Belajar Kerendahan Hati dari Dua Tokoh Ahlus Sunnah Ini

 
Belajar Kerendahan Hati dari Dua Tokoh Ahlus Sunnah Ini

LADUNI.ID, Jakarta - Slogan Wahabi, kembali pada Qur'an dan Sunah sepintas merupakan suatu ajakan yang baik dan benar. Namun di balik slogan tersebut, sesungguhnya terdapat jerat-jerat setan yang sangat berbahaya.

Siapa sih yang tidak ingin berpegang pada Qur'an dan Hadits, siapa sih yang tidak ingin menjadikan keduanya sebagai pedoman hidup. Pasti umat Islam sangat ingin demi keselamatan dunia dan akhirat.

Slogan yang digagas oleh kafir Yahudi tersebut, sesungguhnya merupakan racun mematikan. Lihat saja, akibat kebodohan dan kesembronoan kaum wahhabi yang mengaku salafi, kaum tanduk setan ini amat sangat mudah mempermainkan ayat-ayat suci Qur'an dan Hadits.

Dengan dalih langsung bypass kepada dua Sumber Hukum dalam Islam tersebut, nyatanya malah berbuat banyak fitnah dan kerusakan bagi Islam.

Imam Nawawi, yang keilmuannya luar biasa, yang hafalan hadisnya konon lebih dari 350.000, yang tulisannya tak hanya berisi ilmu namun juga dihiasi sastra karena kepiawaian beliau dalam Bahasa Arab, masih rendah hati untuk mnyebut dirinya sebagai pengikut Imam Syafi'i.

Begitu pula Imam Ibnu Hajar al Asqolani, Amirul mukminin fil hadis, juga merupakan salah satu ulama yang menisbatkan diri kepada mazhab Syafi'i.

Keduanya adalah ulama hadis terbesar. Imam Nawawi menulis al Minhaj, syarah Sahih Muslim paling muktamad. Sedangkan Imam Ibnu Hajar menulis syarah Sahih Bukhori paling paten, Fathul Bari .

Andai memang mazhab Syafi'i tidak sesuai sunah, tidak sejalan dengan hadits, tentu dua ulama besar hadits inilah yang akan lebih dahulu menolak mazhab dan memilih langsung kembali pada Quran wal Sunah.

Tetapi tidak!!!  Meski mereka ulama hebat, mereka masih sadar akan batas kemampuan diri.

Sedangkan ustadz-ustadz sekarang, yang hafalan Qurannya patah-patah, yang hafalan haditsnya tak lebih dari empat puluh, yang kemampuan Bahasa Arabnya memprihatinkan, malah dengan sombong dan berani mengatakan bahwa pendapat ulama mazhab itu tidak ada gunanya untuk diikuti .

Jika Imam Nawawi saja yang kecerdasannya seperti yang kami gambarkan di atas masih butuh kepada fikih Imam Syafi'i, lalu kenapa ustadz ustadz baru ini malah berani sekali bersifat tinggi hati?

Memang, bahwa Quran dan hadits merupakan sumber utama dalam beragama. Namun perlu diketahui pula, bahwa keduanya akan sulit dipahami tanpa keilmuan yang memadai.

Karena keduanya disampaikan dengan sastra tingkat tinggi, juga dengan pilihan kata yang sangat teliti. Sehingga kita butuh seseorang dengan keilmuan mantap untuk membantu kita mengamalkan dua sumber pokok ini.

Itulah yang dilakukan oleh Para Imam Mazhab rahimahullah , yang mengorbankan waktu mereka untuk mendalami Quran, menguasai ratusan ribu hadits, memantapkan Bahasa Arab selama bertahun-tahun, sehingga mereka bisa menulis mazhab, sebagai intisari praktis yang bisa langsung kita gunakan, tanpa harus bersusah payah lagi.

Jika masih berkeras untuk langsung merujuk kepada Quran dan Sunnah, silakan! Namun pastikan, bahwa Anda sudah menguasai Quran, memguasai ratusan ribu hadis, memantapkan Bahasa Arab lisan dan tulisan, mengerti cara berlogika sehat.

Dalam arti, silakan merujuk langsung kepada Quran dan Sunnah jika keilmuan Anda sudah selevel dengan Imam Ibnu Rif'ah, Imam Subki, kalau perlu Imam Syafi'i.

Jika Anda tidak mampu, dan kami rasa di zaman sekarang tidak akan ada lagi yang mampu, maka mazhab yang sudah ada sajalah yang harus diikuti. Karena keabsahannya terjamin, berabad abad telah teruji .

Jika saudara mengikuti majlis ilmu, kemudian ustadz pengisi majlis tersebut mulai mengatakan bahwa kita tidak perlu mengikuti Imam Mazhab, maka tolong ingatkan ustad tersebut tentang kerendah hatian seorang Imam Nawawi, dan bagaimana kita harus lebih rendah hati lagi.

Belajar lah agama dengan cara yang pas dan jalan yang benar, agar hasilnya pun tidak "bagai bunga kembang tak jadi-jadi. Barakallohu fiikum jami'an…

(Sumber: Tariqah Ba’alawi)