Indeks Kitab

Kitab Al-Furuq Fi Al-Lughah - Abu Hilal Al-Askari

Karya Abu Hilal Al-Hasan bin ‘Abdullah bin Sahl bin Sa’id Ibnu Yahya bin Mihran Al-Askari, seorang ahli bahasa di zamannya. Tahun wafatnya tidak diketahui secara persis, namun beliau diketahui masih hidup sampai tahun 395 H (1005 M). Sedang penyusun Furuq Al-Lughat adalah Sayyid Nuruddin bin Sayyid Ni’matullah Al-Jaza’iri, wafat tahhun 1158 H.

Ini adalah kamus luar biasa tentang nuansa antar kata.
Kitab ini merupakan salah satu kitab yang paling komprehensif tentang perbedaan linguistik, karena memuat penyajian banyak pendapat dan penjelasan yang menunjukkan kelimpahan dan penguasaan penulisnya serta keakuratan pemikirannya. Kajian terhadap perbedaan-perbedaan ini berdasarkan Al-Qur’an dan perkataan para ahli hukum, teolog, dan pembicaraan orang lain. Tujuan penulis dalam buku ini adalah untuk menjaga bahasa Arab dari penafsiran, distorsi dan kesalahan, menjauhkannya dari konjugasi dan omong kosong.

Terimakasih telah membaca Kitab Al-Furuq Fi Al-Lughah - Abu Hilal Al-Askari, di web https://www.laduni.id/kitab, semoga kitab ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua.  Aamiin ya rabbal 'aalamiin

 

IDENTITAS KITAB

 

 

   

 

       
   

 

   

 

       

 

JUDUL                  

:

 

 

Kitab Al-Furuq Fi Al-Lughah - Abu Hilal Al-Askari (PDF)

 

PENULIS              

:

 

 

Abu Hilal Al-'Askari

 

 

PENERJEMAH   

:

 

 

-

     

 

PENERBIT           

:

 

 

Beirut-Lebanon

   

 

TAHUN                

:

 

2002 M / 1422 H

 

       

 

TEBAL                  

:

 

 

658 Halaman (PDF)

       

 

Lihat Kitab

Kitab Manaqib Al-Imam Syafi’i

Karya Imam Al-Baihaqi bernama lengkap Imam Al-Hafizh Al-Muttaqin Abu Bakar Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Al-Khusrauijrdi Al-Khurasani Al-Baihaqi (384-458 H). Baihaq adalah sejumlah perkampungan di wilayah Naisabur. Beliau adalah seorang ulama besar dari Khurasan (desa kecil di pinggiran kota Baihaq) dan penulis banyak kitab terkenal.

Kitab ini Menjelaskan berbagai banyak hal mulai dari tentang Biografi penulis hingga Bab tentang menyebutkan orang-orang yang duduk di dewan Syafi’I setelah wafatnya, dan para sahabat yang menyebarkan ilmunya.

Imam Syafi’I dalam kitab ini juga menyatakan bahwa ada tiga tanda yang menunjukkan bahwa seseorang adalah sosok yang hebat.
Tanda pertama adalah kemampuannya menyembunyikan kefakiran, sehingga orang lain mengira orang itu berkecukupan karena tidak pernah meminta.
Tanda kedua adalah kemampuannya menyembunyikan kesusahannya sehingga orang lain mengira ia selalu senang.
Tanda ketiga adalah kemampuannya menyembunyikan amarah, sehingga orang lain mengira ia ridha.

Terimakasih telah membaca Kitab Manaqib Al-Imam Syafi’i, di web https://www.laduni.id/kitab, semoga kitab ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua. 
Aamiin ya rabbal 'aalamiin

 

IDENTITAS KITAB

 

 

   

 

       
   

 

   

 

       

 

JUDUL                  

:

 

 

Kitab Manaqib Al-Imam Syafi’i (PDF)

 

PENULIS              

:

 

 

Imam Al-Baihaqi

 

 

PENERJEMAH   

:

 

 

-

     

 

PENERBIT           

:

 

 

Dar Library Heritage-Kairo

   

 

TAHUN                

:

 

1970 M / 1390 H

 

       

 

TEBAL                  

:

 

 

1083 Halaman (PDF)

       

 

                               

 

Lihat Kitab

Kitab Ad-Da’u wa Ad-Dawaa’u

Karya Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad ibnu Abi Bakr Ibnu Ayyub Ibnu Haris Ibnu Makki Zainuddin az-Zur’i ad-Damasyqi, atau yang lebih dikenal Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah, (lahir tanggal 7 Shafar 691 H-wafat pada malam kamis pada tanggal 13 Rajab 751 H (Katsir, IV: 202).).

Kitab ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan penyakit maksiat itu sendiri terbagi menjadi tiga definisi:

Pertama, dalam kitab beliau halaman 48 beliau menjelaskan sejatinya penyakit maksiat ialah suatu penyakit yang jika berkesinambungan akan dapat menghancurkan kehidupan dunia dan akhirat seorang hamba. Menurut beliau penyakit maksiat menimbulkan Mudharat (Kerugian). tidak mungkin tidak, mudharatnya bagi Hati sebagaimana Mudharat yang ditimbulkan racun bagi tubuh, hal itu memiliki tingkatan yang beragam. Dan hal ini sudah jelas, adakah kehinaan dan penyakit didunia dan diakhirat yang tidak disebabkan dosa dan penyakit maksiat?

Kedua, Pada halaman 62 beliau menjelaskan bahwa pengertian dari penyakit maksiat menurut Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah ialah setiap perbuatan yang buruk, keluar dari norma serta dapat membahayakan hati dan badan baik itu didunia maupun diakhirat. Maka bagi seorang hamba yang terserang penyakit maksiat ia senantiasa keluar dari jalan Allah SWT, menjauhi dan sibuk dengan perkara-perkara dosa. Maka sungguh akan sirna kehidupan hakikinya ( Ibadah kepada Allah SWT ) dan pelakunya akan merasakan akibat dari penyakit maksiat yang ia derita pada hari dimana ia menyesal dan berkata:
 “Alangkah baiknya sekiranya dahulu (ketika aku didunia) aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidupku ini.” (Depag, 2015: 594).

Ketiga, pada halaman 65 pengertian penyakit maksiat menurut Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah ialah suatu perbuatan durhaka yang menanamkan perbuatan kedurhakaan dan keburukan yang lainya. Sampai-sampai pengidap penyakit tersebut akan sulit untuk meninggalkan dan keluar dari penyakit tersebut.

 

Terapi penyakit maksiat menurut Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah, dilihat dari dampak yang ditimbulkan oleh penyakit maksiat ada lima yaitu:

Pertama, Penyakit maksiat merusak Agama maka terapi yang digunakan adalah irsyad (Bimbingan dan konseling), tabyin (Penjelasan lebih menyeluruh), tanbih (Peringatan dan ancaman) dan hukum syari’ah atas Jarimah yang diperbuat.

Kedua, Penyakit maksiat merusak Jiwa maka terapi yang digunakan adalah At-tabyin (Penjelasan) dan At-tahdid (Ancaman), Amr bi At-Taqwa wa Nahyu an Al-Ma’syiyah (Menganjurkan kepada ketakwaan dan melarang dari perbuatan maksiat), Al-birru (Kebaikan) dan At-tha’atu (Ketaatan).

Ketiga, Penyakit maksiat merusak akal maka terapi yang digunakan adalah dengan Mauidzah tentang Al-Qur’an, al-Iman (Keimanan), Al-Maut (Kematian), an-Nar (Neraka) dan juga perkara yang membuat kerusakan dunia dan akhirat, memberikan perumpamaan-perumpamaan, menganjurkannya untuk berteman dengan orang shalih dan alim sehingga akan lebih memahami kebenaran dan kebaikan darinya.

Keempat, Penyakit maksiat merusak keturunan maka terapi yang digunakan adalah prilaku ketaatan dan metode Do’a. Kelima, Penyakit maksiat merusak harta dan kehormatan maka terapi yang digunakan adalah dakwah kepada ketakwaan dan meninggalkan kemaksiatan, kedzaliman dan kerusakan, dijelaskan juga Al-A’qibah (Akibat) dan Al-Ta’lil (alasan disyariatkan hukum), dan terapi Dzikir.

Terimakasih telah membaca Kitab Ad-Da’u wa Ad-Dawaa’u, di web https://www.laduni.id/kitab, semoga kitab ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua. 
Aamiin ya rabbal 'aalamiin

 

IDENTITAS KITAB

 

 

   

 

       
   

 

   

 

       

 

JUDUL                  

:

 

 

Kitab Ad-Da’u wa Ad-Dawaa’u (PDF)

 

PENULIS              

:

 

 

Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah

 

 

PENERJEMAH   

:

 

 

-

     

 

PENERBIT           

:

 

 

Dar Al-Ma’rifa - Maroko

   

 

TAHUN                

:

 

1997 M / 1418 H

 

       

 

TEBAL                  

:

 

 

678 Halaman (PDF)

       

 

                               

 

 

Lihat Kitab

Kitab Adabul Fatwa wal Mufti wal Mustafti

Karya Imam An-Nawawi ulama Madzhab Syafi’i yang sampai saat ini nama besar beliau masih bisa kita kenal, dan karya-karya beliau juga masih bisa dirasakan manfaatnya.
Kitab Adab Berfatwa menurut Beliau diberi judul Etika Fatwa, Pemberi Fatwa, dan Peminta Fatwa (Adabul Fatwa wal Mufti wal Mustafti) adalah kitab yang khusus membahas secara lengkap mengenai fatwa.

Ada pun beberapa point penting dalam kandungan kitab tentang fatwa ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mufti musti bisa menjelaskan fatwanya sampai tidak ada yang samar dan bisa dimengerti oleh mustafti.
2. Mufti tidak diperkenankan menulis fatwa hanya dari apa yang ia ketahui, harus ada referensi lain
3. Mufti harus bersabar dan ramah dalam menjelaskan kepada mustafti.
4. Mufti harus sangat teliti, baik kepada kesalahan penulisan dan pertanyaan mustafti.
5. Hendaknya membacakan fatwa itu dihadapan seluruh peserta yang hadir dan yang ahli, kemudian melakukan musyawarah dengan moderat dan tenang, seperti apa yang para salaf contohkan.
6. Tulisan mufti harus normal, dan rapi. Ulama menganjurkan untuk tidak menggunakan pulpen dalam penulisan guna menhindari pemalsuan.
7. Mufti hendaknya menyimpulkan atau meringkas jawabannya agar dengan mudah dipahami oleh semua orang.

Terimakasih telah membaca Kitab Adabul Fatwa wal Mufti wal Mustafti, di web https://www.laduni.id/kitab, semoga kitab ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua.  Aamiin ya rabbal 'aalamiin

 

IDENTITAS KITAB

 

 

           
   

 

           

 

JUDUL                  

:

 

Kitab Adabul Fatwa wal Mufti wal Mustafti (PDF)

 

PENULIS              

:

 

Imam An-Nawawi

 

 

PENERJEMAH   

:

 

-

     

 

PENERBIT           

:

 

     

 

TAHUN                

:

 

1988 M / 1408 H

       

 

TEBAL                  

:

 

96 Halaman (PDF)

       

 

Lihat Kitab

Kitab Fatawa Al-Subki fi Furu A-Fiqih Al-Syafi (Jilid 1-2)

Karya Taqiyuddin Ali bin Abdulkafi As-Subki (Imam As-Subki).
Beliau merupakan salah saorang ulama abad pertengahan yang memiliki keluasan ilmu agama.
Imam Al Subki merupakan ulama dengan madzhab syafi’i dan beliau juga merupakan ulama ahli fiqih.

Adapun isi kandungan atau pokok pokok pembahasan materi dalam kitab ini adalah tentang fatwa fatwa yang ada kaitannya dengan fiqih dan sebagian ada yang berkaitan dengan tafsir Al-Qur’an.
Kitab ini yang sangat terkenal dikalangan muslim dengan madzhab syafi’i, terutama santri dan mua’alim di Pondok-pondok pesantren.

Link Kitab Fatawa Al-Subki fi Furu A-Fiqih Al-Syafi Jilid 2.

Terimakasih telah membaca Kitab Fatawa Al-Subki fi Furu A-Fiqih Al-Syafi (Jilid 1), di web https://www.laduni.id/kitab, semoga kitab ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua.  Aamiin ya rabbal 'aalamiin

 

IDENTITAS KITAB

 

 

           
   

 

           

 

JUDUL                  

:

 

Kitab Fatawa Al-Subki fi Furu A-Fiqih Al-Syafi Jilid 1 (PDF)

 

PENULIS              

:

 

Imam As-Subki

 

 

PENERJEMAH   

:

 

-

     

 

PENERBIT           

:

 

     

 

TAHUN                

:

 

 M / H

       

 

TEBAL                  

:

 

528 Halaman (PDF)

       

 

                           

 

Lihat Kitab

Kitab At-Ta’arruf li Madzhabi Ahli Al-Tasawuf

Karya Abu Bakar Muhammad bin Ishaq Al-Kalabadzi Al-Bukhari (wafat 380H/990M), atau dikenal “Abu Bakar Al-Kalabadzi”. Beliau seorang ulama sufi ahli hadis yang hidup sebelum Imam Al-Ghazali. Jarak tahun antara wafatnya Abu Bakar Kalabadzi dengan kelahiran Imam Al-Ghazali sekitar 68 tahun (Imam Al-Ghazali lahir pada tahun 1058 M). Beliau bergelar “Tajul Islam” (artinya: Mahkota Islam). Ahli fiqih madzhab Hanafi dan juga ahli hadis.

Tasawuf, telah menjadi objek persilangan pendapat hingga hari ini. ‘Nasib’ ilmu ini tidak sama dengan ilmu Fiqih, ilmu hadis, ilmu tafsir, dan ilmu nahwu-shorof. Empat ilmu ini tidak dilabeli dengan bi’dah. Sementara tasawuf kerap dipojokkan sebagai ilmunya orang-orang ahli bid’ah, sesat, dan lain sebagainya. Dalam konteks ini, ‘nasib’nya mirip dengan ilmu kalam.

Untuk menilai suatu objek ilmu atau masalah keilmuan alangkah baiknya mengambil saran dari Imam Al-Ghazali yang beliau tulis dalam otobiografinya yang berjudul “Al-Munkidz min Al-Dholal wa Al-Mushil ila Dzil ‘Izzi wa Al-Jalal”. Kitab yang mengkisahkan perjalanan pengembaraan ilmu imam al-Ghazali dalam mencari kebenaran. Beliau mengatakan, sebelum menilai suatu pemikiran, haruslah terlebih dahulu mempelajarinya secara mendalam sampai pada tingkat ahli (Imam Al-Ghazali,Al-Munkidz min Al-Dholal).

Tentu saja saran Imam Al-Ghazali ini tidak setiap orang mampu melakukannya. Tetapi pelajaran dari beliau untuk konteks ilmu tasawuf adalah, jika ingin menilai ilmu ini rujuklah kepada kitab-kitab standarnya. Jika masih tidak mampu, dengarkanlah salah satu tokoh ilmu tasawuf yang diakui. Artinya, rujuklah pada otoritas tingginya.

Sebagaimana jika kita ingin tahu tentang ilmu kesehatan. Maka, pelajarilah buku yang ditulis oleh dokter, jangan baca buku yang ditulis oleh dukun. Tanyalah pada dokter ahli, jangan bertanya pada tukang bengkel mobil.

Salah satu kitab standar yang diakui otoritasnya dalam ilmu ini adalah kitab “At-Ta’arruf li Madzhabi Ahli al-Tasawuf”
Walhasil, kitab ini meski tidak tebal, tetapi boleh dikatakan kitab ensiklopedis (mausu’ah) tentang tasawuf tertua setelah kitab Al-Luma’ yang ditulis oleh Abu Mansur Al-Sarraj. Maka, jika kita ingin  penasaran apa itu sufi dan tasawuf, silahkan baca kitab ini. Wallahu a’lam bis showab

Terimakasih telah membaca Kitab At-Ta’arruf li Madzhabi Ahli Al-Tasawuf, di web https://www.laduni.id/kitab, semoga kitab ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua.  Aamiin ya rabbal 'aalamiin

 

IDENTITAS KITAB

 

 

           
   

 

           

 

JUDUL                  

:

 

Kitab At-Ta’arruf li Madzhabi Ahli Al-Tasawuf (PDF)

 

PENULIS              

:

 

Abu Bakar Al-Kalabadzi

 

 

PENERJEMAH   

:

 

-

     

 

PENERBIT           

:

 

     

 

TAHUN                

:

 

 M / H

       

 

TEBAL                  

:

 

144 Halaman (PDF)

       

 

                           

 

Lihat Kitab

Kitab Kasyfu Al-Tabaarih fi Bayaani Sholaati Al-Tarawih

Karya KH. Abu Al-Fadhol Ibnu ‘Abdi Al-Syakur Senori At-Thubani, atau yang dikenal Mbah Fadhol senori.
Kitab ini sangat ringkas dan mempunyai tema-tema yang sederhana dan juga mudah dipahami oleh kalangan para santri. Dan memang pada hakikatnya agama Islam selalu mempermudah pemeluknya, akan tetapi jangan dianggap mudah dan mengentengkan rambu-rambu syariat yang sudah ditetapkan Allah SWT kepada makhluk-Nya.

Karya ini telah memberikan jawaban atas problematika agama yang banyak diperbincangkan masyarakat, khususnya di tanah Jawa dalam hal shalat tarawih, selain itu mushonnif juga mengkritik kelompok-kelompok terdahulu yang dirasa menyeleweng dari syariat. Pada akhir pembahasan beliau menuangkan isi hati dan pikirannya dalam menyikapi problematika, dengan harapan masyarakat tidak lagi mudah dalam menghukumi bid’ah dan sebagainya.

Bab Awal, mushonnif mencatat beberapa hadis yang diriwayatkan oleh Abu Huraira RA dan Aisyah RA, hadis tersebut mengisahkan kepada kita bahwa sejatinya Nabi Muhammad SAW sangat senang sekali menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan meperbanyak ibadah, mulai dari shalat, membaca Al-Qur’an sampai berdzikir dan apapun kegiatan baik yang dianjurkan kepada para sahabat dan umatnya.

Dalam riwayat-riwayat hadis diatas sama sekali tidak disebutkan bilangan shalat tarawih, hanya menyiratkan beberapa anjuran-anjuran di bulan Ramadhan saja. Saya pun menyimpulkan memang pada hakikatnya Nabi Muhammad SAW pun tidak mengharuskan shalat tarawih ini menjadi suatu hal yang wajib, justru beliau sangat khawatir kepada umatnya akan peristiwa ini memberatkan mereka, padahal bukan seperti itu. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, peristiwa ini masih berlanjut sampai tonggak kepemimpinan Khalifah Abu Bakar RA. dan Umar RA.

Bab Kedua, Beliau mulai membahas tata cara shalat tarawih yang tentunya didasarkan pada dalil sunnah yang berhubungan dengan permasalahan ini.
 

Mbah Fadhol Senori membagi bab ini menjadi dua keterangan yang merujuk pada Imam Bukhari dalam Shohih-nya:
Pertama, menerangkan bahwa barang siapa yang menghidupkan malam bulan Ramadhan dengan mengharap pahala dari Allah SWT, maka akan diampuni dosanya yang lalu.
Kedua, menerangkan bahwa ada sekelompok orang-orang yang berada di dalam masjid yang sedang melaksanakan shalat berjamaah bersama imamnya masing-masing. Kemudian Sayyidina Umar RA. mengumpulkan mereka menjadi satu jemaah sekaligus mengutus Ubay bin Ka’b sebagai imamnya.

Mushonnif akhirnya memberikan jalan keluar dengan mengambil dalil yang pasti, yaitu konsensus (ijma’) dari umat Islam pada zaman Khalifah Umar bin Khattab RA. bahwa shalat tarawih dikerjakan sebanyak 20 rakaat.

Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang shohih dari Al-Saaib bin Yazid RA. berkata: “Pada masa Umar Bin Khattab, mereka semua melaksanakan shalat tarawih pada bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat.” Begitupun yang diriwayatkan dari Imam Malik dalam Muwattha’nya dengan redaksi yang sama. Dari sini kita bisa menarik garis merah, bahwa shalat tarawih dilakukan sebanyak 20 rakaat kemudian ditutup dengan shalat witir sebanyak 3 rakaat.

Beliau juga menyampaikan bahwa seseorang yang melaksanakan shalat tarawih 8 rakaat sekarang, sejatinya mereka bertolak belakang dari ijma’ (kesepakatan ulama), dan barang siapa yang bertolak belakang dengan ijma’ maka dihukumi kafir atau fasik. Merekalah orang-orang yang tidak berpegang kepada sunnahnya khulafaaurrasyidin, dan barang siapa yang bertolak belakang dengan sunnahnya khulafaaurrasyidin maka dia telah bertolak belakang atas perintahnya Nabi Muhammad SAW.

Terimakasih telah membaca Kitab Kasyfu Al-Tabaarih fi Bayaani Sholaati Al-Tarawih, di web https://www.laduni.id/kitab, semoga kitab ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua.  Aamiin ya rabbal 'aalamiin

 

IDENTITAS KITAB

 

 

           
   

 

           

 

JUDUL                  

:

 

Kitab Kasyfu Al-Tabaarih fi Bayaani Sholaati Al-Tarawih (PDF)

 

PENULIS              

:

 

Syekh Abul Fadhol Senori

 

 

PENERJEMAH   

:

 

-

     

 

PENERBIT           

:

 

     

 

TAHUN                

:

 

 M /  H

       

 

TEBAL                  

:

 

10 Halaman (PDF)

       

 

                           

 

Lihat Kitab

Kitab Fathu Al-Majid fi Bayani At-Taqlid

Karya KH. Ahmad Dahlan bin KH. Abdullah bin KH. Abd Manan Dipomengggolo, lahir di Desa Tremas Kabupaten Pacitan, Jawa Timur sekitar tahun 1861 M/1279 H. Beliau wafat di Semarang pada 1911 M/1329 H tutup usia 50 tahun, dimakamkan di sebelah makam KH. Sholeh Darat Rahimahumullah.
Ayahnya seorang ulama Besar bernama KH. Abdullah Abd Manan pendiri Pondok Pesantren Tremas yang terkenal. Ibundanya bernama Nyai Aminah. Memiliki saudara semuanya ulama yaitu, Al-Muhaddis Syekh Muhammad Mahfuzh Tarmasi, KH. Muhammad Dimyathi Tremas, Al-Muqri KH. Muhammad Bakry Tremas, Al-Mursyid KH. Abd Razaq Tremas.

Kitab ini adalah salah satu karya ulama nusantara yang mengulas satu pembahasan yang ada dalam ilmu ushul fiqh. Ditulis dalam bahasa arab fasih, singkat dan lugas, namun perlu beberapa bidang ilmu untuk memahaminya.

Dalam risalah ini kita juga dikenalkan nama-nama tokoh Ulama Syafi’iyyah yang dijadikan pondasi dalam menganalisa perangkat imam mazhab dalam beristinbath. Kita akan melihat posisi mereka berbeda -beda sesuai dengan nama atau gelar seperti perbedaan antara mujtahid mustaqil dan mujtahid mutlaq muntasib, ashabul wujuh, mujtahid fatwa dan seterusnya juga disebutkan penggunaan istilah syaikhain dan cara memilih pendapat keduanya jika bertentangan.

Terimakasih telah membaca Kitab Fathu Al-Majid fi Bayani At-Taqlid, di web https://www.laduni.id/kitab, semoga kitab ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua. Aamiin ya rabbal 'aalamiin

 

 

IDENTITAS KITAB

 

 

           
   

 

           

 

JUDUL                  

:

 

Kitab Fathu Al-Majid fi Bayani At-Taqlid (PDF)

 

PENULIS              

:

 

KH. Ahmad Dahlan bin Abdullah Al-Fajitani Al-Jawi

 

 

PENERJEMAH   

:

 

-

     

 

PENERBIT           

:

 

Dar As-Sholih, Cairo-Mesir

   

 

TAHUN                

:

 

2018 M / 1439 H

       

 

TEBAL                  

:

 

139 Halaman (PDF)

       

 

                           

 

Lihat Kitab

Kitab Al-Khozain Al-Saniyyah min Masyahir Al-Kutub Al-Fiqhiyyah li Aimmatina Al-Fuqaha Al-Syafi’iyyah

Karya Syekh ‘Abd Al-Qadir Al-Mandaili. Seorang ulama besar fiqih dan hadis yang berkiprah di Makkah Al-Mukarramah asal Nusantara, tepatnya Mandailing sesuai penisbatan namanya “Al- Mandaili” Sumatera Utara.
Nama lengkap beliau Syekh 'Abd Al-Qadir ibn 'Abd Al-Muthallib Al-Mandaili Al- Indonesi, lahir pada tahun 1322 H (1904 M).
Saat usianya menginjak remaja, beliau pergi haji ke Makkah dan bermukim di sana untuk menunut ilmu. Di Makkah, beliau belajar di Madrasah Al-Shaulatiyyah dan Madrasah Dar Al-Ulum Al-Diniyyah, satu generasi dengan ulama-ulama besar Nusantara lainnya seperti Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari (Jombang), Syekh Abdullah Azhari (Palembang), Syekh Muhammad Manshur Al-Batawi (Betawi, buyut KH. Yusuf Manshur) Syekh Abdul Hamid Al-Khatib (Makkah, putra Syekh Ahmad Khatib Minang), dan lain sebagainya.

Kitab ini selesai beliau tulis pada saat 17 Jumadilakhir tahun 1370 H (26 Maret 1951 M).
Termaktub juga dalam muqaddimah pengarang; “Ini adalah risalah yang aku kumpulkan sebagai pengingat dan para pelajar yang tidak terlalu pandai sepertiku. Risalah ini menghimpun banyak faedah, yaitu nama kitab-kitab (fikih madzhab syafi'i) yang disebut dalam kitab (rujukan) seperti Syekh al-Islam Zakariyya al-Anshari, Syekh al-Khatib al-Syirbini, al-Jamal Muhammad al-Ramli, al-Shihab Ahmad ibn Hajar al-Haitsami dan lain-lain. Aku menamakan risalah ini: “Al-Khozain Al-Saniyyah min Masyahir Al-Kutub Al-Fiqhiyyah li Aimmatina Al-Fuqaha Al-Syafi’iyyah”.

Kitab ini memiliki pembagian ke dalam 8 bab, yaitu:
(1) Nama-nama kitab fiqih madzhab Syafi'i, (2) Tujuh ahli fiqih di Madinah, (3) Nama-nama para pembaharu (mujaddidun) agama Islam dari abad ke abad, (4) Nama-nama ahli hadis yang banyak disebut di kitab-kitab fiqih, (5) Rumus-rumus khusus (gelar) dari nama-nama pengarang kitab, (6) Istilah-istilah tertentu yang ada dalam kajian fiqih dan kajian ilmu lainnya, (7) Nama-nama sekte (firaq ),dan (8) Biografi tujuh Qurra dan periwayat qiraat mereka.

Abd al-Aziz Al-Sayib penyunting kitab ini menceritakan kisah awalnya ditemukan manuskrip kitab ini di Kelantan, Malaysia. Dengan demikian, lengkap sudah kitab ini menjadi bagian dari kontribusi ulama nusantara yang menjadi referensi biografi ulama Syafi’i bagi generasi setelahnya; Santri Nusantara.

Terimakasih telah membaca Kitab Al-Khozain Al-Saniyyah min Masyahir Al-Kutub Al-Fiqhiyyah li Aimmatina Al-Fuqaha Al-Syafi’iyyah, di web https://www.laduni.id/kitab, semoga kitab ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua. Aamiin ya rabbal 'aalamiin

 

 

IDENTITAS KITAB

 

 

           
   

 

           

 

JUDUL                  

:

 

Kitab Al-Khozain Al-Saniyyah (PDF)

 

PENULIS              

:

 

Syekh ‘Abd Al-Qadir Al-Mandaili

 

 

PENERJEMAH   

:

 

'Abd Al-Aziz Al-Sayib

     

 

PENERBIT           

:

 

Muassasah Al-Risalah, Lebanon, Beirut

   

 

TAHUN                

:

 

2004 M / 1424 H

       

 

TEBAL                  

:

 

208 Halaman (PDF)

       

 

Lihat Kitab

Kitab Sulukul Jadah ‘ala ar-Risalah al-Musamma bi Lum’atil Mifadah fi Bayanil Jum’ah wal Mu’adah Mafadah

Karya Syekh Nawawi Al-Bantani yang memiliki nama lengkap Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabiy bin Ali Al-Jawi Al-Bantani Al-Syafi’i.

Membahas tentang pentingnya menjaga kesucian dan keutamaan hari Jum'at dalam Islam. Syekh Nawawi Al-Bantani memberikan penjelasan tentang keutamaan-keutamaan ibadah pada hari Jum’at dan pentingnya memperdalam pemahaman tentang hari suci ini.

Kitab ini ditulis karena di suatu daerah, ada yang tidak menyelenggarakan Jum’atan hanya karena syarat-syarat Jum’atan sesuai madzhab muktamad Imam Syafi'i tidak terpenuhi. Misalnya, jumlahnya jamahnya kurang dari 40. Padahal, di awal-awal Islam (saat khutbah dilakukan setelah shalat Jum’at selesai), Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam sendiri pernah melaksanakan shalat Jum’at bersama sahabat, yang jumlahnya kurang dari 40 orang, sebagaimana Asbanun Nuzul Surat Al-Jum'at ayat ke-11:

وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا ۚ قُلْ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ ۚ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Terjemah:
"Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki". (QS. Al-Jumuah: 11).

Hanya karena kurang dari 40, lalu Jum’atan diganti shalat Dhuhur, itu sama saja menyebut apa yang dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak sah. Karena itulah, apapun kondisinya, shalat Jumat wajib Ain dilakukan oleh setiap umat Islam yang memenuhi syarat. Sebab, Jumatan merupakan kekhushusan umat Nabi Muhammad Saw.

Saking agungnya perintah Shalat Jum’at, para ulama' salaf mementingkan menghadiri shalat Jum’at, saat musafir atau dia muqim (tidak menjadi penduduk setempat). Mereka tetap Jum’atan walau jama'ahnya kurang dari 40 orang, dengan mengikuti pendapat ulama yang menghukumi sahnya Jum'atan kurang dari 40 orang yang memenuhi syarat.  

Jum’atan didirikan tidak harus menunggu ijin imam (pemimpin setempat). Demikian pendapat tiga imam madhzab selain Abu Hanifah. Yang dibutuhkan ijin ialah bila terjadi taaddud Jum’at di suatu tempat, yang membutuhkan penanganan khusus terkait ijtihad hukumnya.

Terimakasih telah membaca Kitab Sulukul Jadah ‘ala ar-Risalah al-Musamma bi Lum’atil Mifadah fi Bayanil Jum’ah wal Mu’adah Mafadah, di web https://www.laduni.id/kitab, semoga kitab ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua. Aamiin ya rabbal 'aalamiin

 

 

IDENTITAS KITAB

 

 

           
   

 

           

 

JUDUL                  

:

 

Kitab Sulukul Jadah Mafadah (PDF)

 

PENULIS              

:

 

Syekh Nawawi Al-Bantani

 

 

PENERJEMAH   

:

 

-

     

 

PENERBIT           

:

 

     

 

TAHUN                

:

 

 M /  H

       

 

TEBAL                  

:

 

24 Halaman (PDF)

       

 

                           

 

 

Lihat Kitab