Masjid di Belanda Ini Lestarikan Tahlilan

 
Masjid di Belanda Ini Lestarikan Tahlilan

LADUNI.ID, Jakarta - Negara yang dulunya dikenal sebagai bekas penjajah Indonesia, ternyata memiliki sebuah masjid yang menjalankan nuansa Islam Nusantara seperti tradisi tahlilan, istighasah dan lain sebagainya. Ya, negara itu adalah Belanda.

Masjid itu adalah Masjid Al-Ikhlas. Dilestarikannya tahlilan sebagai tradisi di masjid ini tidak lepas dari warisan pendahulu yang ada di Nusantara. Hal ini diungkapkan oleh penulis buku Masterpiece Islam Nusantara, Zainul Milal Bizawie yang akrab disapa Gus Milal.

"Inilah wajah Islam Nusantara, Islam yang melestarikan budaya yang baik karena dengan berkumpul ini kita dapat bermuhasabah sekaligus mempererat kohesi dan soliditas sosial yang dibutuhkan dalam mendapatkan ketenangan dalam beribadah,” terang Gus Milal ketikaberkunjung ke Masjid Al-Ikhlas Amsterdam.

Ketika Gus Milal melakukan kunjungan ke masjid itu, kebetulan Masjid Al-Ikhlas Amsterdam sedang menggelar tahlilan 40 hari sesepuh masjid, Haji Soekidjo. Gus Milal mengunjungi Masjid Al-Ikhlas di sela-sela kegiatan risetnya di Leiden University Library.

“Sampaikan bahwa yang terpenting adalah istiqamah dan ikhlas meskipun amalan kita sedikit misalnya hanya Al-Fatihah atau memberikan kepedulian kepada jamaah lainnya,” terang Gus Milal.

Gus Milal juga mengingatkan bahwa berdakwah harus disinergikan dengan upaya tarbiyah (pendidikan), harakah (pergerakan), rohaniah, dan siyasah (politik). Jika hanya dakwah saja, tanpa berdasar posisi siyasah sebagai warga NKRI, maka dakwahnya justru akan menghancurkan kebangsaan.

Sementara itu, Ketua Masjid Al-Ikhlas Amsterdam, Hansyah Iskandar Putera mengatakan, kesan positif komunitas muslim Indonesia yang toleran dan damai sudah banyak dikenal masyarakat Belanda. Ini membuat warga Belanda bersimpati hingga akhirnya memeluk Islam.

Beberapa anggota Persatuan Pemuda Muslim Eropa (PPME), komunitas Muslim Indonesia di Belanda yang mengelola Masjid Al-Ikhlas Amsterdam adalah orang asli Belanda. Mereka masuk Islam karena tertarik dengan karakter muslim Indonesia yang ramah dan terbuka.

Setiap dua pekan sekali, mereka mengadakan pengajian di bawah bimbingan Ustadz Abdurrahman Mittendorf yang juga asli Belanda. Sungguh mengesankan, bukan?!