Rasa yang Dirasionalkan

 
Rasa yang Dirasionalkan

LADUNI.ID - "Cinta itu tidak BaPer (Terbawa Perasaan), tetapi cinta itu harus rasional, pun kalau tidak bisa dirasionalkan, maka ia berusaha untuk mampu membedakan, mana cinta yang mampu memberi kebaikan pada dirinya di dunia dan akhiratnya". Ini beberapa pembacaan saya dalam kisah Nabi Yusuf dan beberapa kitab Cinta (al-hubb fil Qur'an) bahwa cinta tidak hanya digerakkan oleh rasa, tetapi bagaimana akal membantu meluruskannya, bila ia terjebak syahwat belaka.

Bila cinta hanya berangkat dari rasa ia akan celaka, "In ahbabta bihawasika halakta". Bahkan, manusia tidak akan pernah naik pada derajat yang lebih tinggi, kecuali bila membenci dan mencintai di dasarkan pada rasionalitas (akal), "Adamu irtiqa al-insan, illa karahahu biaqlihi wa ahabba biaqlihi". Dalam Subul al-Ushul li Nablusi, Al Hubbu min Khilali al-Qur'an al-Karim

Bila Nabi Yusuf benar-benar mengikuti perasaannya, maka ia akan terbuai dengan cintanya pada Ra'il, "wa hamma biha", tetapi karena ia tahu, bahwa cinta yang bersarang dalam sankar dirinya akan membuat celaka, maka ia ingkari, sehingga dia dengan gagahnya, "Penjara lebih saya cintai" , (Rabbi al-sijn ahabbu ilayya, mimma yad'u nani ilaihi), ia tidak ikut perasaannya, bahkan ia tolak dengan gagah segala rasa yang mencengkeramnya, ia minta perlindungan kepadaNya dan menggantukan padaNya, "ma'adzallah, Inahu rabbi alladzi ahsana mastwai".

Sulit memang merasionalkan cinta karena ia adalah rasa, ia kadang sulit diungkap lewat kata-kata, walau ia nyata. Maka, keluar ungkapan "Al-hubb La Yuarraf", cinta itu tidak bisa didefinisikan, karena sangatlah sulit mendefinisan rasa, dan setiap rasa pada setiap orang sama (harfiyahnya), tapi merasakannya berbeda.

Dari perbedaan cara meraskan itulah, muncul definisi yang berbeda, namun untuk memastikan definisi yang paling qathi itu tidak akan pernah didapatkan. Maka, memungkinkan untuk pendekatan secara hakekat, apa arti itu cinta.
Sehingga Alkalabadzi (380H) mendefinisikan, "Cinta (almahabbah) adalah ketertarikan hati pada sesuatu". Abu Abdillah Alqursyi, "Hakekat cinta, bila kau memberikan segalanya pada yang kau cintai, sehingga tak tersisa sedikitpun", demikin pula Syibli, "Disebut cinta, bila kau menghapus apapun dalam dirimu, selain Dia". Ibnu Hazm (456 H), "Bergeraknya bagian yang terpisah dari jiwa, menuju kepada asal yang agung", Menurut Junaid, "Tunduk pada yang diperintahkan, Ingkar pada yang dilarang, dan rida terhadap apa yang terjadi".

Kajian cinta dalam al-Qur'an sangat luas sekali; 1) kecintaan Allah pada hambanya, 2) kecintaan hamba padaNya, 3) Kecintaan Allah pada 8 macam manusia, 4) cinta antar sesama manusia, dan lain sebegainya.

Dan Al-Qur'an, menggunakan banyak redaksi dalam ungkapan cinta, satu kata dengan zaman yang berbeda (Mudhari', Madhi) dan ada tafdil. Misalnya kata "ahbabta" dengan fi'il Madhi, "Yuhibbul muhsinin" dengan fi'il Mudhari'. Ini implikasinya berbeda terhadap makna, dan sungguh indah bila dilihat dari Asrar Ahruf atau I'jaz Al-Qur'an.

Oleh: Halimi Zuhdy

 

 

Tags