Sampah Hati, Sebuah Renungan Menuju Hati yang Terang

 
Sampah Hati, Sebuah Renungan Menuju Hati yang Terang

LADUNI.ID, Jakarta - Seorang murid yang berbeda paham dengan gurunya mengeluarkan kecaman, kata-kata kasar, hinaan, dan meluapkan kebenciannya kepada Sang Guru. Sang Guru hanya diam, mendengarkan dengan sabar, tenang dan tidak berucap sepatah kata pun.

Setelah murid tersebut pergi, seorang murid lain yang melihat peristiwa itu dengan penasaran bertanya: "Mengapa guru diam saja? Mengapa tidak membalas makian dia?".

Sang Guru pun berkata kepada muridnya: "Jika seseorang memberimu sesuatu,  tetapi kamu tidak mau menerimanya, menjadi milik siapakah pemberian itu...?".

"Tentu saja menjadi milik si pemberi,” jawab si murid dengan lugas.

"Betul. Begitu pula dengan kata-kata kasar tersebut,” tukas Sang Guru.

"Karena aku tidak mau menerima kata-kata itu, maka kata-kata tadi akan kembali menjadi miliknya. Dia harus menyimpannya sendiri. Dia tidak menyadari, bahwa nanti dia akan menanggung akibatnya, baik di dunia maupun di akhirat. Energi negatif yang muncul dari pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan kita hanya akan membuahkan penderitaan hidup bagi kita sendiri."

Sang Guru kemudian melanjutkan: "Sama seperti orang yang ingin mengotori langit dengan meludahinya. Ludah itu hanya akan jatuh mengotori wajahnya sendiri."

"Maka, jika di luar sana ada orang yang marah-marah kepadamu, biarkan saja, karena mereka sedang menyebarkan SAMPAH HATI mereka. Jika engkau diam saja, maka sampah itu akan kembali kepada diri mereka sendiri. Tetapi jika engkau tanggapi, berarti engkau menerima sampah itu...".

Sang Guru melanjutkan nasehatnya: "Hari ini begitu banyak orang yang hidup dengan membawa sampah di hatinya. Sampah kekesalan, sampah amarah, sampah kebencian, sampah dendam, sampah merasa diperlakukan tidak adil, dan lainnya. Sampah yang diakibatkan egoisme, keserakahan terhadap harta dan jabatan, fanatisme terhadap kelompok, kroni dan figur tertentu, sehingga mengalahkan etika luhur dan aturan. Mereka sampai berani berpaling dari kebenaran, karena membenci para pejuang kebenaran yang dianggap telah menyakitinya."

Inilah saatnya bagiku, bagimu, dan bagi kita semua, untuk melatih diri melenyapkan sampah yang ada di hati kita. Jikapun ada sampah kekecewaan, kekesalan, kemarahan, iri, dengki dan benci yang masih tersisa, setidaknya janganlah kita sebarkan sampah hati itu ke muka bumi ini.

Janganlah kita ludahkan ke langit, karena sampah itu hanya akan kembali mengotori diri dan wajah kita. (Satria Hadi Lubis)