Alhamdulillah, baru saja (20 Nopember 2018) anak-anak Madin Al-Ibriz Iru Nigeiyah, Kurwato, Sorong, Papua Barat, dapat mengekspresikan kecintaannya terhadap Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada suatu sore, ketika madrasah sudah tiba waktunya, hingga beberapa menit, belum ada satu anak pun yang muncul. Hal ini tidak seperti biasanya yang mana kemunculan saya pasti disusul oleh kedatangan mereka kemudian.
Andai dibuat peringkat, dan saya disuruh menilai anak mana yang pantas berada di bawah Riawan, saya akan menempatkan Irwan Irwanas di peringkat kedua dan Naila Tagate di urutan berikutnya.
Saya mengenalnya sejak pertama kali saya ke Kurwato, kendati waktu itu saya belum hafal namanya. Bersama dengan kebanyakan teman-temannya yang lain, ia mengaji dengan saya mulai dari Iqro' 1 hingga 6, yang kemudian berlanjut ke Juz 'Amma.
Menurut Al-Maghfurloh Habib Mundzir Al-Musawwa, penyebar Islam pertama kali di Papua adalah seorang da'i dari Yaman. Hal ini berbeda dengan cerita yang saya dengar dari masyarakat suku Kokoda di Kurwato ini
Ada empat yang saya balas. Sisanya saya diamkan. Mereka yang saya balas, ada yang bilang sangat siap dan tertarik, tapi tak punya kendaraan untuk menuju lokasi mengajar.
Beberapa hari yang lalu, secara tak sengaja, saya mengetahui kalau di Sorong ini rupanya ada jasa les private. Hal ini diluar dugaan saya.
Jangan tanya membaca, huruf saja masih lupa-lupa. Itulah kenyataan menyedihkan dari beberapa anak-anak suku Kokoda di Kurwato yang sudah bersekolah.
Mereka yang biasanya menyatakan prihatin terhadap kondisi Kokoda Maibo dan suka berdonasi, biasanya membantu pada hal-hal yang bersifat material.
Konsep ideal saya ini pun ternyata gagal untuk dipraktekkan pula. Tapi tak mengapa, kegagalan yang direnggut oleh tingginya semangat mereka dalam belajar ilmu agama rasanya tidak percuma juga. Pun, bukankah yang ideal-ideal itu hanya berada di pikiran, bukan di lapangan!??