudkan dengan kembali mondok untuk menghafalkan al-Qur’an ke sebuah Pondok Pesantren di Yogyakarta tepatnya di Pondok Krapyak yang didirikan oleh KH. Munawwir yang pada saat itu diasuh oleh KH. R Abdul Qodir Munawwir.
Nasehat, tausiah dan irsyad dari KH. R Abdul Qodir M beliau ikuti dan patuhi dengan ikhlas dan tekun, sehingga dalam waktu tiga bulan, Beliau berhasil menghafal tujuh juz setengah dengan hafalan yang sangat baik.
Disaat beliau sedang menikmati dan melatih keistiqomahan diri dalam menghafal dan menjaga al-Qur’an, tanpa diduga terdengar berondongan peluru mitraliur yang menghujani langit Yogyakarta, yang disertai dengan diterjunkannya pasukan Belanda di lapangan terbang Maguo (kini Adisucipto) sebagai tanda dimulainya class kedua (duurstuud).
Hari itu pula dia dan ketujuh orang temannya pulang ke kampung halaman (Kutoarjo) dengan berjalan kaki. Di rumah, beliau tetap menjaga hafalan al-Qur’an yang telah didapat dan menambah hafalan walaupun harus ikut serta membantu para gerilyawan. Setelah Yogayakarta aman kembali (sekitar enam bulan), beliau kembali ke Krapyak untuk melajutkan tekatnya.
Dengan berkat rahmat dari Allah SWT disertai dengan anugrah keistiqomahan yang beliau miliki, beliau mampu menyelesaikan hafalan dalam 15 bulan dengan hasil yang sangat memuaskan sehingga wajar saja jika Guru Beliau sangat menyayangi Beliau, bahkan sebagai puncak dari kasih sayang tersebut, Beliau diamanahi untuk menikahi adik sang Guru (KH. R Abdul Qodir Munawwir) yang bernama Ibu Nyai Hj. Walidah Munawwir (putri dari Al Maghfurlah KH. Munawwir Pendiri Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta).
Pengembaraannya tidak berhenti sampai di sini, setelah mendapat restu dari sang Guru sekaligus Kakak, pada hari ketujuh puluh dari hari kelahiran putra pertamanya, Beliau berangkat ke Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus untuk mengaji al-Qur’an dengan Qiroah As Sab’ah kepada KH. Arwani Amin. Pada tahun 1955 M beliau berhasil menyelesaikan pelajaran dengan baik dan menerima Syahadah/Ijazah khatam mengaji Qiro’ah As Sab’ah secara hafalan kepada KH. Arwani Amin Kudus.
Setelah selesai belajar di Kudus, beliau memutuskan untuk kembali ke Kutoarjo untuk mengajarkan ilmu yang pernah didapat dan juga untuk membantu Orang tua yang telah menapaki usia senja. Di sana beliau membuka pengajian al-Qur’an dan Madrasah Ibtidaiyah kelas I yang hanya dibantu oleh seorang tenaga pengajar sekaligus sebagai pengurusnya. Keterbatasan pengajar, tidaklah menjadi halangan baginya untuk berjuang dalam menyebarkan ilmu Agama.
6. Mengajar di Pondok Krapyak
Setelah KH. R Abdul Qodir Munawwir pengasuh Pondok Krapyak wafat, estafet kepemimpinan pesantren kemudian digantikan oleh KH. R Abdullah Affandi Munawwir. Pada saat itulah beliau (KH. Nawawi Abdul Aziz) dipanggil untuk membantu mengajarkan al-Qur’an di Pondok Pesantren Krapyak, Bersama dengan Al Maghfurlah KH. Mufid Mas’ud (Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Pandanaran) dan KH. Ali Ma’sum.
Pembagian tugas dilakukan oleh KH. R Abdullah Affandi Munawwir sebagai pengasuh utama, KH. Ali Ma’sum bertanggungjawab atas pengajaran kitab sedangkan beliau dan KH. Mufid Mas’ud memegang pengajaran al-Qur’an.
Setelah dua tahun tinggal di Krapyak, timbulah keinginan untuk pindah ke Dusun Ngrukem guna lebih dekat dari tempat beliau berkerja sebagai Ketua Hakim Pengadilan Agama Bantul dan juga didorong oleh keinginan untuk mendirikan Pondok Pesantren sendiri, dan berkat Ridlo dari Allah SWT, beliau mampu mewujudkan cita-citanya untuk membangun Pondok Pesantren yang sampai saat ini masih eksis berdiri.
7. Chart Silsilah Sanad
Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Nawawi Abdul Aziz dapat dilihat DI SINI, dan sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.
8. Referensi
Dikumpulkan dari berbagai sumber
Memuat Komentar ...