Sedikit yang terlupakan oleh para politisi ini bahwa, pola pikir masyarakat NU itu tidaklah sesederhana lipatan sarung dan peci miring mereka. Sejak dari pesantren para santri NU sudah terlatih untuk berpikir ‘out of the box’, terbiasa dengan kalimat-kalimat ‘mantiq’ yang butuh kreatifitas berpikir tinggi untuk dapat memahaminya
Mohamed Salah berdakwah lewat sepak bola. Kita perlu belajar dari kesederhanaan Salah. Kenapa?
Sebagai seorang ulama, KH. Dimyati Rois memiliki kepribadian yang sangat baik dan penuh kesederhanaan, baik dengan para pengikut (santrinya) maupun dengan masyarakat yang lain. Kesederhanaan beliau ditunjukan dengan berpakaian yang sederhana, dan beliau juga tidak akan makan apabila tidak benar-benar lapar.
Pernah pada suatu malam Idul Fitri, Syaikhona Maimoen Zubair sama sekali tidak mempunyai beras untuk digunakan sebagai zakat fitrah dan bahkan tidak mempunyai uang sedikit pun untuk membeli sekedar untuk jajan Idul Fitri, sedangkan waktu itu putra-putri beliau masih kecil-kecil.
Di sebelah timur masjid Nabawi Madinah, tampak sebuah bangunan yang akan membuat kita takjub, terpesona karena kesederhanaannya.
Dalam salah satu acara, syaikh Ahmad Thayyib berkata: "Beberapa orang ekstremis mengatakan kepada para pelajar bahwa ulama kalian adalah ulama pemerintah. Kita ulama pemerintah? Sampai hari ini saya masih ngontrak rumah dan demi Allah saya tidak memiliki sepeser pun uang untuk membeli rumah!"
Support serta dukungan dari sang istri ini pula yang membentuk kepribadian Mbah Manab menjadi pribadi yang mulia.