Biografi KH. Badrus Salam
- by Rozi
- 15.415 Views
- Kamis, 2 Pebruari 2023

Daftar Isi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga KH. Badrus Salam
1.3 Wafat
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan KH. Badrus Salam
2.1 Guru KH. Badrus Salam
3. Penerus KH. Badrus Salam
3.1 Anak-anak KH. Badrus Salam
3.2 Murid-murid KH. Badrus Salam
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah KH. Badrus Salam
4.1 Sekilas Perjalanan Hidup KH. Badrus Salam
4.2 Menjadi Pengajar di Madrasah Muallimin Jagalan
4.3 Sosok Yang Istikomah dan Sabar
4.4 Kyai Yang Wir’ai dan Bijaksana
5. Keteladanan KH. Badrus Salam
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
KH. Badrus Salam lahir di Desa Tempursari, Kecamatan Klaten, Solo Jateng, pada Tahun 1906.
1.2 Riwayat Keluarga KH. Badrus Salam
KH. Badrus Salam melepas masa lajang dengan menikah Hj. Tursina, adik kandung H. Dardiri (ayahanda H. Hudan Dardiri, mantan Bupati Jombang, dan H. Gatot Muhdil Islam Dardiri, Bendahara Masjid Agung Jami' Malang). Dari pernikahan tersebut, beliau dikaruniai tujuh putra, dalam mendidik putra-putrinya, Kiai Badrus itu sangat demokratis dan anak-anaknya selalu ditekankan untuk mendalami ilmu agama sebelum mempelajari ilmu umum.
1.3 Wafat
Kyai Badrus Salam memang sosok yang tegar dan tabah. Meskipun dalam keadaan sakit, kyai Badrussalam tidak pernah mengeluh, akibatnya keluarga tidak mengetahui kalau Kyai Badrus Salam sakit. Dalam keadaan sakit itu, Kyai Badrussalam berpamitan kepada keluarga untuk mengisi pengajian rutin di Musholla yang berada di daerah Kayutangan. Seusai mengajar di musholla, kemudian beliau diundang rapat oleh Kyai Hasyim Muzadi untuk membicarakan masalah umat. Saat itu, kediaman Kyai Hasyim Muzadi masih berada di Dinoyo.
Malam itu, setiba di rumah Kyai Hasyim, Kyai Badrussalam jatuh karena tidak kuat menahan rasa sakitnya. Beliaupun dilarikan ke RSU Saiful Anwar. Saat di rumah sakit itulah Kyai Badus Salam untuk menghadap kepada Allah SWT tepat pada hari Sabtu Pahing tanggal 2 Februari tahun 1974 bertepatan dengan 9 Muharram 1394 H. Kyai Badrus Salam meninggal dalam usia 68 Tahun dan dimakamkan di pemakaman Kasin
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan KH. Badrus Salam
Sejak kecil KH. Badrus Salam lebih banyak diasuh oleh H. Muhsin, ayahnya, dan kemudian nyantri di Pondok Pesantren Jamsaren, Solo yang diasuh oleh KH. Ali Darokah. Selama di Pondok ini, beliau mengabdikan dirinya hingga menjadi pengurus.
2.1 Guru KH.Badrus Salam
- H. Muhsin
3. Penerus KH..Badrus Salam
3.1 Anak-anak KH. Badrus Salam yang kelak akan menjadi penerusnya, antara lain:
- Muhyil Islam
- Muawinah Syariah
- Muflihul Anam
- Mujahiratul Aliyah
- Mubasyiratul Sholihah
- Suciati Nadifatul Qolbi
- Mudakkir Ummah.
3.2 Murid-murid KH. Badrus Salam
Diantara murid-murid beliau adalah :
- Brigjen (Pur) H. Sulam Samsun, mantan Pengurus PBNU
- Hj. Siamah
- Hj. Muthomimah
- Hj. Chusnul Chotimah (mereka bertiga menjabat Pengurus Cabang Muslimat NU Kota Malang)
- Hj. Habibah
- H. Thoha Mashudi (mantan anggota DPRD Kota Malang)
- Kyai Abdullah Iskandar, Kayutangan.
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah KH. Badrus Salam
"Dan tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, melainkan hanya untuk mengabdikan diri kepada-Ku." Salah satu ayat dalam Al Qur'an surat Az-Zariyat ayat 56 itulah yang menjadi pedoman dasar KH. Badrus Salam. Karenanya, tidaklah heran jika kemudian segala aktivitas hidup beliau lebih banyak dicurahkan untuk mengabdi kepada Allah SWT, dan menjadi khodimul ummah (melayani kepentingan umat). Prinsipnya, segala aktivitas hidup itu harus diniati untuk beribadah, tanpa pamrih atau mengharapkan sesuatu dari manusia. "Orang hidup itu untuk beribadah,'' kata KH Badrus Salam, kala itu.
Kegiatan beliau menjadi guru Madrasah Muallimin, Jagalan, mengajar di beberapa masjid, termasuk di Masjid Agung Jami' Malang, menjadi Imam Rowatib, dan Pengurus Takmir Masjid Agung Jami' Malang, serta menjadi Syuriyah NU Cabang Malang.
4.1 Sekilas Perjalanan Hidup KH. Badrus Salam
Kiai low profile, yang berpenampilan kalem ini dilahirkan pada tahun 1906 di Desa Tempursari, Kecamatan Klaten, Solo Jateng. Beliau putra sulung dari tiga bersaudara. Pendidikan Kiai Badrus Salam sejak kecil lebih banyak diasuh oleh H Muhsin, ayahnya, dan kemudian nyantri di Ponpes Jamsaren, Solo.
Keluarga Kiai Badrus, termasuk orang yang mentaati hasil keputusan pertemuan Kiai se Jawa, yang waktu itu melawan politik penjajahan Belanda, hingga terjadinya perang Diponegoro sekitar tahun 1918-1925. ''Pada pertemuan itu, para Kiai se Jawa memberi fatwa agar umat Islam harus membentengi diri dari pengaruh politik Belanda, hingga umat Islam harus mengisolir diri ke desa-desa. Bahkan, para kiai mengharamkan segala sesuatu yang berbau Belanda. Seperti memakai celana, sepatu, berdasi, makan menggunakan sendok dan garpu, termasuk sekolah umum,'' kata KH Abdullah Iskandar, santri Kiai Badrus Salam di Madrasah Muallimin, Jagalan yang mendampingi sejak tahun 1941 hingga menjelang beliau wafat.
Dengan mematuhi fatwa para kiai itulah, Kiai Badrus akhirnya lebih menekuni belajar ilmu agama di Ponpes Jamsaren, Solo. Perjuangannya mensyiarkan Islam cukup besar. Meski kondisi negara belum aman, karena adanya agresi kedua Belanda yang masuk kota Malang, Kyai badrussalam tetap gigih dalam menyampaikan ilmunya
Sayangnya, kapan beliau masuk Kota Malang tidak diketahui secara pasti. Hanya saja, Kiai Badrus ke Malang bersama beberapa kiai lainnya, seperti KH. Syukri Ghozali dan KH. Damanhuri itu atas ajakan KH. Nahrowi Thohir untuk ikut mengajar di Madrasah Muallimin, Jagalan (kini menjadi Madrasah KH Badrus Salam), yang dirintis KH Nahrowi pada tahun 1924.
Selain mengajar di madrasah, Kiai Badrus juga mengajar ngaji di beberapa masjid, termasuk di Masjid Agung Jami' Malang, dengan mengajarkan Al Qur'an dan tafsir, serta menjadi imam rowatib. Pada tahun 1961, beliau menjadi Pengurus Takmir Masjid Agung Jami' Malang urusan Hukum dan Ibadah bersama KH Abdullah Sattar. Selain itu, juga menjadi Syuriyah NU Cabang Malang.
Kiai yang alim dibidang fiqih dan tasawuf ini, lebih konsen terhadap dunia pendidikan Islam. Bahkan, beliau tidak terlalu memikirkan masalah dunia. Hingga masalah rumah pun ikut dengan mertuanya. Beliau memiliki rumah sendiri, sekitar tiga tahun menjelang wafat. Itupun karena pemberian orang.
"Beliau itu pernah diminta menjadi Ketua Pengadilan Agama (PA) Malang sekitar tahun 1970, namun tidak mau. Kiai Badrus lebih memilih mengajar di madrasah dan berdakwah. Karenanya, beliau itu orang yang qona'ah dan ikhlas, tidak pernah pilih-pilih, siapa yang membutuhkannya atau mengundang akan sangat diperhatikan,'' tutur KH Abdullah Iskandar, yang juga Pengasuh Pengajian Aswaja ini.
Berkat ketulusan dan kerendahan hati beliau, banyak santri-santrinya di Muallimin yang menjadi tokoh masyarakat, seperti Brigjen (Pur) H Sulam Samsun, mantan Pengurus PBNU, Hj Siamah, Hj Muthomimah, Hj Chusnul Chotimah (mereka bertiga menjabat Pengurus Cabang Muslimat NU Kota Malang), Hj Habibah, dan H Thoha Mashudi (mantan anggota DPRD Kota Malang), serta beberapa tokoh di Malang lainnya. Termasuk santrinya adalah Kyai Abdullah Iskandar, Kayutangan, pembina pengajian Aswaja saat ini.
Menurut Drs. HM. Kamilun Muhtadin, Ketua I Takmir Masjid Agung Jami' Malang, Kiai Badrus Salam termasuk kiai sufi yang penuh ketulusan dan kehalusan budi. Bahkan, hampir tidak pernah absen menjadi imam rowatib di Masjid Agung Jami'. "Bila ada khotib atau pengasuh pengajian yang berhalang hadir, tanpa keberatan beliau langsung menggantikannya. Sejak pukul 10.30 pagi, beliau sudah ada di masjid untuk mengajar tadarrus Al Qur'an. Bahkan waktu itu, kami mengikuti sambil memijati kaki dan punggung beliau,'' ujar Kamilun Muhtadin, yang juga menjabat Kepala Kantor Pendidikan Nasional Kabupaten Malang.
Demikian juga kebiasaan beliau setiap 10 hari terakhir malam Ramadhan, sebelum melakukan shalat malam, Kiai Badrus memberikan mauidhoh hasanah sekitar 10 menit, kemudian listrik dipadamkan untuk melaksanakan shalat malam.
4.2 Menjadi Pengajar di Madrasah Muallimin Jagalan
KH. Badrus Salam bersama beberapa kiai lainnya, seperti KH. Syukri Ghozali dan KH. Damanhuri diajak oleh KH. Nahrowi Thohir untuk ikut mengajar di Madrasah Muallimin, Jagalan yang didirikan pada tahun 1924. Selain mengajar di madrasah, Kiai Badrus juga mengajar ngaji di beberapa masjid, termasuk di Masjid Agung Jami' Malang, dengan mengajarkan al-Qur'an dan tafsir, serta menjadi imam rowatib.
Pada tahun 1961, beliau bersama KH. Abdullah Sattar menjadi Pengurus pada bagian Hukum dan Ibadah di Masjid Agung Jami' Malang. Berkat kealiman beliau dan kepintaran beliau dibidang fiqih dan tasawuf, beliau dijadikan sebagai Syuriyah NU Cabang Malang.
4.3 Sosok Yang Istikomah dan Sabar
Kyai Badrus Salam sangat bertanggung jawab dengan tugasnya. Menurut keterangan ustdaz Kamilun Muhtadin, beliau bahkan hampir tidak pernah absen ngimami. Beliau juga sosok sederhan yang mukhlis (ikhlash), beliau berangkat ke masjid untuk mengimami sholat lima waktu dengan mengendarai sepeda ontel. Begitu istikomahnya menjalankan tugas ngimami, meskipun beliau sedang mengajar di Madrasah, kalau waktu sholat sudah tiba, beliau meminta izin kepada guru yang lain untuk ngimami sholat di Masjid Jamik.
“Kyai Badrus Salam adalah sosok kyai yang sabar”, ungkap ibu suci, anak ke enam dari Kyai Badrus Salam. Pernah suatu ketika, sepeda ontel yang menjadi alat tranportasinya hilang diambil maling (pencuri) saat di parkirkan di pelataran (halaman) masjid Jamik. Namun, meskipun sepeda kesayangannya raib diambil orang, beliau hanya tersenyum dan pulang ke rumah dengan berjalan kaki.
Selain, terkenal dengan kesabarannya, Kyai Badrus Salam juga dikenal sebagai sosok yang selalu nriman. Demikian ungkap H. Gatot Dardiri (salah satu takmir Masjid Agung Jami Kota malang saat ini) yang juga masih keponakannya. Pernah, suatu saat, ketika beliau pulang larut malam selesai mengajar. Sesampainya di rumah, beliau tidur di dekat istri, padahal belum makan sama sekali. Saking laparnya, perutnya berbunyi sehingga terdengar oleh sang istri. Kemudian istrinya menganjurkan agar Kyai Badrussalam makan terlebih dahulu agar tidak kelaparan dan sakit. “Abi, itu lho ada nasi, silakan makan”. Tutur istrinya. Dahulu tempat nasi itu terbuat dari wakul besek. Namun, saat beliau mengambil tempat nasi, ternyata nasinya sdah habis beliau tidak marah. Beliau malah mengambil sisi-sisa nasi yang nempel di pojok wakul. Kemudian beliau membangunkan istrinya untuk menemaninya makan. Subhanallah.
4.4 Kyai Yang Wir’ai dan Bijaksana
Beliau juga merupakan ulama yang wira’i (berhati-hati dalam masalah halal dan haram. Beliau tidak mau memasukkan makanan ke dalam perutnya sebelum mengetahui dengan jelas halal dan haram makanan itu.
Suatu ketika, Kyai Badrus Salam mengajar manasik haji di rumah H. Ahmad Dardiri yang masih kakak iparnya. Selesai mengajar beliau ditawari oleh istri H. Ahmad Dardiri untuk makan. “Dek-dek, monggo makan dengan cap Cay.” Tawar ibu Hj. Ahmad Dardiri. Begitu mendengar kata Cap Cay, beliau tidak berkenan memakannya. Sebab anggapan beliau Cap Cay itu adalah masakan China, dan dikahawatirkan kebersihan dan kehalalannya. Namun setelah dijelaskan bahwa masakannya adalah masakan ibu Hj. Ahmad Dardiri sendiri, dan namanya hanya berbau china, padahal hanya masakan sayur mayur yang diolah menjadi satu, beliau baru mau makan.
Disamping terkenal wara’, beliau juga merupakan ulama yang bijaksana dalam memberikan jawaban-jawaban hukum terhadap ummat. Pernah H. Gatot Dardiri pada saat mau menikah bertanya kepada Kyai Badrus Salam.”Kyai, apakah nikah itu harus menggunakan bahasa Arab? Tanya H. Gatot. ”Oh tidak, kamu bisa menggunakan bahasa Indonesia, Jawa atau Madura. Namun lebih afdholnya memang mengunakan bahasa Arab. Mari saya tuliskan. Kemudian H. Gatot bertanya lagi; “Apakah boleh ngerpek (mencontek )? Oh bisa, akan tetapi lebih afdholnya dihafalkan. Jawab beliau dengan bijak. Jadi beliau itu tidak pernah mengecewakan orang yang bertanya kepadanya.
5. Keteladanan KH. Badrus Salam
Menurut Drs. HM. Kamilun Muhtadin, Ketua I Takmir Masjid Agung Jami' Malang, teladan yang bisa diikuti dari KH. Badrus Salam adalah ketulusan, kehalusan budi beliau, dan menjadi pribadi yang qona'ah dan ikhlas, tidak pernah pilih-pilih, siapa yang membutuhkannya atau mengundang akan sangat diperhatikan, serta menjadi pribadi yang segala aktivitas hidup itu harus diniati untuk beribadah, tanpa pamrih atau mengharapkan sesuatu dari manusia. Selain, terkenal dengan kesabarannya, Kyai Badrus Salam juga dikenal sebagai sosok yang selalu nriman.
Beliau juga merupakan ulama yang wira’i (berhati-hati dalam masalah halal dan haram. Beliau tidak mau memasukkan makanan ke dalam perutnya sebelum mengetahui dengan jelas halal dan haram makanan itu. Disamping terkenal wara’, beliau juga merupakan ulama yang bijaksana dalam memberikan jawaban-jawaban hukum terhadap ummat. Karenanya, tidaklah heran jika kemudian segala aktivitas hidup beliau lebih banyak dicurahkan untuk mengabdi kepada Allah SWT, dan menjadi khodimul ummah (melayani kepentingan umat). Prinsipnya, segala aktivitas hidup itu harus diniati untuk beribadah, tanpa pamrih atau mengharapkan sesuatu dari manusia. "Orang hidup itu untuk beribadah,'' kata KH Badrus Salam, kala itu.
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 06 Juni 2016.
Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan revisi
Editor : Achmad Susanto
Lokasi Terkait Beliau
-
Alumni
Pesantren Jamsaren Solo
Memuat Komentar ...